Sebagai contoh, seorang warganet mengunggah konten berupa tulisan, gambar ataupun video yang dimuat di akun sosial medianya.
Baca juga: SBY: Saya akan Jadi Benteng Partai Demokrat, Ini Sumpah dan Kesetiaan di Hadapan Tuhan!
Konten itu pun nantinya akan dianalisa oleh petugas virtual police.
Jika dianggap melanggar, petugas virtual police akan menyimpan unggahan itu untuk meminta pendapat para ahli di bidang ITE hingga pidana.
Nantinya, para ahli yang akan menentukan apakah ada unsur pidana di balik unggahan tersebut.
Baca juga: SOS Children’s Villages dan HSBC Lanjutkan Kerja Sama Bantu Anak dan Remaja Bangkit dari Pandemi
"Setelah ada laporan informasi, ada screenshotnya."
"Kita juga minta pendapat ahli, ada ahli pidana, ahli bahasa, dan ahli ITE."
"Misal dari ahli menyatakan ini bisa menjadi suatu pelanggaran pidana, bisa penghinaan atau fitnah, kemudian diajukan ke Direktur Siber," terangnya.
Baca juga: SBY Bilang GPK Partai Demokrat Masih Kucing-kucingan, Kini yang Disasar Bukan Ketua DPD dan DPC
Selanjutnya, Direktur Siber atau pejabat yang ditunjuk akan memberikan pengesahan untuk menegur warganet yang melanggar UU ITE tersebut.
Barulah petugas virtual police akan menegur pelanggar melalui pesan pribadi.
"Setelah dia memberikan pengesahan, baru kita japri ke akun, jadi resmi kirimnya."
Baca juga: Penggeledahan KPK di Rumah Ihsan Yunus Nihil Hasil, MAKI: 2 Bulan Baru Geledah Mau Dapat Apa?
"Jadi tahu ada dari polisi yang kirim."
"Sekali kita kirimkan dengan harapan bisa dihapus."
"Sehingga nanti orang yang dituju itu tidak merasa terhina."
Baca juga: BREAKING NEWS: Presiden Jokowi Dilaporkan ke Bareskrim Polri karena Timbulkan Kerumunan di NTT
"Jadi ini edukasi yang kita berikan pada masyarakat lewat patroli siber," bebernya.
Polri juga telah menyiapkan skema seandainya pelanggar menolak bersalah atas unggahannya tersebut.