Hari Pahlawan
Kontroversi Gelar Pahlawan Soeharto, Dekan FISIP UAI: Menghargai Semua Pemimpin Cermin Bangsa Dewasa
Akademisi Heri Herdiawanto, menilai pentingnya sikap arif, objektif, dan rekonsiliatif dalam menyikapi pro dan kontra gelar pahlawan soeharto
Ringkasan Berita:
- Dekan FISIP UAI, Dr Heri Herdiawanto, menilai perdebatan soal gelar pahlawan untuk Soeharto perlu disikapi secara arif, objektif, dan rekonsiliatif.
- Ia menegaskan pentingnya menilai tokoh bangsa secara proporsional, menghormati jasa mereka tanpa meniadakan kritik.
- Heri mengajak masyarakat dan tokoh publik menjaga kesejukan politik, menumbuhkan budaya memaafkan, dan menatap masa depan dengan semangat persatuan.
WARTAKOTALIVE.COM -- Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Dr Heri Herdiawanto, menilai pentingnya sikap arif, objektif, dan rekonsiliatif dalam menyikapi pro dan kontra terkait wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2, HM Soeharto.
Menurutnya, menghormati kontribusi setiap tokoh, termasuk para pemimpin bangsa di masa lalu, merupakan cermin kedewasaan dalam berbangsa dan bernegara.
“Setiap pemimpin bangsa memiliki jasa dan perannya masing-masing dalam membangun Indonesia. Menghargai mereka secara proporsional adalah wujud kematangan kita sebagai bangsa yang besar,” ujar Heri di Jakarta, Sabtu (8/11/2025).
Baca juga: Pro Kontra Gelar Pahlawan Soeharto, Akademisi: Bangsa Besar yang Berdamai dengan Sejarahnya
Heri menegaskan, perbedaan pandangan di masyarakat seharusnya tidak dijadikan sumber perpecahan, melainkan momentum untuk memperkuat kesadaran sejarah dan semangat kebangsaan.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menilai sejarahnya dengan jujur dan adil, bukan berdasarkan emosi. Kita perlu menempatkan setiap tokoh nasional dalam konteks zamannya dan menghormati jasa mereka tanpa meniadakan sisi kritis,” lanjutnya.
Lebih jauh, Heri berharap para tokoh nasional, terutama yang memiliki pengaruh besar di ruang publik, dapat memberikan keteladanan dengan menebarkan semangat positif dan rekonsiliatif demi menjaga kesejukan sosial politik bangsa.
“Tokoh bangsa memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga kesejukan suasana kebangsaan. Dengan kebesaran hati, kita bisa menghormati jasa para pemimpin tanpa harus mengungkit luka masa lalu,” tambahnya.
Heri juga mengingatkan pentingnya tradisi memaafkan walaupun sulit melupakan, sebagai bagian dari budaya luhur bangsa Indonesia.
“Opus politik harus dibedakan dengan etika dan nilai-nilai kebangsaan. Salah satu ciri bangsa beradab adalah kemampuannya membangun budaya menghargai jasa para pemimpin, tanpa kehilangan daya kritis terhadap sejarah,” tegasnya.
Ia pun mengajak seluruh elemen bangsa untuk menatap masa depan dengan optimisme dan semangat persatuan.
“Kedewasaan bangsa tidak diukur dari seberapa keras kita berdebat, tetapi dari seberapa besar kita mampu menghargai perbedaan dan jasa para pemimpin yang telah berbuat untuk negeri ini,” pungkas Heri Herdiawanto.
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp
| Pro Kontra Gelar Pahlawan Soeharto, Akademisi: Bangsa Besar yang Berdamai dengan Sejarahnya |
|
|---|
| Gemapi Papua Serukan Rekonsiliasi Sejarah, Dukung Gelar Pahlawan Nasional Soeharto |
|
|---|
| Kritik Megawati, ARCB Sebut Bangsa Besar Bukan yang Hidup dari Luka Tapi Penghormatan |
|
|---|
| Soeharto Wajib Ganti Rugi Rp 4,4 Trilun dan Otak 12 Pembantaian Massal, Guntur: Dijadikan Pahlawan? |
|
|---|
| Forum Pemuda Islam Minta Megawati Dewasa dalam Berpolitik Karena Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/GELAR-PAHLAWAN-SOEHARTO-Dekan-Fakultas-Ilmu-S.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.