Hari Pahlawan

Mbah Kholil Dinobatkan Pahlawan Nasional, Ainun Najib: Supaya Nahdliyin Kultural Happy?

Penetapan Mbah Kholil sebagai Pahlawan Nasional dipertanyakan Ainun Najib: supaya menyenangkan kalangan Nahdliyin Kultural?

Editor: Dwi Rizki
Istimewa
PAHLAWAN NASIONAL - Kolase Pegiat Media Sosial sekaligus seorang praktisi Teknologi Informasi, Ainun Najib dan daftar penerima gelar Pahlawan Nasional. Ainun Najib mempertanyakan alasan Prabowo memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Mbah Kholil. Dirinya menduga, pemberian gelar tersebut hanya untuk menyenangkan Nahdliyin kultural. 

Dalam masa nyantri di daerah ini, ia kerap berjalan kaki dari Keboncandi ke Sidogiri untuk belajar kepada K.H. Nur Hasan.

Di setiap perjalanan sepanjang tujuh kilometer itu, ia tak pernah lupa membaca Surah Yasin hingga khatam berkali-kali.

Meski berasal dari keluarga yang cukup berada, Mbah Kholil memilih hidup mandiri.

Selama mondok, ia bekerja sebagai buruh batik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dari ketekunan dan kesederhanaannya itulah lahir sosok ulama yang kelak disegani di seluruh Nusantara.

Jalan Panjang ke Tanah Suci

Keinginan menimba ilmu di Mekah muncul sejak muda.

Namun, tekad besar itu tidak disertai permintaan bantuan dari orangtua.

Ia berusaha sendiri mengumpulkan biaya dengan menjadi buruh pemetik kelapa di sebuah pesantren di Banyuwangi.

Upah dua setengah sen per pohon ia kumpulkan sedikit demi sedikit hingga akhirnya cukup untuk ongkos berangkat ke Tanah Suci pada tahun 1859 M.

Sebelum berangkat, Mbah Kholil menikah dengan Nyai Asyik, putri dari Lodra Putih.

Di Mekah, ia berguru kepada para ulama besar seperti Syeikh Nawawi al-Bantani, Syeikh Utsman bin Hasan ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syeikh Abdul Hamid asy-Syarwani.

Dari mereka, Mbah Kholil menerima berbagai sanad keilmuan dan ijazah hadits musalsal yang kelak diwariskan kepada murid-muridnya di tanah air.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup selama di Mekah, Mbah Kholil bekerja sebagai penyalin kitab.

Dari aktivitas itu, ia semakin akrab dengan dunia keilmuan dan penulisan.

Bersama Syeikh Nawawi al-Bantani dan Syeikh Sholeh as-Samarani, ia berkontribusi dalam pengembangan sistem penulisan huruf Arab Pegon, sistem yang hingga kini masih digunakan di banyak pesantren di Indonesia.

Sumber: Warta Kota
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved