Berita Nasional

Kompolnas Sebut Polisi Boleh Rangkap Jabatan, Said Didu: Membodohi Rakyat

Putusan MK sudah tegas melarang, tapi Kompolnas beri celah. Said Didu sampai bertanya: digaji negara untuk membodohi rakyat?

Editor: Dwi Rizki
Istimewa
RANGKAP JABATAN - Kolase Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu dan Komisioner Kompolnas, Muhammad Choirul Anam atau Cak Anam. Said Didu mengkritisi pernyataan Cak Anam soal Polri boleh rangkap jabatan. 

"Boleh saja beda pendapat dengan Putusan MK, atau mungkin tidak suka, namun putusan MK harus dijalankan," tegasnya.

Kompolnas Bela Polisi

Kritik ini berangkat dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang secara resmi melarang anggota Polri menduduki jabatan sipil tanpa terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun.

Putusan yang dibacakan pada perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu menegaskan bahwa penempatan anggota Korps Bhayangkara pada posisi non-kepolisian tak lagi bisa dilakukan hanya melalui izin Kapolri.

Aturan ini sekaligus membatalkan ketentuan Pasal 28 ayat (3) beserta penjelasannya dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.

Putusan tersebut menjadi sorotan mengingat banyaknya perwira tinggi Polri yang saat ini menjabat di berbagai posisi strategis di kementerian maupun lembaga negara.

Terkait hal tersebut, Komisioner Kompolnas Mohammad Choirul Anam atau Cak Anam menyebut, secara prinsip dan aturan perundang-undangan memang membatasi penempatan polisi aktif pada jabatan sipil.

Dengan catatan rangkap jabatan tidak memiliki relevansi dengan tugas kepolisian. 

“Menurut undang-undang kepolisian, itu memang dilarang kalau tidak berkaitan,” ujar Cak Anam dikutip dari Kompas.com, Sabtu (15/11/2025). 

Baca juga: MK Hapus Celah Rangkap Jabatan Polisi Aktif di Jabatan Sipil

Kendati demikian, Cak Anam menjelaskan penempatan yang berbasis kebutuhan tetap diperbolehkan.

“Kalau yang berkaitan memang boleh. Itu ada aturannya dalam undang-undang ASN yang diatur di PP. Jika berkaitan, memang dibolehkan,” ujar Cak Anam.

Maksud dari 'berkaitan' adalah jabatan-jabatan yang membutuhkan keahlian khusus di bidang penegakan hukum.

“Misalnya BNN, BNPT, KPK, atau lembaga lain yang memang erat kaitannya dengan kerja-kerja kepolisian. Khususnya penegakan hukum yang tidak bisa tergantikan,” jelas Cak Anam.

Karena itu, penilaian apakah seorang polisi boleh menduduki jabatan sipil harus merujuk pada daftar tersebut.

Cak Anam juga menyinggung perbedaan mendasar antara Polri dan TNI dalam penempatan jabatan sipil.

“Kepolisian itu institusi sipil, sehingga tradisi sipilnya melekat. Jika ada penyalahgunaan kewenangan dalam institusi tempatnya bertugas, dia tetap berhadapan dengan pengadilan umum,” ujar Cak Anam.

Sumber: Warta Kota
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved