Hari Pahlawan

Kritik Megawati, ARCB Sebut Bangsa Besar Bukan yang Hidup dari Luka Tapi Penghormatan

Koordinator Aliansi Rakyat Cirebon Bersatu (ARCB) Wahyu Irawan menilai penolakan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri

Istimewa
KRITIK MEGAWATI - Koordinator Aliansi Rakyat Cirebon Bersatu (ARCB) Wahyu Irawan menilai penolakan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terhadap usulan gelar Pahlawan Nasional bagi Presiden ke-2 RI, HM Soeharto, mencerminkan cara pandang yang terlalu personal terhadap sejarah bangsa. Menurut Wahyu, bangsa besar seharusnya tidak hidup dari luka masa lalu, melainkan tumbuh melalui penghormatan terhadap jasa para pemimpinnya. 

ARCB, kata Wahyu, mendorong pemerintah untuk segera mempertimbangkan pemberian gelar pahlawan nasional bagi Soeharto sebagai bentuk penghormatan atas jasa kepemimpinannya. 

“Kami di Cirebon masih merasakan hasil nyata dari kebijakan Orde Baru, mulai dari pertanian, pendidikan, hingga infrastruktur. Itu bagian dari sejarah pembangunan yang tak bisa dihapus hanya karena perasaan,” ujarnya.

Wahyu mengajak seluruh pihak untuk menempatkan sejarah secara proporsional.

“Bangsa besar bukan yang hidup dari luka, tapi dari penghormatan terhadap mereka yang telah berjuang. Mengakui jasa Soeharto bukan berarti melupakan Soekarno, justru itu cara terbaik untuk menjaga keseimbangan sejarah Indonesia,” pungkasnya.

Korupsi dan Pembantaian Massal

Sementara Politisi PDI Perjuangan Mohamad Guntur Romli mengaku semakin tidak mengerti dengan negara ini dan sejumlah pihak yang mendukung Presiden ke 2 RI Soeharto diberi gelar Pahlawan Nasional.

Sebab kata Guntur banyak sekali kejahatan Soeharto di era Orde Baru yang menyakiti hati rakyat.

Mulai dari mencuri uang rakyat atau korupsi sampai dengan pembantaian massal dan penghilangan aktivis demokrasi.

Hal itu dikatakan Romli lewat akun X nya @GunRomli.

"Aku kok ngelihat negara ini semakin aneh ya, semakin gak ngerti ya. Orang seperti Soeharto dan ahli warisnya yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah Agung harus membayar ganti rugi Rp 4,4 Triliun ke negara karena terbukti korupsi lewat Yayasan Super Semar, kok malah mau dikasih gelar Pahlawan.Pahlawan nasional lagi," kata Romli dalam video di akun X-nya.

Menurut Romli, korupsi itu baru dari satu yayasan milik Soeharto.

"Padahal Soeharto dan keluarganya punya ratusan yayasan. Gimana dengan yayasan-yayasan lainnya. Lah sudah terbukti nyuri duit negara. Tapi kok malah mau dikasih gelar Pahlawan?" kecam Romli.

Kemudian kata Guntur pada zaman Jokowi tahun 2023 sudah ditetapkan ada 12  pelanggaran HAM berat yang dilakukan Soeharto.

"Dari peristiwa 65, pembantaian Tanjung Priok, Talangsari, Petrus, penghilangan paksa para aktivis, pembantaian dukun santet tapi sebenarnya bukan dukun santet tapi kyai-kyai yang ada di Banyuwangi total korbannya ratusan ribu hingga jutaan rakyat Indonesia," katanya.

Menurut Guntur, semua peristiwa itu yang bertanggung jawab adalah Soeharto.  

Sumber: Warta Kota
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved