Berita Jakarta

DPRD Minta Pemprov DKI Koordinasi ke Komdigi soal Rencana Pembatasan Konten Kekerasan

Thamrin menekankan bahwa pembatasan konten harus dibarengi edukasi literasi digital secara menyeluruh.

Warta Kota/Alfian
KORBAN LEDAKAN - Ledakan terjadi di SMA 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (7/11/2025) siang. Korban luka akibat ledakan itu dibawa menjalani perawatan intensif di RS Islam Cempaka Putih, Jakarta Pusat. 

Laporan wartawan wartakotalive.com, Yolanda Putri Dewanti

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung ingin membatasi akses para siswa sekolah di Jakarta untuk menonton konten kekerasan di media sosial.

Hal ini buntut kasus ledakan bom di SMA Negeri 72 Jakarta yang terjadi pada 7 November lalu

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta M. Thamrin meminta Pemprov untuk tidak bergerak sendiri dan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Menurutnya, pembatasan akses terhadap konten berbahaya membutuhkan mekanisme teknis yang matang, sehingga tidak membebani sekolah sebagai pelaksana di lapangan.

Baca juga: Cegah Kekerasan Seksual di Pesantren, Perempuan Bangsa Hadirkan Modul Anti Pencabulan

"Mendukung agar Pemda berkoordinasi dengan Kominfo, penyedia platform digital seperti YouTube, serta para ahli keamanan digital, agar mekanisme penyaringan berbasis standar dan tidak membebani sekolah," kata Thamrin, Rabu (19/11/2025).

Dia menilai, tanpa koordinasi tersebut, kebijakan bisa berjalan tidak efektif atau bahkan menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda di tiap satuan pendidikan.

Thamrin menekankan bahwa pembatasan konten harus dibarengi edukasi literasi digital secara menyeluruh.

Dia mengatakan, filter digital hanya menjadi langkah awal, sementara perubahan perilaku membutuhkan proses pendampingan jangka panjang.

Baca juga: Kagumi Tindak Kekerasan, Pelaku Ledakan di SMAN 72 Jakarta Merasa Selalu Tertindas hingga Kesepian

"Saya mendorong agar upaya ini tidak hanya berhenti pada filter konten, tetapi juga diiringi edukasi literasi digital untuk siswa, guru, dan orang tua. Filter bisa membantu, tapi perubahan perilaku hanya terjadi lewat pendidikan," jelas dia.

Selain penyaringan konten, Komisi E menilai sekolah perlu memperkuat dukungan psikologis bagi siswa.

Dia menjelaskan, mengingat konten kekerasan yang viral sering kali berujung pada tindakan meniru, terutama pada remaja dengan kerentanan tertentu.

"Harus ada program pembinaan, konseling, dan pendampingan psikologis di sekolah untuk mencegah tindakan destruktif yang mungkin terinspirasi dari konten digital," ucap Thamrin.
"Kami di DPRD akan mengawal agar regulasi ini memiliki dasar hukum yang kuat, mekanisme pengawasan yang jelas, dan tidak menimbulkan celah penyalahgunaan kewenangan," imbuhnya.(m27)

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved