Berita Jakarta
Jimly Asshidiqie Jelaskan Alasan Larangan Kehadiran Roy Suryo Cs dalam Audiensi Tim Reformasi Polri
Meski awalnya dilarang, akhirnya mereka diizinkan hadir, namun dengan syarat tidak diperkenankan berbicara.
Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Feryanto Hadi
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Ramadhan L Q
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, mengungkap alasan pihaknya melarang Roy Suryo Cs hadir dalam audiensi dengan masyarakat sipil di PTIK, Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2025).
Meski awalnya dilarang, akhirnya mereka diizinkan hadir, namun dengan syarat tidak diperkenankan berbicara.
"Kami mengadakan pertemuan mendengar pendapat dengan ormas, salah satunya YouTuber dan tokoh, masing-masing mengajukan surat permohonan untuk audiensi, salah satunya Refly Harun," ujar Jimly, kepada wartawan usai audiensi, Rabu.
"Khusus Refly Harun, nama yang datang tidak sama dengan daftar surat, rupanya daftar namanya setelah dikonfirmasi itu ada nama yang berstatus tersangka," sambungnya.
Menurut Jimly, setelah mendapat laporan mengenai kedatangan Roy Suryo Cs yang diajukan Refly Harun, Komisi Percepatan Reformasi Polri mengadakan rapat mendesak.
Hasil rapat memutuskan untuk tidak menerima nama-nama yang memiliki status tersangka, agar kegiatan berjalan fair mengingat Komisi Percepatan Reformasi Polri merupakan lembaga resmi yang pertemuannya di PTIK dan di dalamnya ada kepolisian.
"Kita harus menghargai dan menghormati proses hukum yang sudah jalan. Belum terbukti dia salah, tapi kami harus memegang etika," tuturnya.
Baca juga: Roy Suryo dan Rismon Sianipar Beberkan Alasan Walk Out saat Audiensi dengan Tim Reformasi Polri
"Maka kesimpulannya sebaiknya kami sesuaikan saja dengan (nama yang ada di) surat. Ini bukan undangan kami, tapi ada surat permohonan dengan daftar namanya ada, kami putuskan terima, tidak ada tadinya beberapa orang yang statusnya tersangka," lanjut dia.
Ia menambahkan, Komisi Percepatan Reformasi Polri dibentuk guna memperbaiki kepolisian di masa depan, bukan terpaku dengan kasus-kasus yang sedang berjalan.
Kasus, kata Jimly, noleh disampaikan guna perbaikan ke depannya, tapi pihaknya tak menangani kasus itu sendiri.
"Kasus itu dijadikan efidens untuk menawarkan kebijakan reformasi ke depan, jadi bukan menangani kasus. Tadi malam, saya sendiri sudah WA ke Refly Harun, saya sampaikan, ini kesimpulan rapat sebaiknya tidak usah, jadi tolong dikasih tahu (Roy Suryo Cs) tidak usah datang," ucap dia.
"You sampaikan saja aspirasi sekeras-kerasnya, kita dengar. Nggak usah ragu-ragu, nggk usah takut-takut, ngomong saja sekeras-kerasnya, pakai teriak-teriak boleh. Bicarakan bagaimana memperbaiki kepolisian dengan kasus ijazah palsu, boleh, silahkan, cuma orangnya (Roy Suryo Cs) nggak usah hadir. Nah, ternyata, dia tidak beri tahu pada tiga orangnya, Roy Suryo, Tifauziah, Rismon," tambahnya lagi.
Ketika tahu Roy Suryo Cs akhirnya datang, Jimly mengaku kaget sehingga diputuskan Roy Suryo Cs boleh duduk di bagian belakang, tapi tak diperbolehkan bicara.
"Saya kasih kesimpulan, apakah mau duduk di luar saja atau ya sudah pindah ke belakang tapi tidak boleh bicara. Mereka ini penjuang, sebagai pejuang mereka tidak mau, keluar WO (Walk Out). Saya sebagai Ketua Komisi menghargai sikap Refly Harun, itu aktifis sejati mesti gitu, dia tegas, tapi kita juga mesti menghargai forum ini telah sepakat yang tersangka jangan, walaupun aspirasi tetap kita dengar kita bicarakan," katanya.
Kekecewaan Rismon Cs
Sebelumnya diberitakan, Pakar digital forensik, Rismon Hasiholan Sianipar mengeluhkan pihaknya hendak menyampaikan keberatan atas proses hukum kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) yang mereka anggap sebagai kriminalisasi, namun justru dibatasi.
Rismon Sianipar menilai Komisi Percepatan Reformasi Polri tidak memberikan ruang setara.
"Tanpa pertanyaan ya, langsung. Jadi benar dikatakan Pak Roy Suryo dan Bang Refly (Harun) bahwa kami tadi sudah masuk, tetapi ada dua opsi. Diminta keluar langsung atau berada di barisan belakang tapi tidak ngomong. Kami kan di sini bukan untuk menjadi penonton Prof. Jimly, iya kan? Nah, terkait dengan tadi juga kami keberatan," ujar Rismon, kepada wartawan di PTIK, Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2025).
"Kenapa kalau kami bawa ini kasus kriminalisasi terhadap kami, akademisi, peneliti, dan aktivis, di situ ada juga Profesor Otto Hasibuan yang dari kantor pengacaranya mendampingi atau menjadi PH dari pelapor, Joko Widodo ya. Jadi itu tidak fair," sambungnya.
Rismon juga menunjukkan sejumlah dokumen seperti Jokowi’s White Paper hingga buku mengenai dugaan rekayasa barang bukti digital.
"Kami komplain kepada Profesor Jimly. Kenapa? sedangkan jurnalis saja kalau apa sebisa mungkin cover both sides. Mendengar cerita dari dua sisi. Nah, kenapa ini yang namanya Komite Reformasi Polri tidak mau mendengarkan cerita dari sisi kami? Sementara Otto Hasibuan ada di ruangan itu yang bisa menyuplai data atau informasi sesuai dengan versi mereka, gitu kan," kata dia.
Baca juga: Dokumen Ijazah Jokowi Lenyap dari Penyimpanan, KPU RI Beralasan Gedung Arsip Sempat Pindah
"Nah inilah yang kami komplain kepada Pak Prabowo Subianto ya dengarkanlah Pak, ya. Jangankan tersangka, harusnya terpidana pun bisa didengarkan. Enggak ada undang-undang melarang itu. Yang kedua kami tadi juga menyerahkan Jokowi’s White Paper ya kepada 11 ya. Sebelas komisioner masing-masing satu," lanjutnya.
Alasan Walk Out
Di sisi lain, pakar telematika Roy Suryo menyatakan, keputusan walk out diambil secara kolektif.
"Jadi kehadiran kami itu tanpa kemudian mengecilkan semua tim yang ada, tanpa kemudian menafikan segala yang ada. Makanya kami datang atas nama pribadi-pribadi RRT dan atas nama Bang RH dan kemudian teman-teman lain secara pribadi dan secara pertemanan. Yang kedua yang penting adalah, benar kata Bang RH," ucap Roy.
"Tadi kami diberikan pilihan oleh Prof Jimly untuk eh tetap duduk di dalam ya, tapi kemudian tidak boleh bicara atau keluar. Nah, karena pilihan itu maka kami sepakat. Tadinya saya juga bilang, “Mau di dalam aja gimana?” Tapi karena teman-teman bilang, “Keluar aja.” Oke," sambung dia.
Lebih lanjut, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu kemudian menyerahkan kepada masyarakat untuk menilai terhadap Komisi Percepatan Reformasi Polri.
"Maka kami sepakat untuk walk out ya. Jadi kami sekarang serahkan kepada masyarakat apa penilaian masyarakat pada tim yang harusnya menerima kami selaku semua yang ada. Dan kami sebenarnya juga tidak nyaman kalau kemudian eh kami keluar, karena apa? Di dalam juga ada yang eh ada hubungan langsung dengan pelapor gitu loh," katanya.
Baca juga: Denny Indrayana Sentil UGM yang Tak Bisa Tunjukkan Salinan Ijazah Jokowi saat Sidang KIP
"Oh iya. Jadi saudara lawyer yang namanya Otto Hasibuan itu ada di dalam. Meskipun Otto Hasibuan itu adalah anggota eh apa eh tim dari reformasi tapi kan harusnya juga tahu diri bahwa dia sebenarnya adalah bagian dari tim itu," lanjut Roy.
Sebelumnya, Roy Suryo bersama Rismon Hasiholan Sianipar dan Tifauziah Tyassuma alias dr Tifa mendatangi PTIK Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Adapun kedatangan mereka adalah untuk mengikuti audiensi Komisi Percepatan Reformasi Polri pada Rabu (19/11/2025).
Mereka datang bersama Refly Harun, yang menginisiasi pertemuan tersebut.
Namun, ketiganya memilih walk out usai tidak diperkenankan berbicara dalam audiensi karena status mereka sebagai tersangka.
“Tadi kami diberikan pilihan oleh Prof. Jimly untuk tetap duduk di dalam tapi tidak boleh bicara, atau keluar. Maka kami sepakat keluar saja, maka kami sepakat untuk walk out ya," ujar Roy Suryo di PTIK.
Latar Belakang Audiensi
Roy Suryo menjelaskan dirinya, Rismon, dan Tifa hadir atas ajakan atau undangan Refly Harun untuk menyampaikan keberatan terkait dugaan kriminalisasi yang menyebabkan mereka ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya.
Sementara itu, Refly Harun mengatakan audiensi ini awalnya direncanakan untuk membahas penetapan status tersangka terhadap Roy Suryo dkk.
Ia menghubungi Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshidiqie, yang menyetujui permintaan audiensi tersebut.
Menurut Refly, surat permohonan audiensi memang tidak mencantumkan nama Roy Suryo, Rismon, dan Tifa karena pada saat itu mereka tengah mempersiapkan pemeriksaan sebagai tersangka.
Namun, ia mengaku telah menanyakan langsung kepada Jimly mengenai kemungkinan ketiganya ikut hadir.
“Saya bilang sama Pak Jimly, bisa enggak RRT ikut? Karena asbabun nuzulnya kan soal kasus mereka sesungguhnya. Silakan, kan kamu yang nentukan. Ya ajak saja, yang lainnya terserah, ya sudah," tutur dia.
Perubahan Sikap Menjelang Audiensi
Refly mengungkapkan, pada Selasa (18/11/2025) malam, ia menerima pesan dari Jimly yang menyatakan Roy Suryo dkk tidak diperbolehkan masuk audiensi karena status tersangka.
“Pak Jimly mengabari saya lewat WA bahwa RRT tidak boleh masuk. Saya sengaja tidak memberi tahu mereka karena saya menilai ini lembaga aspiratif, tidak seharusnya langsung menghukum orang. Status tersangka itu belum berarti bersalah,” ujarnya.
Refly mengatakan ia tetap membawa Roy Suryo dkk ke PTIK karena menilai mereka berhak menyampaikan pendapat.
Namun setibanya di lokasi, mereka diberi pilihan untuk hadir tanpa boleh bicara atau meninggalkan ruangan. Mereka kemudian memilih keluar.
“Ketika datang, Pak Jimly tampak kaget. Lalu diberikan pilihan: duduk di belakang tanpa bicara atau keluar. Mereka memilih keluar,” kata Refly. (m31)
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp
| Ada Fenomena Air Laut Pasang, Pintu Air Pasar Ikan Berstatus Bahaya |
|
|---|
| Rumah dan Tempat Usaha Fotokopi di Cengkareng Jakarta Barat Terbakar, Api Muncul dari Kamar Kosong |
|
|---|
| Pelanggaran Ini Paling Banyak yang Dilakukan Pengendara saat Terjaring Operasi Zebra 2025 di Jakarta |
|
|---|
| Perumda Pasar Jaya Sudah Turunkan Harga Sewa Kios Pasar Pramuka Hingga 54 Persen |
|
|---|
| Isu Pakan Harimau Dibawa Pulang, Pramono Anung Segera Tinjau Ragunan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/Jimly-Asshiddiqie-mengungkap-alasan-pihaknya-melarang-Roy-Suryo-Cs.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.