Berita Jakarta

Koalisi UMKM Jakarta Serahkan Petisi Tolak Raperda Kawasan Tanpa Rokok

Pelaku UMKM Jakarta menolak Raperda KTR, khawatir aturan baru picu pungli dan bebani warteg serta pedagang kecil.

Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Dwi Rizki
Warta Kota
RAPERDA KTR - Koalisi UMKM Jakarta, yang menaungi para pedagang kaki lima hingga pelaku usaha kecil seperti warung kelontong, warteg, asongan, dan penjual kopi keliling, menyerahkan petisi penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) kepada DPRD DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat pada Selasa (18/11/2025). 

"Mohon maaf untuk pansus ini enggak terlalu hafal, tetapi Alhamdulillah hari ini ada ketua DPRD. Jadi, Pak Ketua DPRD, mohon, silakan," katanya.

Merespon Pramono, Khoirudin, Ketua DPRD DKI Jakarta kembali menegaskan bahwa kawasan tanpa rokok, bukan melarang aktivitas merokok, tapi pembatasan untuk para perokok, utamanya di lingkungan pendidikan.

"Karena ini adalah lembaga pendidikan, calon-calon pemimpin masa depan yang harus steril. Yang kedua, untuk lembaga kesehatan dan lain-lain. Namun demikian, untuk tempat-tempat tertentu di tempat hiburan, kafe, itu dibolehkan. Jangan sampai merokoknya para perokok bisa mengganggu kesehatan orang lain," jelas Khoirudin. 

Menanggapi terkait larangan penjualan, Khoirudin menegaskan aktivitas jual rokok masih diperbolehkan.

"Kalau untuk berdagang, kan, masih boleh. Berdagang boleh. Iya, masih boleh di tempat hiburan seperti itu ya," jelas dia.

Sebelumnya, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), M. Rizal Taufikurahman menilai berbagai pelarangan tersebut bisa menekan aktivitas pedagang kecil dan memutus rantai ekonomi rakyat. 

Pasal-pasal pelarangan penjualan dalam Raperda KTR DKI Jakarta, menurut pandangan Rizal, mengabaikan realitas sosial-ekonomi urban yang selama ini bertumpu pada perputaran sektor informal. 

"Jangan lupa bahwa pedagang kecil merupakan bantalan ekonomi Jakarta. Jika larangan penjualan diterapkan, efek domino negatifnya mencakup turunnya omzet, lesunya daya beli, dan meningkatnya pengangguran terselubung. Kondisi ini bisa menekan stabilitas sosial dan memperlebar kesenjangan ekonomi di tingkat bawah," jelas Rizal.

Penindasan

Pada kesempatan sebelumnya, Ngadiran, Ketua Dewan Pertimbangan Wilayah Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (DPW APPSI) DKI Jakarta bersikukuh bahwa legislatif harus tetap mencabut pasal-pasal pelarangan penjualan rokok.

Baca juga: Pengusaha Minta Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Hiburan Malam Dilakukan Realistis

Mulai dari penerapan zona pelarangan penjualan rokok radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, pelarangan pemajangan, perluasan kawasan tanpa rokok hingga pasar tradisional, pasar rakyat hingga kewajiban memiliki izin berusaha khusus bagi penjualan rokok. 

Menurut Ngadiran, bukan sekadar diperlonggar, pasal-pasal tersebut harus dianulir dari Raperda KTR. 

“Jika DPRD DKI Jakarta tetap memaksakan pasal-pasal pelarangan yang berkaitan dengan penjualan, kami akan turun," ucapnya, Sabtu (25/10/2025). 

Baca juga: Fraksi PSI Minta Rumah Pemotongan Hewan dan Puskeswan Masuk Kawasan Tanpa Rokok

"Semua pelarangan dalam Raperda KTR itu sangat menyusahkan pedagang kecil, pengecer, asongan, dan lainnya," imbuhnya. 

"Kami sebagai wadah pedagang pasar tradisional dan UMKM, minta betul-betul agar pasal tersebut dibatalkan," tegas Ngadiran.

Sumber: Warta Kota
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved