"Bila membandel dalam proses, andai ada yang melapor atau menurut analisa dan prediksi petugas berpotensi terhadap disintegrasi bangsa."
"Gangguan terhadap stabilitas nasional, intoleran, menimbulkan terjadinya konflik sosial, (pemanggilan) klarifikasi dapat dilakukan saat itu," jelasnya.
Namun demikian, pihak Polri tetap mengedepankan penyelesaian masalah UU ITE dengan cara mediasi atau restorative justice.
Baca juga: Dipecat Demokrat karena Dukung KLB, Ketua DPC Kabupaten Tegal Minta Uang Rp 500 Juta Dikembalikan
"Silakan aja (mendebat) kan semua ada risikonya."
"Sepanjang personal kan harus pihak yang dirugikan yang melapor."
"Andai dilaporkan juga terbuka ruang mediasi," paparnya.
Edukasi
Virtual police menjadi salah satu program Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Kebijakan itu merupakan upaya preventif untuk meminimalisir penegakan hukum terkait pelanggaran UU ITE.
Nantinya, para warganet yang dianggap telah melanggar UU ITE, akan mendapatkan teguran berupa pesan pribadi ke akun sosial medianya.
Baca juga: SBY: Partai Demokrat Not For Sale! Kami Tidak Tergiur dengan Uang Anda
Isinya, edukasi pasal pidana yang dilanggar terkait unggahan itu.
Dalam teguran itu, polisi dunia maya nantinya juga meminta pelanggar untuk menghapus konten tersebut.
Sebab, konten itu dianggap telah berimplikasi pidana jika dipertahankan.
Baca juga: Mahfud MD Siap-siap Perintahkan Polri, Kejaksaan, dan KPK Usut Dugaan Penyelewengan Dana Otsus Papua
"Jadi, dari pihak kepolisian memberikan edukasi dulu, memberitahukan, eh mas/mbak/bapak/ibu apa yang ditulis itu melanggar pidana."
"Jangan ditulis kembali, tolong dihapus ya. Misal seperti itu," jelas Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/2/2021).