Kesehatan

Apa Itu Terapi Deep Brain Stimulation? Solusi Bagi Penderita Distonia dan Sindrom Tourette

Penderita distonia dan sindrom Tourette dengan tingkat keparahan berat dapat ditangani dengan terapi Deep Brain Stimulation (DBS).

Editor: Ahmad Sabran
HO
TERAPI DBS- Dr. dr. Rocksy Fransisca V. Situmeang, Sp.N menjelaskan tentang terapi Deep Brain Stimulation 

Diagnosis dan Evaluasi : Proses diawali dengan pemeriksaan MRI untuk memastikan tidak ada kelainan otak lain, seperti tumor atau riwayat stroke. Pasien juga menjalani serangkaian tes psikologis dan neurologis guna mengevaluasi kondisi secara menyeluruh.
Persiapan: Sebelum tindakan, pasien diminta mencukur rambut untuk meminimalkan risiko infeksi. Head frame dipasang di kepala untuk menentukan titik stimulasi di otak. Selanjutnya, dilakukan CT scan yang digabungkan dengan hasil MRI untuk penentuan lokasi pemasangan elektroda secara akurat.

Baca juga: Pramono Akan Datangi RDF Rorotan, Tindak Lanjuti Keluhan Warga Soal Bau Busuk


Tindakan Pemasangan: Elektroda DBS dipasang di area target otak, yaitu globus pallidus internus (GPI) untuk penderita distonia atau thalamus medial untuk sindrom Tourette. Selama operasi, pasien tetap sadar agar dokter dapat mengevaluasi efek stimulasi secara langsung

Pasca Tindakan: Pasien akan menjalani perawatan inap selama 3-5 hari untuk pemantauan kondisi. DBS akan diaktifkan dua minggu setelah pemasangan untuk memastikan hasil yang optimal.

Keberhasilan dan Harapan Masa Depan Terapi DBS
Menurut dr. Made, tingkat keberhasilan DBS di RS Siloam Lippo Village saat ini mencapai 78 persen-82 % , sejalan dengan data internasional. 

“Distonia memiliki peluang sembuh lebih tinggi dibandingkan dengan sindrom Tourette yang terkait dengan faktor psikologis. Namun, DBS tetap membantu meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan,” tambahnya.

DBS juga dapat dilakukan secara berkala jika efeknya mulai berkurang. “Baterai DBS dapat bertahan beberapa tahun tergantung jenisnya. Jika gejala mulai muncul kembali, pengaturan ulang dapat dilakukan atau baterai diganti,” jelas dr. Made.

Selain itu, pasien tetap perlu menjalani terapi dan kontrol rutin untuk memastikan bahwa stimulasi yang diberikan tetap optimal. Jika ada gejala yang belum terkontrol, dokter dapat menyesuaikan voltase stimulasi.

 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved