Pilpres 2024

Ini Pidato Anwar Usman, Ketua MK Ipar Jokowi yang Dinilai Langgar Kode Etik dan Peraturan MK

Berikut pidato Ketua MK Anwar Usman, ipar Jokowi soal batas usia minimal capres-cawapres yang diduga melanggar kode etik dan Peraturan MK

|
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang juga ipar Presiden Jokowi dituding melanggar kode etik dan Peraturan MK karena menyinggung soal uji materil batas usia capres-cawapres yang kini masih ditangani MK dalam pidatonya. Berikut pernyataan Anwar Usman yang diduga melanggar kode etik dalam sebuah kuliah umum di salah satu kampus di Semarang, Jawa Tengah, September 2023 lalu. 

"Di sana di take down, yah bersuara di sini. Gampang kan, sekarang suara-suara sulit dibungkam." tulisnya dalam cuitannya di akun X (Twitter), dikutip Tribun-Medan.com, Rabu (11/10/2023). 

Dalam cuitan selanjutnya, ia merasa heran lantaran MK yang dipimpin adik ipar Jokowi, Anwar Usman belum juga memberi putusan atas gugatan yang dilayangkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada 16 Maret 2023.

Denny Siregar turut curiga ada lobi-lobi dari pihak tertentu untuk meloloskan anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.

“Apa sih yang ditunggu? Atau benar isu selama ini kalo ada yang lobi-lobi dari sebelah supaya bisa meloloskan seorang anak?” tanyanya lewat media sosial X, Selasa (10/10).

Dalam cuitan lainnya, Denny bahkan memperingatkan MK untuk tidak membuat keputusan yang aneh-aneh jelang pendaftaran capres-cawapres yang akan dibuka KPU pada 19 Oktober nanti.

Secara tegas, Denny juga mengatakan bahwa sorotan ini disampaikan bukan karena dia takut Gibran menjadi cawapres dan kemudian mengalahkan jagoannya di Pilpres 2024.

Tapi, karena dia khawatir hukum dijadikan permainan.

“Banyak yg salah paham kalo gua takut si anak jadi Cawapres dan kalahkan Capres lainnya. Bukan. Bukan itu poinnya,”

“Yang gua takut ketika hukum dipakai untuk meloloskan si anak, hukum itu juga punya potensi untuk memenangkan si anak ketika terjadi perselisihan angka,”

“Kalau hukum sudah berpihak, maka tidak ada wasit dalam pertandingan. Sama aja kayak sepakbola gajah yang semuanya diatur supaya si A menang.. Lalu buat apa ada pertandingan ?,” lanjutnya dalam cuitannya.

Dalam cuitan selanjutnya, Denny Siregar mengabarkan kalau dirinya telah keluar dari kanal YouTube Cokro Tv. 

"Perhari ini saya secara resmi keluar dari @cokro_tv, channel yang saya dirikan sejak awal dan saya bangun bersama kawan-kawan dari nol sampe besar," tulisnya. 

Secara tersirat Denny keluar dari Cokro Tv agar bisa lebih bebas dalam bersuara. 

Baca juga: Gibran Jujur Soal Cawapres Prabowo: Tunggu Putusan MK saja, Pengamat: Anwar Usman Harus Hati-hati

"Saya tetap ada di @2045Tv dan mungkin bikin channel baru supaya bisa bebas dan merdeka dalam bersuara. Markira, mari kita terus bersuara demi tegaknya hukum di negara demokrasi ini," tukasnya. 

Selanjutnya dalam cuitannya yang terakhir, ia juga menuliskan bahwa menjadi pendukung Ganjar Pranowo itu berat.

“Membela @Ganjarpranowo itu berat. Kamu gak akan kuat. Biar kami saja..,” pungkasnya dengan emotikon tertawa.

Terbaru dalam cuitannya Denny Siregar menyoroti MK sebagai Mahkamah Keluarga yang sempat trending di media sosial X (twitter).

"Kenapa ini ada trending Mahkamah Keluarga ya?" sindir Denny.

Sebelum Denny hengkang dari Cokro TV, Ade Armando sudah lebih dulu.

Ade Armando ditendang dari Cokro TV karena dinilai kerap mengkritik PDIP.

Pakar Hukum Tata Negara Laporkan Ketua MK

Pakar Hukum Tata Negara yang juga politisi Partai Demokrat, Denny Indrayana mengatakan pada tanggal 27 Agustus 2023, dirinya sudah mengadukan pelanggaran kode etik Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman karena masih juga menjadi hakim atau tidak mundur, dalam perkara uji konstitusionalitas syarat umur capres-cawapres.

Pelaporan dilayangkan Denny Indrayana ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

Namun kata Denny Indrayana, laporannya tidak digubris karena Anwar Usman adalah adik ipar Presiden Jokowi.

"Pada 27 Agustus 2023, saya menyampaikan pengaduan dugaan pelanggaran Kode Etik oleh Ketua MK Anwar Usman, Ipar Presiden Jokowi, karena masih juga menjadi hakim, tidak mundur, dalam perkara uji konstitusionalitas syarat umur capres-cawapres," kata Denny lewat akun X (Twitternya) @dennyindrayana, Jumat (13/10/2023).

"Padahal permohonan itu berkaitan langsung dengan peluang Gibran Jokowi sebagai paslon dalam Pilpres 2023. Laporan lengkap saya bisa diakses di: https://integritylawfirms.com/indonesia/2023/08/30/pelaporan-anwar-usman-dugaan-pelanggaran-kode-etik-dan-perilaku-hakim-konstitusi/…," katanya.

"Alhamdulillah, laporan pengaduan saya tidak ada kabarnya, apalagi diproses sampai sekarang," ujar Denny.

Di sisi lain, kata Denny, MK juustru mengadukan dugaan pelanggaran etika dirinya ke Kongres Advokat Indonesia, dan secara cepat diproses oleh DPP KAI.

"Saya sendiri mengajukan penonaktifan sebagai Vice President KAI, dan mundur dari grup WA DPP KAI, agar proses pemeriksaan berjalan lebih fair," kata dia.

Sementara kata Denny, Anwar Usman tidak mau mundur sebagai hakim atas uji materil batas usia cawapres-capres, bahkan memberi komentar atas perkara yang ditanganinya dalam kuliah umum di kampus di Semarang, Jawa Tengah.

"Alih-alih mundur dari perkara syarat umur capres-cawapres, Anwar Usman justru memberi komentar soal perkara yang ditanganinya itu (lihat link video Narasi di bawah)," ujar Denny sambil menautkan link video @NarasiNewsroom.

Bocoran Putusan

Sebelumnya Denny Indrayana memberikan bocoran hasil putusan.

"Banyak yang menanyakan bocoran putusan MK soal syarat umur capres-cawapres kepada saya. Tentu sulit dan tidak boleh mendapatkan informasi dari dalam lingkungan MK, baik dari hakim konstitusi ataupun para pegawai MK," ungkap Denny Indrayana dalam status twitternya @dennyindrayana pada Selasa (11/10/2023).

"Karena itu, berikut saya sampaikan 'bocoran' dalam tanda kutip, putusan tersebut, yang saya prediksi akan dibacakan pada Senin (16/10/2023) depan," tambahnya.

Dalam postingannya, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu ingin membuktikan argumentasi bahwa, 'tidak mustahil untuk memprediksi putusan Mahkamah Konstitusi' berdasarkan kecenderungan putusan-putusan sebelumnya, dan positioning politik para hakim konstitusi.

Melihat kecenderungan putusan MK atas perkara terkait pemilu dan antikorupsi, khususnya dalam putusan soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dan UU Ciptaker, yang komposisinya lima berbanding empat, alias 5 : 4 dissenting opinion, maka dirinya memprediksi putusan syarat umur capres-cawapres juga akan berujung pada angka yang sama.

Antara lain, lima hakim setuju mengabulkan, dan empat hakim menyampaikan pendapat berbeda alias memberikan dissenting opinion atau menolak permohonan.

"Saya menduga putusan bisa saja mengabulkan syarat umur menjadi 35 tahun; ATAU syarat umur tetap 40 tahun, namun dibuka kesempatan bagi 'yang telah berpengalaman sebagai kepala daerah'," jelas mantan Staf Khusus Presiden bidang Hukum, dan bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN itu.

Komposisi hakim MK yang berbeda pendapat antara lain:

1. Saldi Isra dan Suhartoyo akan tetap berada pada posisi dissenting opinion.

Keduanya sudah sejalan sejak lama, termasuk hanya berdua dissenting dalam soal syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

2. Wahiddudin Adams akan bersama Saldi dan Suhartoyo pada posisi berbeda pendapat.

Memasuki masa pensiun pada Januari tahun depan, menyebabkan Hakim Konstitusi Wahid menjadi nothing to lose, dan karenanya lebih konsisten menjatuhkan putusan secara merdeka (independen).

3. Posisi ke empat yang dissenting/berbeda adalah antara Enny Nurbaningsih atau Arief Hidayat.

Kalau Enny yang berbeda pendapat, berarti komposisi hakim yang dissenting opinion, akan sama dengan putusan masa jabatan KPK dan UU Ciptaker.

"Kemungkinan lain, saya memprediksi Arief Hidayat bisa masuk komposisi berbeda pendapat, lebih karena posisi politiknya, yang merupakan kompetitor dalam pemilihan Ketua MK yang baru lalu berhadapan dengan Anwar Usman, serta karena afiliasi organisasi massanya di GMNI, yang dikenal dekat dengan parpol tertentu (PDIP)," tulisnya.

Skenario yang juga patut dicermati, karena putusan ini sangat penting menyangkut kontestasi Pilpres 2024, dijelaskannya ada kemungkinan pula putusan akan sama kuat alias imbang, yakni 4:4 (empat berbanding empat) antara yang mengabulkan dan yang menolak permohonan.

Baca juga: Soal Batas Usia Capres-Cawapres, Ketua MK Analogikan Muhammad Al Fatih, Said Didu: dia PEMBOHONG!

Maka, yang menjadi penentu putusan menurut Pasal 45 ayat (8) UU MK adalah dimana posisi Ketua MK Anwar Usman, Ipar Presiden Jokowi.

Dirinya memprediksi Anwar Usman ada pada posisi mengabulkan permohonan, alias memberikan kesempatan kepada Gibran Rakabuming Raka menjadi kontestan (paslon) pada Pilpres 2024.

"Namanya juga 'bocoran' alias prediksi, tentu kepastiannya akan terlihat setelah putusan dibacakan. Kita lihat saja, apakah prediksi saya akan tepat," ungkap Denny Indrayana.

"Namun, tanpa dasar teori hukum konstitusi yang rumit, saya hanya ingin membuktikan bahwa tidaklah sulit untuk menduga arah putusan MK, dilihat dari kecenderungan pemikiran dan afiliasi politik para hakimnya, dan tentu saja dinamika politik yang mewarnai suatu permohonanan yang sarat dan kental dengan 'political question', semacam syarat umur capres-cawapres," bebernya. (Budi SL Malau)

Baca Wartakotalive.com lainnya di Google NEWS

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved