Imlek 2024
Tunggu Pembagian Angpao, Puluhan Orang Duduk di Emperan Jalan Sekitar Vihara Dharma Bakti
Mereka menunggu pembagian angpao dari warga beragam Budha yang selesai berinadah di vihara tersebut.
Penulis: Miftahul Munir | Editor: Feryanto Hadi
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Miftahul Munir
WARTAKOTALIVE.COM, TAMANSARI - Puluhan warga rela duduk tanpa alas di aspal depan Vihara Dharma Bakti, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat, Jumat (9/2/2024) malam.
Dari pantauan lokasi, mereka menunggu pembagian angpao dari warga beragam Budha yang selesai berinadah di vihara tersebut.
Bagi-bagi angpao merupakan tradisi warga beragama Budha saat perayaan tahun baru Imlek.
Ibu Mul (65) tinggal di kolong tol fly over Pasar Pagi Asemka sejak pagi tadi menunggu di depan Vihara Dharma Bakti.
Biasanya, kata Mul ada saja warga yang berbagi angpao kepada masyarakat di sekitar vihara.
Baca juga: Enggan Dipolitisasi, Vihara Boen Tek Bio Tiadakan Pertunjukan Barongsai saat Tahun Baru Imlek
Mul sendiri mengaku setiap tahun datang ke Vihara Dharma Bakti untuk mendapatkan uang.
"Biasanya ada yang isinya Rp 5.000, Rp 10.000. Beda orang beda ngasihnya," kata Mul kepada Wartakotalive.com, Jumat.
Mul menceritakan pengamalamannya pada Imlek tahun 2023, ia mendapatkan uang dalam sehari menunggu di Vihara Dharma Bakti sebesar Rp 40.000.
Baca juga: Menengok Prosesi Sembahyang Leluhur Orang Tionghoa Jelang Perayaan Tahun Baru Imlek
Wanita yang kenakan daster motif bunga itu mengaku, setiap Imlek ia selalu tidur diemperan dekat Vihara Dharma Bakti.
Ia tidak mau melewatkan momen pembagian angpao dari warga beragama Budha usai beribadah.
"Saya datang sendiri," imbuhnya.
Tradisi sembahyang leluhur di Bekasi
Jelang perayaan Tahun Baru Imlek 2575, Sabtu (10/2/2024) besok, warga Tionghoa di Bekasi melakukan ritual sembahyang para leluhur.
Pertama, teh. Kedua, kue. Ketiga, nasi. Keempat, sayuran. Kelima, buah. Segala jenis hidangan itu tersaji dalam bilangan ganjil di atas meja yang digunakan sebagai altar.
Di depan meja, seluruh keluarga berkumpul siap bertemu para leluhur. Sembahyang Sin Cia untuk memperingati Tahun Baru Imlek pun dimulai.
Liem Devi memimpin ibadah di Jumat siang itu (9/2). Dia menyalakan hio atau dupa, sementara peluh menetes di dahinya.
Udara Bekasi hari itu memang cukup panas. Titik-titik keringat sisa kesibukan mempersiapkan altar dan sesaji masih tampak jelas di wajah Liem Devi.
Dia menancapkan hio pertama di wadah abu. Lalu mengasapi pwa pwee—dua balok berwarna merah berbentuk setengah lingkaran yang terbuat dari kayu—untuk kemudian dijatuhkan ke tanah.
Baca juga: Ini Jadwal Perayaan Imlek di Vihara Dharma Bhakti Glodok, Bakal Dihadiri 500 Hingga 1.000 Jemaat
Diketahui, pwa pwee dipercaya bisa menjadi alat untuk berkomunikasi dengan arwah leluhur. Maka, tiap hasil melempar pwa pwee memiliki arti.
“Satu dupa, lalu langsung kita tanya ‘Mama udah ada di sini belum?’ Lalu kita lepas (pwa pwee). Kalau satu tengkurap dan satu telentang, berarti dia (arwah mama) sudah ada di sini duduknya,” ucap Liem Devi kepada Wartakotalive.com, di kediamannya.
Apabila kedua balok pwa pwee telentang, artinya sang arwah leluhur tertawa (chiopue). Namun jika keduanya telungkup, maka maknanya negatif, yakni sang arwah marah atau tidak setuju (imbue).
“Menurut tradisi ya, kalau marah, mungkin ada kekurangan dalam persiapan atau hal lain,” jelas dia.
Satu per satu anggota keluarga lain giliran berdoa, membakar hio berjumlah ganjil hingga puluhan tertancap sudah di masing-masing altar.
Baca juga: Hormati Etnis Tionghoa, Kampanye Akbar Prabowo-Gibran di GBK Semarak Ornamen Imlek
Seluruh keluarga berkumpul, yang hidup atau arwah mereka yang sudah mati. Semua menyambut datangnya Tahun Baru Imlek, tahun naga kayu yang penuh keberuntungan dan kesuksesan.
Setidaknya itulah yang mereka percayai. Sebelum bubar, perempuan berusia 48 tahun itu kembali melemparkan pwa pwee untuk terakhir kali.
Bertanya, apakah arwah kakek-nenek, ibu, dan suaminya siap kembali ke surga. Satu balok telungkup, balok lainnya telentang. Jawaban iya sudah diberikan.
Sembahyang hari itu ia tutup dengan membakar surat jalan dan kertas duit-duitan. Surat jalan agar lancar perjalanan pulang para arwah, sementara kertas duit-duitan menjadi bekal di dunia sana.
Di meja altar, abu hio berserakan. Menggenang di dalam cangkir teh, jatuh di atas kue-kue. Sembahyang ziarah hari itu usai. Esok mereka bisa tenang dan senang menyambut tahun baru.(m27)
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.
| Jeruk Kimkit Impor Jadi Primadona saat Perayaan Imlek, Pedagang di Meruya Kebanjiran Orderan |
|
|---|
| Untung Besar, Pedagang Ornamen Imlek di Tangerang Raup Omzet Rp 20 Juta per Hari |
|
|---|
| Sudah Modal Naik Bajaj ke Vihara Toa Se Bio, dari Pagi sampai Sore Sulimah Tak Kunjung Dapat Angpao |
|
|---|
| Sejarah Singkat Vihara Toa Se Bio: Klenteng Duta Besar yang Jadi Nama Jalan di Zaman Hindia Belanda |
|
|---|
| Pertunjukan Barongsai di The Bellezza Permata Hijau Disambut Antusias Pengunjung |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.