Pemilu 2024

Nama Jokowi Kerap Disebut dalam Gugatan Sengketa Pilpres 2024, Todung: Intinya Nepotisme

Ketua Tim Demokrasi dan Keadilan Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan inti persoalan Pilpres yang dihadapi saat ini adalah nepotisme. 

KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA
Ketua Tim Demokrasi dan Keadilan Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan inti persoalan Pilpres yang dihadapi saat ini adalah nepotisme.  

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ketua Tim Demokrasi dan Keadilan Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan inti persoalan Pilpres yang dihadapi saat ini adalah nepotisme. 

Hal ini setelah nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap disebut dalam permohonan perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden (PHPU Presiden) 2024, karena dianggap telah melahirkan abuse of power yang terkoordinasi. 

Permohonan PHPU paslon 03 Ganjar-Mahfud juga mempersoalkan penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pasalnya KPU menerima pendaftaran anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) tanpa mengubah peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2003 batas usia calon presiden (capres) dan cawapres adalah 40 tahun.

Sementara dasar pencalonan Gibran yang belum memenuhi batas usia minimal capres-cawapres 40 tahun adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/2023 dimana seseorang di bawah usia 40 tahun bisa menjadi capres cawapres bila menjabat kepala daerah hasil dari proses pilkada.

KPU menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres sebelum PKPU Nomor 19 Tahun 2003 diubah.

Padahal, putusan MK itu tidak berlaku surut dan KPU baru mengubah PKPU itu pada 3 November 2023.

Baca juga: Selaras Semangat Paskah, Todung Menaruh Asa pada MK: Semoga Jadi Juru Selamat Demokrasi Indonesia

“Ketika pendaftaran dilakukan batas minimal usia capres - cawapres masih 40 tahun. Itu kan tidak berlaku surut. Yang salah  adalah KPU. Tetapi banyak pihak menilai Jokowi di balik putusan MK,” kata Todung, Sabtu (30/3/2024).

Lebih lanjut dikatakan, MK yang kala itu diketuai Anwar Usman terlibat dalam hubungan yang nepotisme.

Anwar Usman adalah iparnya, sementara Gibran Rakabuming Raka adakah putra dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

“Nepotisme ini yang melahirkan berbagai penyalahgunaan kekuasaan untuk memenangkan paslon 02,” tukas Todung.

Kemudian Todung menyebut, kecurangan yang terjadi pada Pemilu 2024 sangat berbeda dengan pemilu yang dinilai demokratis yakni Pemilu 1999. 

Kala itu kata dia, lembaga pemantau pemilu asing  dari Amerika Serikat (AS), Australia, Filipina, Uni Eropa dan Jepang melakukan pengamatan pelaksanaan pemilu.

Mantan Presiden AS Jimmy Carter kala itu membawa delegasi dari AS dan setelah pelaksanaan pemilu memberi keterangan pers bahwa Pemilu 1999 telah berlangsung dengan sangat demokrasi, sedikit pelanggaran dan politik uang, sedikit intimidasi dan manipulasi.

“Tapi, yang kita lihat sekarang kecurangan terstruktur sistematis dan massif (TSM). Dan ini belum pernah terjadi. Setelah 1999, Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 oke, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak cawe-cawe,” jelas dia.

Baca juga: Gugatan Anies-Cak Imin Pemilu Ulang Tanpa Gibran Diyakini Sulit Dikabulkan MK, Ini Alasannya

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved