Imlek

Menengok Prosesi Sembahyang Leluhur Orang Tionghoa Jelang Perayaan Tahun Baru Imlek

Jelang perayaan Tahun Baru Imlek 2575, Sabtu (10/2/2024) besok, warga Tionghoa di Bekasi melakukan sejumlah ritual sembahyang untuk para leluhur.

Warta Kota/Yolanda Putri Dewanti
Jelang perayaan Tahun Baru Imlek 2575, Sabtu (10/2/2024) besok, warga Tionghoa di Bekasi melakukan ritual sembahyang para leluhur. 

WARTAKOTALIVE.COM, BEKASI - Jelang perayaan Tahun Baru Imlek 2575, Sabtu (10/2/2024) besok, warga Tionghoa di Bekasi melakukan ritual sembahyang para leluhur.

Pertama, teh. Kedua, kue. Ketiga, nasi. Keempat, sayuran. Kelima, buah. Segala jenis hidangan itu tersaji dalam bilangan ganjil di atas meja yang digunakan sebagai altar. 

Di depan meja, seluruh keluarga berkumpul siap bertemu para leluhur. Sembahyang Sin Cia untuk memperingati Tahun Baru Imlek pun dimulai.

Liem Devi memimpin ibadah di Jumat siang itu (9/2). Dia menyalakan hio atau dupa, sementara peluh menetes di dahinya.

Udara Bekasi hari itu memang cukup panas. Titik-titik keringat sisa kesibukan mempersiapkan altar dan sesaji masih tampak jelas di wajah Liem Devi.

Dia menancapkan hio pertama di wadah abu. Lalu mengasapi pwa pwee—dua balok berwarna merah berbentuk setengah lingkaran yang terbuat dari kayu—untuk kemudian dijatuhkan ke tanah.

Baca juga: Ini Jadwal Perayaan Imlek di Vihara Dharma Bhakti Glodok, Bakal Dihadiri 500 Hingga 1.000 Jemaat

Diketahui, pwa pwee dipercaya bisa menjadi alat untuk berkomunikasi dengan arwah leluhur. Maka, tiap hasil melempar pwa pwee memiliki arti.

“Satu dupa, lalu langsung kita tanya ‘Mama udah ada di sini belum?’ Lalu kita lepas (pwa pwee). Kalau satu tengkurap dan satu telentang, berarti dia (arwah mama) sudah ada di sini duduknya,” ucap Liem Devi kepada Wartakotalive.com, di kediamannya.

Apabila kedua balok pwa pwee telentang, artinya sang arwah leluhur tertawa (chiopue). Namun jika keduanya telungkup, maka maknanya negatif, yakni sang arwah marah atau tidak setuju (imbue).

“Menurut tradisi ya, kalau marah, mungkin ada kekurangan dalam persiapan atau hal lain,” jelas dia.

Satu per satu anggota keluarga lain giliran berdoa, membakar hio berjumlah ganjil hingga puluhan tertancap sudah di masing-masing altar.

Baca juga: Hormati Etnis Tionghoa, Kampanye Akbar Prabowo-Gibran di GBK Semarak Ornamen Imlek

Seluruh keluarga berkumpul, yang hidup atau arwah mereka yang sudah mati. Semua menyambut datangnya Tahun Baru Imlek, tahun naga kayu yang penuh keberuntungan dan kesuksesan.

Setidaknya itulah yang mereka percayai. Sebelum bubar, perempuan berusia 48 tahun itu kembali melemparkan pwa pwee untuk terakhir kali. 

Bertanya, apakah arwah kakek-nenek, ibu, dan suaminya siap kembali ke surga. Satu balok telungkup, balok lainnya telentang. Jawaban iya sudah diberikan.

Sembahyang hari itu ia tutup dengan membakar surat jalan dan kertas duit-duitan. Surat jalan agar lancar perjalanan pulang para arwah, sementara kertas duit-duitan menjadi bekal di dunia sana.

Di meja altar, abu hio berserakan. Menggenang di dalam cangkir teh, jatuh di atas kue-kue. Sembahyang ziarah hari itu usai. Esok mereka bisa tenang dan senang menyambut tahun baru.(m27)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved