Raperda Penyelenggaraan Sistem Pangan Jakarta Diharap Mampu Jamin Stabilitas Harga

Adanya payung hukum juga memberikan kepastian bahwa seluruh penduduk yang tinggal di Jakarta tidak mengalami kendala dalam memenuhi kebutuhan pangan.

Istimewa
Rapat paripurna penyampaian pandangan Fraksi-Fraksi DPRD Provinsi DKI Jakarta terhadap usulan Raperda tentang Penyelenggaraan Sistem Pangan. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Jakarta masih mengandalkan pasokan ketersediaan pangan sebesar 98 persen dari luar daerah.

Situasi tersebut diakui Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono di depan forum rapat paripurna DPRD DKI Jakarta beberapa waktu lalu.

Dengan demikian, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membutuhkan payung hukum yang diproyeksikan akan dapat menjadikan Jakarta memiliki ketahanan pangan dengan berbagai upaya.

Adanya payung hukum juga memberikan kepastian bahwa seluruh penduduk yang tinggal di Jakarta tidak mengalami kendala dalam memenuhi kebutuhan pangan.

Payung hukum tersebut adalah Raperda tentang Penyelenggaraan Sistem Pangan. Satu dari sejumlah Raperda yang ada dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) tahun 2023. Rancangan beleid tersebut ditarget rampung hingga akhir tahun ini.

DPRD DKI Jakarta berharap, Pemprov DKI Jakarta juga perlu mengatur detail mengenai mekanisme kontrol harga komoditas pangan pada perumusan Raperda di Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) nantinya.

Setidaknya, tiga fraksi di DPRD DKI Jakarta mengharapkan hal tersebut dalam rapat paripurna penyampaian pandangan fraksi terhadap penyampaian pidato Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengenai Raperda tentang Pengelenggaraan Sistem Pangan, beberapa waktu lalu.

Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta dalam pandangannya meminta agar Raperda Penyelenggaraan Sistem Pangan mampu melakukan fungsi kontrol harga pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat pada saat musim kemarau, dan hari besar seperti bulan Ramadan, serta Hari Raya.

“Fraksi PKS meminta agar dalam Perda Penyelenggaraan Sistem Pangan ini juga diarahkan untuk mendorong kestabilan harga pangan terutama pada situasi-situasi tertentu,” ujar Israyani.

Hal senada juga diungkap Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta William Aditya Sarana.

Ia meminta pengaturan kestabilan harga terakomodir dalam Raperda tentang Penyelenggaraan Sistem Pangan untuk menanggulangi gejolak harga sewaktu-waktu.

“Perlu kami ingatkan dalam peranannya menjaga harga pangan, Pemprov DKI perlu mempertimbangkan untuk memiliki standar formulasi yang jelas dan transparan dalam penetapan harga pembelian cadangan pangan,” ucapnya.

Anggota Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta Jamaludin juga mengimbau Pemprov menyiapkan regulasi untuk mengontrol harga pangan dan melakukan pemantauan menjaga stabilitas harga.

“Berharap Pemprov DKI mengatur regulasi untuk mengontrol harga pangan yang mencegah peningkatan harga yang tiba-tiba,” tuturnya.

Pemprov DKI komitmen bangun ketahanan pangan

Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyampaikan, diusulkannya Raperda tentang Penyelenggaraan Sistem Pangan untuk dibahas dan disahkan DPRD DKI Jakarta merupakan bentuk komitmen kuat untuk membangun ketahanan pangan di seluruh wilayah, sehingga warga Jakarta dapat tercukupi jumlah dan kualitas kebutuhan pangannya.

“Dengan disahkannya Peraturan Daerah ini diharapkan dapat memberikan kepastian bahwa seluruh penduduk yang tinggal di DKI Jakarta tidak mengalami kendala dalam upaya memenuhi kuantitas serta kualitas pangan sesuai dengan kebutuhan dan preferensinya. Serta mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga wajar dan terjangkau,” ujar Heru dalam pidatonya di rapat paripurna DPRD DKI Jakarta.

Provinsi DKI Jakarta, dikatakannya merupakan wilayah dengan karakteristik kota metropolitan yang menjadi pusat perdagangan, aktivitas keuangan dan tulang punggung perekonomian nasional.

Hal ini menjadi daya tarik bagi sebagaian besar Masyarakat Indonesia untuk tinggal dan bermukim di Jakarta.

Besarnya jumlah penduduk DKI Jakarta menghadirkan tantangan yang kompleks, diantaranya penyediaan pangan, kelancaran sarana transportasi dan fasilitas pendukung lain seperti hunian, air bersih, pengelolaan sampah dan sebagainya.

Sementara ia mengakui bahwa, ketersediaan pangan di Provinsi DKI Jakarta sebesar 98 persen berasal dari pasokan luar daerah.

"Tantangan utama terkait pangan yang terjadi di DKI Jakarta antara lain, satu jumlah penduduk yang besar dan ketergantungan pangan dari wilayah lain menyebabkan Jakarta memerlukan cadangan pangan pokok yang cukup dan jaminan supply yang memadai (tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu dan tepat harga)," ujar Heru.

Kedua, lanjutnya masalah pangan yang dihadapi oleh penduduk DKI Jakarta dari kelompok rentan rawan pangan seperti masyarakat berpendapatan rendah, miskin dan anak-anak terlantar memerlukan penanganan berkelanjutan sehingga DKI Jakarta perlu menjamin ketersediaan program bantuan pangan bagi kelompok tersebut.

"Ketiga, kehilangan makanan dan sampah makanan (food loss and food waste) menjadi masalah serius seiring meningkatkan jumlah hotel, restoran dan kafetaria serta sampah makanan rumah tangga," ungkap Heru.

Berdasarkan data KLHK tahun 2022, produksi sampah DKI Jakarta adalah sebanyak 3,11 juta ton dengan 25,5 persen diantaranya merupakan sisa makanan.

"Sementara itu, masih terdapat kelompok Masyarakat yang mengalami kesulitan akses makanan," tandas Heru. (*/dip)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved