Pemilu 2024

Pengamat Desak KPU Tanya ITB Soal Sirekap, Neni Nur Hayati: Kontrak Pengadaannya juga Tertutup

Proses penghitungan suara KPU hingga kini gaduh, karena apliaksi Sirekap yang dianggap tidak mumpuni. Siapa yang buat aplikasi itu?

Editor: Valentino Verry
rmol.id
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati mendesak KOU segera bertanya ke ITB, pihak yang membuat aplikasi Sirekap. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera bertanya pada ITB (Institut Teknologi Bandung).

Sebab, ITB tak bisa lepas tangan begitu saja, mengingat aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilu (Sirekap) mereka yang buat.

Baca juga: Bawaslu Desak KPU Jelaskan ke Publik Alasan Hilangkan Diagram Perolehan Nasional Suara di Sirekap

Seperti diketahui, akibat aplikasi Sirekap, proses rekapitulasi penghitungan suara jadi gaduh.

Kini, KPU pun menghentikan penayangan perkembangan penghitungan suara pemilihan umum (Pemilu) 2024 lewat Sirekap.

Menurut Neni, persoalan teknis yang dialami Sirekap semestinya juga ditanyakan kepada pihak ketiga yang membuat aplikasi itu, yakni ITB.

"Seharusnya ketika sudah diketahui bermasalah langsung cepat tanggap menangani hal ini," kata Neni, Rabu (6/3/2024).

Baca juga: Bareskrim Soal Laporan TPDI dan Roy Suryo Berkaitan Sirekap KPU: Silahkan ke Bawaslu

"Tapi sejak awal kontrak pengadaannya saja dipertanyakan dan tidak terbuka kepada publik, ini semakin menimbulkan banyak kecurigaan," imbuhnya.

Menurut Neni, mestinya KPU tanggap dengan persoalan teknis terkait akurasi data pada formulir C.Hasil yang diunggah secara digital dan kemudian diolah oleh Sirekap.

Meski bukan menjadi acuan rekapitulasi yang sah menurut undang-undang, Neni menganggap keputusan menghentikan penayangan diagram pada Sirekap justru malah memicu persoalan baru, terutama soal menguatnya kecurigaan terhadap dugaan manipulasi suara.

"Sejak diketahui Sirekap bermasalah langsung seharusnya lakukan pembenahan secara serius meskipun memang itu hanya alat bantu. Menghilangkan chart pie tidak menyelesaikan permasalahan malah justru menambah permasalahan baru," ucapnya.

Neni juga menganggap keputusan tidak menampilkan diagram Sirekap justru membuat kecurigaan publik terhadap KPU sebagai salah satu lembaga penyelenggara Pemilu semakin menguat.

Neni juga menyarankan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mendorong KPU kembali memperlihatkan grafik atau diagram pada Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilu (Sirekap).

"Bawaslu seharusnya merekomendasikan agar Sirekap tetap bisa dipantau oleh publik karena itu adalah hak publik untuk tahu," katanya.

Menurut Neni, masyarakat berhak mengetahui sejauh mana proses penghitungan suara pada pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg).

Neni mengatakan, seharusnya jika Sirekap mengalami kendala teknis karena tidak akurat membaca data formulis C.Hasil yang ditulis tangan dan diunggah melalui foto digital, maka persoalan itu yang semestinya segera dicarikan solusi.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved