Berita Jakarta
Audiensi dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri, dr Tifa Klaim Ijazah Palsu Jokowi Bukan Kriminal
dr Tifa mengungkap alasan kehadirannya bersama dengan teman-temannya ke audiensi dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri di PTIK, Jakarta Selatan.
Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Junianto Hamonangan
Ringkasan Berita:
- dr Tifa mengungkap alasan kehadirannya ke audiensi dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri di PTIK, Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2025).
- Ia menilai, polemik dugaan ijazah palsu Jokowi yang berkembang lebih bersifat akademik dibanding kriminal.
- dr Tifa menyebut mekanisme penghentian penyidikan (SP3) layak dipertimbangkan terkait ijazah palsu Jokowi.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pegiat media sosial, Tifauziah Tyassuma alias dr Tifa mengungkap alasan kehadirannya bersama pakar hukum tata negara, Refly Harun serta Roy Suryo dan Rismon Hasiholan Sianipar ke audiensi dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri di PTIK, Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2025).
Dr Tifa mengatakan, ingin menyampaikan beberapa pandangan serta solusi pihaknya kepada Komisi Percepatan Reformasi Polri terkait kasus hukum dalam polemik ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Ia menilai, polemik dugaan ijazah palsu Jokowi yang berkembang di publik lebih bersifat akademik dibanding kriminal.
Menurutnya, perbedaan pendapat dan keraguan publik merupakan bagian dari dinamika kajian ilmiah.
"Sebenarnya kami ingin memberikan solusi terkait dengan kasus ini bagaimana negara bisa menyelesaikan masalah polemik ijazah palsu Jokowi ini ya," katanya, kepada wartawan usai memutuskan keluar atau walk out dari audiensi, Rabu.
"Jadi saya akan mulai dengan begini. Jadi kami sebagai akademisi kami memandang bahwa perkara dugaan ijazah palsu Jokowi ini muncul dari perbedaan kajian analisis publik dan dinamika ruang pengetahuan, bukanlah ranah kriminal murni," sambungnya.
Ia menilai, penyelesaian hukum melalui mekanisme penghentian penyidikan (SP3) layak dipertimbangkan.
Hal ini karena, menurut pandangan timnya, tidak ditemukan unsur pidana maupun kerugian material yang jelas.
"Aktivitas ilmiah selalu berangkat dari pertanyaan masyarakat, keraguan metodologis, dan upaya memahami realitas secara lebih dalam. Karena itu, penyelesaian perkara seperti ini secara hukum sangat layak untuk dipertimbangkan melalui mekanisme penghentian penyidikan atau SP3," katanya.
"Diskusi kami dengan tim penasihat menunjukkan bahwa tidak ada terlihat adanya unsur kriminalisasi apapun, unsur pidana apapun, dan tidak ada kerugian material apapun yang terukur dan subjek perdebatan lebih dekat pada wilayah akademik ketimbang kriminalisasi," lanjut dr Tifa.
Baca juga: Dokter Tifa Sebut Dugaan Ijazah Palsu Jokowi Bisa Menjadi Luka Sejarah Bila Tak Diusut Tuntas
Lebih lanjut, dr Tifa juga menyinggung aspek politik dan stabilitas sosial.
"Dari sudut pandang politik negara, langkah demikian juga membuka ruang stabilitas sosial, mencegah polarisasi berkepanjangan, serta menjaga wibawa institusi penegak hukum di masa ketika publik membutuhkan ketenangan dan kepastian," tuturnya.
"Kami juga ingin menegaskan bahwa negara modern hanya dapat maju bila memberikan jaminan kuat terhadap kebebasan akademik. Ilmu pengetahuan tidak boleh dikerdilkan menjadi perkara kriminal. Kritik ilmiah betapapun tajamnya adalah bagian dari fungsi akademisi untuk menjaga kesehatan demokrasi," sambungnya.
Usulan Pendekatan ‘Marcos Way’
| Ini Fasilitas yang Dijanjikan Pemprov DKI untuk Warga Terdampak Relokasi TPU Menteng Pulo |
|
|---|
| Jimly Asshidiqie Jelaskan Alasan Larangan Kehadiran Roy Suryo Cs dalam Audiensi Tim Reformasi Polri |
|
|---|
| DPRD Minta Pemprov DKI Koordinasi ke Komdigi soal Rencana Pembatasan Konten Kekerasan |
|
|---|
| Ada Fenomena Air Laut Pasang, Pintu Air Pasar Ikan Berstatus Bahaya |
|
|---|
| Rumah dan Tempat Usaha Fotokopi di Cengkareng Jakarta Barat Terbakar, Api Muncul dari Kamar Kosong |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/TIFA-SIMPATI-KASMUDJO.jpg)