Ini Respon KPK soal Sekdaprov DKI yang Dilaporkan atas Tuduhan KKN 

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan, laporan tersebut diterima pada pekan lalu dan akan ditelaah. 

Dia menyebut, surat pelaporan ke KPK itu merupakan surat kaleng, dan nama Wahyu dicatut oleh pihak tertentu. 

Disebutkan bahwa Wahyu Handoko merupakan ASN yang bertugas di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta. 

SGY yang mengenalnya, kemudian menemui langsung Wahyu Handoko dan menanyakan apakah benar dirinya pernah membuat serta mengirimkan surat laporan ke KPK terkait dugaan KKN yang melibatkan Sekdaprov Marullah Matali.

Baca juga: Sekdaprov DKI Dilaporkan ke KPK, Gerakan Kolaborasi Jakarta Tekankan Pentingnya Bukti Konkret 

"Dengan tegas dan jujur, Wahyu membantah tuduhan tersebut, dan dia menegaskan bahwa sama sekali tidak pernah membuat, apalagi mengirimkan surat laporan ke KPK," tegas SGY pada Jumat (16/5/2025). 

Atas situasi yang menyeret namanya, kata SGY, Wahyu akan mengambil langkah-langkah untuk memulihkan nama baiknya serta institusi tempat ia bekerja di BKD.

Pada Rabu, 14 Mei 2025, Wahyu Handoko telah melaporkan masalah ini ke Kepolisian Metro Jakarta Pusat. 

"Dia melaporkan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik, penistaan melalui tulisan, dan/atau pemalsuan surat yang dilakukan oleh pihak tak dikenal. Informasi ini saya konfirmasi langsung kepada Wahyu, dan dia membenarkan bahwa laporan tersebut sudah dilayangkan ke pihak kepolisian," jelas SGY. 

Menurut dia, Wahyu merasa dirugikan karena namanya dicatut sebagai pengirim surat kepada KPK.

Dalam surat tersebut, Wahyu disebut sebagai pelapor dugaan penyalahgunaan jabatan, kewenangan, serta korupsi yang dilakukan oleh Marullah, padahal Wahyu tidak pernah mengirim surat tersebut. 

"Pernyataan langsung dari ASN BKD Wahyu Handoko tersebut menjadi bukti kuat bahwa surat yang beredar tersebut adalah palsu, serta tidak dapat dipertanggung jawabkan subtansi atau makna surat kaleng tersebut," imbuhnya. 

"Saya menduga bahwa surat ini sengaja disebarkan untuk merusak harmonisasi birokrasi di bawah kepemimpinan Gubernur Pramono dan Wakil Gubernur Bang Doel, serta untuk menimbulkan dampak negatif lainnya, terutama program 100 hari kerjanya," lanjut SGY.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved