Pilpres 2024

Ini Pidato Anwar Usman, Ketua MK Ipar Jokowi yang Dinilai Langgar Kode Etik dan Peraturan MK

Berikut pidato Ketua MK Anwar Usman, ipar Jokowi soal batas usia minimal capres-cawapres yang diduga melanggar kode etik dan Peraturan MK

|
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang juga ipar Presiden Jokowi dituding melanggar kode etik dan Peraturan MK karena menyinggung soal uji materil batas usia capres-cawapres yang kini masih ditangani MK dalam pidatonya. Berikut pernyataan Anwar Usman yang diduga melanggar kode etik dalam sebuah kuliah umum di salah satu kampus di Semarang, Jawa Tengah, September 2023 lalu. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Pidato atau kuliah umum yang dilontarkan Ketua Mahmakah Konstitusi (MK) Anwar Usman di salah satu kampus di Semarang, Jawa Tengah, 9 September 2023 lalu, menjadi sorotan publik karena diduga melanggar kode etik dan Peraturan MK.

Sebab dalam pidatonya, Anwar Usman yang merupakan adik ipar Presiden Jokowi, menyinggung soal uji materil batas usia capres-cawapres yang kini masih ditangani MK.

Dalam kuliah umum itu, terkesan Anwar Usman akan mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres bagi mereka yang berusia di bawah 40 tahun.

Sehingga banyak pihak yang menyebutkan MK akan membuka jalan bagi Gibran Rakabuming, putra Presiden Jokowi untuk menjadi cawapres di Pilpres 2024.

Dari sini pula, sejumlah pihak akhirnya menyebut MK bukan lagi Mahkamah Konstitusi tetapi Mahkamah Keluarga, yang akan membantu membangun dinasti politik Jokowi.

Potongan pidato atau kuliah umum Anwar Usman itu viral dan beredar di media soal.

Baca juga: Kritik Dinasti Politik Jokowi Hingga Mahkamah Keluarga, Denny Siregar Ditendang dari Cokro TV

Potongan pernyataan Anwar Usman yang dianggap melanggar kode etik tersebut awalnya diunggah di akun X (Twitter) @NarasiNewsroom.

Berikut potongan pidato Anwar Usman tersebut.

"Pro kontra pasti ada. Nah termasuk tadi, masalah usia batas minimal (capres-cawapres),"

"Saya sekali lagi tidak bermaksud, karena belum putus ya, belum putus ini."

"Insya Allah, Pemeriksaannya sudah selesai tinggal nunggu putusan."

"Saya sudah kasih contoh tadi, bagaimana Nabi Muhammad mengangkat seorang panglima perang, umur 16 an tahun," ujarnya.

"Muhammad Al Fatih yang melawan kekuasaan Bizantium, menjadikan, mendobrak Konstantinopel sekarang menjadi Istanbul,"

"Usianya berapa? 17 tahun,"

"Saya tidak menyinggung ini ya, apapun putusan,"

"Jangan dikaitkan dulu, ini gak boleh saya bicara. Tapi memang betul, banyak (pemimpin anak muda),"

"Perdana Menteri Inggris juga yang sekarang, umurnya berapa coba, Cek di Google," kata Anwar.

"Yang dulu-dulu juga di beberapa negara," bebernya.

Baca juga: Denny Indrayana Laporkan Pelanggaran Kode Etik Ketua MK, Tidak Digubris Karena Ipar Presiden Jokowi

Dalam video yang diunggah @NarasiNewsroom menyatakan komentar Anwar Usman itu bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

"Ketua MK Anwar Usman menyinggung soal batas usia capres-cawapres saat mengisi kuliah umum di salah satu kampus di Semarang, Jawa Tengah, 9 September 2023 lalu. Ia mengaitkan hal tersebut dengan menyontohkan adanya beberapa pemimpin muda di zaman Nabi Muhammad dan negara lain," tulis @NarasiNewsroom.

Pernyataan itu, kata @NarasiNewsroom, dilontarkan Ketua MK Anwar Usman, sebulan sebelum uji materi batas usia capres-cawapres diputuskan pada Senin, 16 Oktober 2023 mendatang.

"Komentar Anwar soal putusan tersebut bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi," kata @NarasiNewsroom.

Dimana berbunyi:  “Hakim konstitusi dilarang memberikan komentar terbuka atas perkara yang akan, sedang diperiksa, atau sudah diputus, baik oleh hakim yang bersangkutan atau hakim konstitusi lain, kecuali dalam hal-hal tertentu dan hanya dimaksudkan untuk memperjelas putusan,” tulis aturan tersebut.

Potongan pernyataan Ketua MK Anwar Usman itu juga menjadi sorotan putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Alissa Wahid.

"Pesan yang kalian tangkap dari pidato ini apa, Lur? Bisakah melepaskan anggapan bahwa kalimat ini terkait dengan upaya mengubah batas usia capres-cawapres?," ujar Alissa Wahid di akun X (Twitter) nya, Kamis (12/10/2023).

Dalam cuitannya itu Alissa Wahid merepost pernyataan @NarasiNewsroom yang juga menyematkan video pernyataan Ketua MK Anwar Usman yang dipersoalkan.

Mahkamah Keluarga dan Dinasti Politik Jokowi

Sebelumnya terkait dengan uji materi batas usia capres-cawapres yang kini ditangani MK, sejumlah pihak menyebutkan berpotensi dikabulkan, agar anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming bisa maju menjadi cawapres pendamping Prabowo di Pilpres 2024 mendatang.

Hal ini mengundang kritik sejumlah pihak bahwa Jokowi sedang membangun dinasti politik dan menyebutkan MK adalah Mahkamah Keluarga, karena Ketua MK Anwar Usman adalah ipar Jokowi.

Salah satu yang menyoroti hal ini adalah pegiat media sosial yang juga pendukung Ganjar Pranowo yakni Denny Siregar.

Ia menyerang politik dinasti yang dilakukan Presiden Jokowi.

Denny Siregar yang biasanya memuji keras Presiden Jokowi, kini berani mengambil sikap berbeda.

Dimana Denny Siregar mengkritik keras Jokowi dan keluarganya terkait dengan isu dinasti politik. 

Bahkan karenanya Denny ditendang dari Cokro TV.

Baca juga: Alissa Wahid Soroti Pidato Ketua MK yang Sebut Batas Usia Capres-Cawapres, Diduga Langgar Aturan MK

Denny Siregar sempat membandingkan keluarga Jokowi dengan keluarga mantan Presiden Soeharto.

Kritik ini dilontarkan Denny lewat unggahan video di kanal YouTube 2045 TV. 

Ia juga menyoroti MK sebagai Mahkamah Keluarga.

Awalnya, Denny cerita soal anak-anak dan kroni mantan presiden Soeharto yang menurutnya menjadi penyebab kebobrokan rezim orde baru hingga diturunkan paksa mahasiswa pada 1998. Usai bercerita soal Soeharto, Denny lalu masuk soal isu dinasti politik Jokowi dan keluarganya. 

"Saya mendengar banyak banget kasak kusuk di masyarakat akan menguatnya isu politik dinasti di keluarga Jokowi, bermula dari Gibran menjadi Walikota Solo, kemudian Bobby Nasution menjadi Walikota Medan dan yang terakhir Kaesang, putra bungsunya yang menjadi ketua umum PSI," kata Denny.

Dirinya mengutarakan anak-anak Jokowi yang mendapat keistimewaan terjun politik semakin menjadi bahan pembicaraan. 

"Diam-diam Ada perasaan yang berkembang di masyarakat tentang betapa mudahnya menjadi anak-anak presiden. Padahal di saat yang sama banyak anak muda lain harus berjuang sendirian, tanpa bantuan nama besar ayahnya, bahkan untuk sekedar hidup saja," ujarnya.  

Denny menuturkan, ketika Kaesang didaulat menjadi kader PSI dan hanya dalam waktu 2 hari saja tiba-tiba menjadi Ketua Umum PSI sentimen negatif itu semakin menguat dan keluar dalam bentuk sindiran-sindiran halus bahkan bahan tertawaan atas kemudahan luar biasa yang didapatkan anak-anak Jokowi dalam berbisnis dan berpolitik.

"Itu membuat banyak orang iri hati dan membanding-bandingkan diri mereka yang tidak pernah mendapatkan fasilitas-fasilitas itu," katanya.

Namun, Denny Siregar mengaku videonya yang berisi kritikan terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal politik dinasti telah hilang atau kena take down.

Tetapi ia memilih tidak menyebutkan secara gamblang di akun medsos mana video yang menyindir politik dinasti itu kena take down. 

"Di sana di take down, yah bersuara di sini. Gampang kan, sekarang suara-suara sulit dibungkam." tulisnya dalam cuitannya di akun X (Twitter), dikutip Tribun-Medan.com, Rabu (11/10/2023). 

Dalam cuitan selanjutnya, ia merasa heran lantaran MK yang dipimpin adik ipar Jokowi, Anwar Usman belum juga memberi putusan atas gugatan yang dilayangkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada 16 Maret 2023.

Denny Siregar turut curiga ada lobi-lobi dari pihak tertentu untuk meloloskan anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.

“Apa sih yang ditunggu? Atau benar isu selama ini kalo ada yang lobi-lobi dari sebelah supaya bisa meloloskan seorang anak?” tanyanya lewat media sosial X, Selasa (10/10).

Dalam cuitan lainnya, Denny bahkan memperingatkan MK untuk tidak membuat keputusan yang aneh-aneh jelang pendaftaran capres-cawapres yang akan dibuka KPU pada 19 Oktober nanti.

Secara tegas, Denny juga mengatakan bahwa sorotan ini disampaikan bukan karena dia takut Gibran menjadi cawapres dan kemudian mengalahkan jagoannya di Pilpres 2024.

Tapi, karena dia khawatir hukum dijadikan permainan.

“Banyak yg salah paham kalo gua takut si anak jadi Cawapres dan kalahkan Capres lainnya. Bukan. Bukan itu poinnya,”

“Yang gua takut ketika hukum dipakai untuk meloloskan si anak, hukum itu juga punya potensi untuk memenangkan si anak ketika terjadi perselisihan angka,”

“Kalau hukum sudah berpihak, maka tidak ada wasit dalam pertandingan. Sama aja kayak sepakbola gajah yang semuanya diatur supaya si A menang.. Lalu buat apa ada pertandingan ?,” lanjutnya dalam cuitannya.

Dalam cuitan selanjutnya, Denny Siregar mengabarkan kalau dirinya telah keluar dari kanal YouTube Cokro Tv. 

"Perhari ini saya secara resmi keluar dari @cokro_tv, channel yang saya dirikan sejak awal dan saya bangun bersama kawan-kawan dari nol sampe besar," tulisnya. 

Secara tersirat Denny keluar dari Cokro Tv agar bisa lebih bebas dalam bersuara. 

Baca juga: Gibran Jujur Soal Cawapres Prabowo: Tunggu Putusan MK saja, Pengamat: Anwar Usman Harus Hati-hati

"Saya tetap ada di @2045Tv dan mungkin bikin channel baru supaya bisa bebas dan merdeka dalam bersuara. Markira, mari kita terus bersuara demi tegaknya hukum di negara demokrasi ini," tukasnya. 

Selanjutnya dalam cuitannya yang terakhir, ia juga menuliskan bahwa menjadi pendukung Ganjar Pranowo itu berat.

“Membela @Ganjarpranowo itu berat. Kamu gak akan kuat. Biar kami saja..,” pungkasnya dengan emotikon tertawa.

Terbaru dalam cuitannya Denny Siregar menyoroti MK sebagai Mahkamah Keluarga yang sempat trending di media sosial X (twitter).

"Kenapa ini ada trending Mahkamah Keluarga ya?" sindir Denny.

Sebelum Denny hengkang dari Cokro TV, Ade Armando sudah lebih dulu.

Ade Armando ditendang dari Cokro TV karena dinilai kerap mengkritik PDIP.

Pakar Hukum Tata Negara Laporkan Ketua MK

Pakar Hukum Tata Negara yang juga politisi Partai Demokrat, Denny Indrayana mengatakan pada tanggal 27 Agustus 2023, dirinya sudah mengadukan pelanggaran kode etik Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman karena masih juga menjadi hakim atau tidak mundur, dalam perkara uji konstitusionalitas syarat umur capres-cawapres.

Pelaporan dilayangkan Denny Indrayana ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

Namun kata Denny Indrayana, laporannya tidak digubris karena Anwar Usman adalah adik ipar Presiden Jokowi.

"Pada 27 Agustus 2023, saya menyampaikan pengaduan dugaan pelanggaran Kode Etik oleh Ketua MK Anwar Usman, Ipar Presiden Jokowi, karena masih juga menjadi hakim, tidak mundur, dalam perkara uji konstitusionalitas syarat umur capres-cawapres," kata Denny lewat akun X (Twitternya) @dennyindrayana, Jumat (13/10/2023).

"Padahal permohonan itu berkaitan langsung dengan peluang Gibran Jokowi sebagai paslon dalam Pilpres 2023. Laporan lengkap saya bisa diakses di: https://integritylawfirms.com/indonesia/2023/08/30/pelaporan-anwar-usman-dugaan-pelanggaran-kode-etik-dan-perilaku-hakim-konstitusi/…," katanya.

"Alhamdulillah, laporan pengaduan saya tidak ada kabarnya, apalagi diproses sampai sekarang," ujar Denny.

Di sisi lain, kata Denny, MK juustru mengadukan dugaan pelanggaran etika dirinya ke Kongres Advokat Indonesia, dan secara cepat diproses oleh DPP KAI.

"Saya sendiri mengajukan penonaktifan sebagai Vice President KAI, dan mundur dari grup WA DPP KAI, agar proses pemeriksaan berjalan lebih fair," kata dia.

Sementara kata Denny, Anwar Usman tidak mau mundur sebagai hakim atas uji materil batas usia cawapres-capres, bahkan memberi komentar atas perkara yang ditanganinya dalam kuliah umum di kampus di Semarang, Jawa Tengah.

"Alih-alih mundur dari perkara syarat umur capres-cawapres, Anwar Usman justru memberi komentar soal perkara yang ditanganinya itu (lihat link video Narasi di bawah)," ujar Denny sambil menautkan link video @NarasiNewsroom.

Bocoran Putusan

Sebelumnya Denny Indrayana memberikan bocoran hasil putusan.

"Banyak yang menanyakan bocoran putusan MK soal syarat umur capres-cawapres kepada saya. Tentu sulit dan tidak boleh mendapatkan informasi dari dalam lingkungan MK, baik dari hakim konstitusi ataupun para pegawai MK," ungkap Denny Indrayana dalam status twitternya @dennyindrayana pada Selasa (11/10/2023).

"Karena itu, berikut saya sampaikan 'bocoran' dalam tanda kutip, putusan tersebut, yang saya prediksi akan dibacakan pada Senin (16/10/2023) depan," tambahnya.

Dalam postingannya, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu ingin membuktikan argumentasi bahwa, 'tidak mustahil untuk memprediksi putusan Mahkamah Konstitusi' berdasarkan kecenderungan putusan-putusan sebelumnya, dan positioning politik para hakim konstitusi.

Melihat kecenderungan putusan MK atas perkara terkait pemilu dan antikorupsi, khususnya dalam putusan soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dan UU Ciptaker, yang komposisinya lima berbanding empat, alias 5 : 4 dissenting opinion, maka dirinya memprediksi putusan syarat umur capres-cawapres juga akan berujung pada angka yang sama.

Antara lain, lima hakim setuju mengabulkan, dan empat hakim menyampaikan pendapat berbeda alias memberikan dissenting opinion atau menolak permohonan.

"Saya menduga putusan bisa saja mengabulkan syarat umur menjadi 35 tahun; ATAU syarat umur tetap 40 tahun, namun dibuka kesempatan bagi 'yang telah berpengalaman sebagai kepala daerah'," jelas mantan Staf Khusus Presiden bidang Hukum, dan bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN itu.

Komposisi hakim MK yang berbeda pendapat antara lain:

1. Saldi Isra dan Suhartoyo akan tetap berada pada posisi dissenting opinion.

Keduanya sudah sejalan sejak lama, termasuk hanya berdua dissenting dalam soal syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

2. Wahiddudin Adams akan bersama Saldi dan Suhartoyo pada posisi berbeda pendapat.

Memasuki masa pensiun pada Januari tahun depan, menyebabkan Hakim Konstitusi Wahid menjadi nothing to lose, dan karenanya lebih konsisten menjatuhkan putusan secara merdeka (independen).

3. Posisi ke empat yang dissenting/berbeda adalah antara Enny Nurbaningsih atau Arief Hidayat.

Kalau Enny yang berbeda pendapat, berarti komposisi hakim yang dissenting opinion, akan sama dengan putusan masa jabatan KPK dan UU Ciptaker.

"Kemungkinan lain, saya memprediksi Arief Hidayat bisa masuk komposisi berbeda pendapat, lebih karena posisi politiknya, yang merupakan kompetitor dalam pemilihan Ketua MK yang baru lalu berhadapan dengan Anwar Usman, serta karena afiliasi organisasi massanya di GMNI, yang dikenal dekat dengan parpol tertentu (PDIP)," tulisnya.

Skenario yang juga patut dicermati, karena putusan ini sangat penting menyangkut kontestasi Pilpres 2024, dijelaskannya ada kemungkinan pula putusan akan sama kuat alias imbang, yakni 4:4 (empat berbanding empat) antara yang mengabulkan dan yang menolak permohonan.

Baca juga: Soal Batas Usia Capres-Cawapres, Ketua MK Analogikan Muhammad Al Fatih, Said Didu: dia PEMBOHONG!

Maka, yang menjadi penentu putusan menurut Pasal 45 ayat (8) UU MK adalah dimana posisi Ketua MK Anwar Usman, Ipar Presiden Jokowi.

Dirinya memprediksi Anwar Usman ada pada posisi mengabulkan permohonan, alias memberikan kesempatan kepada Gibran Rakabuming Raka menjadi kontestan (paslon) pada Pilpres 2024.

"Namanya juga 'bocoran' alias prediksi, tentu kepastiannya akan terlihat setelah putusan dibacakan. Kita lihat saja, apakah prediksi saya akan tepat," ungkap Denny Indrayana.

"Namun, tanpa dasar teori hukum konstitusi yang rumit, saya hanya ingin membuktikan bahwa tidaklah sulit untuk menduga arah putusan MK, dilihat dari kecenderungan pemikiran dan afiliasi politik para hakimnya, dan tentu saja dinamika politik yang mewarnai suatu permohonanan yang sarat dan kental dengan 'political question', semacam syarat umur capres-cawapres," bebernya. (Budi SL Malau)

Baca Wartakotalive.com lainnya di Google NEWS

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved