Combined Integrity Line, Menyatukan Tiga Lini Menjaga Marwah Integritas IMIPAS

Kemenimipas tidak sekadar menjadi penjaga kedaulatan dan keamanan negara, tetapi juga penjaga integritas bagi seluruh aparat yang berkehidupan.

Editor: Eko Priyono
Kemenimipas.go.id
MARWAH INTEGRITAS - Ilustrasi manajemen risiko. Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan RI, Ika Yusanti menyoroti awal perjalanan kementerian ini yang masih dibayangi dua tantangan besar yaitu fraud dan korupsi. Tulisannya menggambarkan bagaimana cara Kemenimipas menjaga marwah dan integritasnya. 

Ika Yusanti

  • Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan
  • Berminat pada isu tata kelola, integritas, serta transformasi organisasi, terutama yang menghadirkan manfaat nyata bagi masyarakat luas. 

Latar belakang dan pendidikan

  • D3: Akademi Ilmu Pemasyarakatan
  • S1: Ilmu Hukum Universitas Saburai
  • S2: Psikologi Kriminal, Universitas Indonesia

WARTAKOTALIVE.COM, PALMERAH - 19 November 2025 mendatang, satu tahun sudah Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas) melangkah sebagai bagian dari Pemerintahan Kabinet Merah Putih. Setahun ini ibarat membuka halaman pertama buku besar tata kelola Kementerian baru.

Beragam kebijakan dan sistem dibangun untuk memperkuat fondasi, “Guard and Guide”, menjaga gerbang kedaulatan, keamanan masyarakat sekaligus memberikan kesempatan kedua bagi Warga Binaan, melalui pendekatan pembinaan yang humanis.

Namun, pada awal perjalanannya, Kementerian ini masih dibayangi dua tantangan besar yang menggerogoti fondasinya yaitu fraud dan korupsi. Seperti kanker, keduanya tumbuh diam-diam di dalam organisasi, menyebar melalui budaya permisif, menormalisasikan penyimpangan integritas dan kerap bersembunyi di balik sistem yang tampak sehat.

Berdasarkan data Inspektorat Jenderal tanggal 26 Oktober 2025, tercatat 480 pegawai melakukan pelanggaran disiplin, 240 pegawai di antaranya harus menjalani pembinaan mental di Nusakambangan.

Data tersebut tidak hanya menyajikan angka melainkan juga cerminan bahwa penyakit lama juga belum sembuh. Jika penyakit ini dibiarkan, tujuan luhur, mewujudkan pelayanan Imigrasi dan Pemasyarakatan yang bersih dan berkeadilan hanyalah sebuah jargon semata.

Kementerian ini kini tengah berhadapan dengan penilaian Indeks Reformasi Birokrasi (RB), salah satu komponen penilaian terbesar dari RB adalah Sistem Penilaian Integritas (SPI) oleh KPK. Baseline Kemenimipas merujuk pada nilai SPI Kementerian Hukum dan HAM yang menunjukkan fluktuitas yang artinya pengendalian integritas belum stabil.

Selain itu, rendahnya Indeks Efektivitas Pengendalian Korupsi (IEPK) memberi beberapa catatan krusial antara lain:
1.    Belum tersedianya kebijakan antikorupsi yang menjadi rujukan pengendalian;
2.    Pelaksanaan penilaian risiko yang terbatas baik dari sisi kualitas maupun keberlanjutan; serta
3.    Belum adanya rencana tindak pengendalian risiko korupsi sebagai panduan perbaikan secara sistematis.

Sering kali kita menganggap fraud dan korupsi lahir dari lemahnya integritas individu pegawai, padahal jika berkaca dari catatan nilai SPI dan IEPK fondasi tata kelola kita belum benar-benar kuat dan mekanisme pengendalian belum bergerak serasi. Di sinilah peran Governance, Risk, Compliance (GRC) menjadi penting.

Bukan sekadar rangkaian istilah teknis, melainkan kerangka kerja yang terintegrasi, memastikan seluruh aktivitas organisasi selaras dengan tujuan strategis, risiko dikelola secara terukur, serta kepatuhan ditegakkan berdasarkan nilai dan aturan yang berlaku.

Menjawab tantangan besar tersebut, sejatinya Menteri IMIPAS telah menetapkan Keputusan Menteri Nomor: M.IP-27.OT.01.01 tentang Tata Kelola Pengawasan Intern di Lingkungan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan dan Pedoman MIP-OT.02.02-20 Tahun 2025 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.

Kedua regulasi ini mentransformasikan tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian intern melalui Model Tiga Lini (Three Lines Model) merujuk pada The Institute of Internal Audithors (2024). Konsep ini menjadi penting karena adanya penegasan pengendalian integritas adalah tanggung jawab kolektif bukan semata domain Inspektorat Jenderal sebagaimana sebelumnya.

Pengawasan internal model tiga lini berfungsi sebagai kerangka operasional dan pengendalian yang memastikan pelaksanaan kebijakan anti-korupsi serta pengelolaan risiko secara efektif. Lini pertama, Unit Pelaksana Teknis, sebagai garda terdepan berperan mencegah, mengidentifikasi risiko, menangani pengendalian langsung dan penerapan kebijakan anti-korupsi.

Lini kedua, Unit Kepatuhan Internal, melakukan pemantauan berkala terhadap transaksi, perilaku layanan, pengendalian risiko yang diterapkan, memonitor dan mengevaluasi keberhasilan penerapan kebijakan serta mengelola risiko-risiko yang muncul.

Lini ketiga, APIP atau Inspektorat Jenderal, melakukan penilaian independen dan objektif atas efektivitas kontrol dan kebijakan anti-korupsi , mengidentifikasi manajemen risiko yang perlu diperbaiki serta memberikan assurans melalui audit berbasis risiko.

Dengan keselarasan ketiga lini ini, potensi kecurangan dan pelanggaran integritas tidak hanya bisa dideteksi tetapi dapat dicegah sejak awal. Apabila ketiga lini tidak selaras maka akan terjadi tumpang tindih kewenangan, lini pertama akan mengalami kewalahan assurans atau assurance fatique yang disebabkan dari tidak ada komunikasi antara lini kedua dan ketiga.

Di samping itu, tanpa pemetaan risiko yang komprehensif dan pembagian peran yang jelas, area risiko tertentu bisa luput dari pengawasan karena tidak ada yang merasa bertanggung jawab.

Untuk mencegah hal-hal tersebut, dibutuhkan combined assurances yang mengintegrasikan antar lini agar berdiskusi untuk mendapatkan gambaran komprehensif dan holistik tentang efektivitas tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian serta penyusunan assurance map yang jelas.

Agar model tiga lini berjalan secara efektif dan optimal ada beberapa langkah yang harus dijalankan oleh Kemenimipas antara lain: Pertama, penyusunan petunjuk pelaksana dan teknis yang jelas agar setiap lini memahami batas dan tanggung jawabnya.

Tanpa pedoman operasional yang tegas, tumpang tindih peran dan penyimpangan wewenang hanya tinggal menunggu waktu. Kedua, penguatan kapasitas harus menjadi prioritas, tanpa pengetahuan yang cukup, semangat integritas tidak akan bisa diterjemahkan menjadi tindakan konkret. Lini pertama dan kedua perlu dibekali pelatihan dan bimbingan teknis terkait manajemen risiko dan asistensi aktif dari lini ketiga.

Ketiga, pembelajaran eksternal benchmarking ke lembaga yang telah berhasil menerapkan model tiga lini secara efektif sebagai cermin dan sumber inspirasi untuk menyesuaikan model ini dengan konteks Kementerian. Keempat, dibutuhkan komitmen kuat dan pengelolaan ego sektoral antar- lini. Implementasi tiga lini bukan ajang menunjukkan kekuasaan atau kewenangan, tetapi ruang untuk membangun sinergi.

Ego sektoral pada level lini pengendalian tidak hanya dirasakan pada ruang kebijakan, getarannya sampai tataran pelaksana. Ketika lini kedua dan lini ketiga saling menjaga jarak pegawai di lapangan ikut merasakan ketidakpastian, arahan menjadi tumpang tindih, standar kerja tidak pasti, mengikuti siapa yang berbicara, dan pengawasan terasa seperti tekanan bukan bimbingan yang berdampak pada kekhawatiran pegawai akan dianggap memilih “kubu tertentu”.

Untuk memulihkan harmoninya kedua lini harus membuka kembali ruang komunikasi. Lini Kedua perlu menyajikan data, proses, dan pemantauan secara transparan, sementara Lini Ketiga menempatkan audit bukan sebagai ajang mengoreksi tetapi sebagai mekanisme penguatan.

Melalui pertemuan rutin, pembahasan risiko bersama, serta tindak lanjut rekomendasi yang disepakati lintas-lini menjadi jembatan yang memulihkan kepercayaan. Dengan cara itu, model tiga lini kembali bekerja sebagai satu sistem yang saling menguatkan, bukan tiga ruang yang berdiri sendiri.

Komitmen ini harus dijalankan secara sistematis, konsisten dan terukur. Lini pertama perlu menjadikan lini kedua sebagai mitra yang memberi masukan konstruktif, sementara lini ketiga harus membangun rencana pengawasan bersama, berbagi informasi dan menghindari duplikasi. Audit internal juga harus dapat mengandalkan pekerjaan lini kedua yang berkualitas.

Selaras dengan transformasi tersebut, Kementerian juga perlu bergerak menuju pengawasan berbasis teknologi informasi. Transformasi ini semakin solid jika didukung dengan digitalisasi pengawasan. Melalui manajemen risko berbasis teknologi informasi, proses pengawasan tidak lagi bergantung pada laporan manual atau intuisi semata.

Seluruh pengendalian dilaksanakan berbasis data dan analitik yang memungkinkan identifikasi risiko yang lebih presisi, pemantauannya real- time, serta transparansi dan dapat diverifikasi. Kecepatan proses meningkat, akuntabilitas menguat, dan setiap keputusan didukung jejak data yang jelas. Sistem informasi manajemen risiko, tidak hanya menciptakan pengawasan yang lebih modern, tetapi juga lebih terpercaya serta akan menjadi fondasi integritas di Kemenimipas.

Pada akhirnya, keberhasilan model tiga lini tidak diukur dari banyaknya pegawai yang ditindak dan dijatuhi hukuman disiplin, tetapi sejauh mana seluruh jajaran benar-benar menghidupkan integritas dalam praktik sehari-hari.

Inti pengendalian bukanlah menghitung pelanggaran, melainkan mencegah dan membudayakan kepatuhan. Upaya pencegahan dan deteksi dini menjadi garda yang harus paling diandalkan serta dikelola secara berkelanjutan.

Prinsipnya sederhana namun fundamental prevention is stronger than punishment. Ketika setiap lini bekerja serempak, membaca sinyal risiko lebih cepat, dan menyusun rencana mitigasinya, organisasi tidak hanya berhasil menindak pelanggaran, tetapi mampu mencegah sebelum tumbuh menjadi masalah. Inilah esensi pengawasan modern yang ingin diwujudkan oleh Kemenimipas.

Jika semangat “Guard and Guide” benar-benar ingin diwujudkan, Kementerian harus terlebih dahulu menuntun dirinya sendiri keluar dari jebakan formalitas dan ego sektoral, guna menjaga gerbang integritas dengan tegas. Kementerian ini tidak sekadar menjadi penjaga kedaulatan dan keamanan negara, tetapi juga penjaga integritas bagi seluruh aparat yang hidup dan berkehidupan di dalamnya.

Disclaimer:

Public Service merupakan platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, Anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksiwarkot@gmail.com. Konten menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi wartakotalive.com (Warta Kota Network).

Baca Wartakotalive.com berita lainnya di Google News

Dapatkan informasi lain dari Wartakotalive.com lewat WhatsApp di sini

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved