Berita Nasional

Bunga Utang Negara Bengkak Rp 497,32 T, Musni Umar: Sudah Begitu Masih Boros Buat Proyek Mercusuar

Musni Umar Soroti Bengkaknya Bunga Utang Negara yang Mencapai Rp497,32 Triliun: Ini Belum Termasuk Cicilan Utang, Sudah Begitu Masih Boros

Editor: Dwi Rizki
Dok Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi Resmikan Tol Cisumdawu, Jawa Barat pada Selasa (11/7/2023) 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Sosiolog, Musni Umar menyoroti bengkaknya bunga utang negara yang mencapai Rp 497,32 triliun.

Utang negara itu berasal dari utang pemerintah yang mencapai Rp 7.964 triliun pada triwulan pertama tahun 2023.

Diketahui, posisi Utang Sektor publik mencapai Rp 15.002,52 Triliun pada Triwulan I-2023.

Terdiri dari utang: Pemerintah umum sebesar Rp7.964 triliun, korporasi finansial sektor publik sebesar Rp6.000 triliun, dan korporasi nonfinansial sektor publik sebesar Rp1.098 triliun.

Menurutnya, bunga utang yang meningkat selama kepemimpinan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) itu sangat besar.

Beban negara yang harus dibayar itu belum termasuk pembayaran cicilan utang.

Namun, meski utang negara kian menumpuk, Jokowi menurutnya masih bersikeras membangun beragam proyek mercusuar yang menurutnya tak berdampak langsung bagi masyarakat.

Baca juga: Utang Negara Bertambah, Hitungan Jerome Polin Soal Utang Dibagi Jumlah Rakyat Indonesia Berubah?

Baca juga: Jerome Polin Iseng Hitung Utang Negara Dibagi Jumlah Rakyat Indonesia, Satu Orang Patungan Berapa?

"Besar sekali pembayaran bunga utang. Ini belum termasuk pembayaran cicilan utang," ungkap Musni Umar lewat status twitternya @musniumar pada Sabtu (19/8/2023).

"Sudah begitu, masih boros, buat berbagai proyek mercusuar yg manfaatnya tidak besar bagi rakyat," tambahnya.

Proyek mercusuar Jokowi yang dimaksud Musni Umar adalah pembangunan infrastruktur yang terus digencarkan sebagai bentuk hegemoni politik.

Proyek yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) itu meliputi jalan tol, jalan non tol, bandara, pelabuhan, bendungan, hingga irigasi. 

Berdasarkan catatan, terdapat 17 ruas jalan tol yang sedang dalam proses pembangunan.

Di antaranya, jalan tol kawasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) sepanjang 101,6 km, jalan tol non-trans 115,8 km, dan jalan Tol Trans Sumatera 192,4 km.

Selanjutnya sejumlah bandara yang akan dibangun, di antaranya Bandara Kediri, Bandara Nabire Baru, dan Bandara Bali Utara.

Berikutnya, proyek kereta api, seperti kereta api akses Bandara Baru Yogyakarta-Kulon Progo dan Kereta Api Jakarta-Surabaya serta proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung.

Selain itu, pembangunan sejumlah pelabuhan seperti Pelabuhan KEK Maloy, Pelabuhan Sanur, Pelabuhan Likupang, dan Pelabuhan Patimban.

Bunga Utang Negara Sedot 15 Persen RAPBN 2024 

Pernyataan Musni Umar tersebut merujuk paparan yang disampaikan Ekonom Bright Insitute, Awalil Rizky.

Dalam status twitternya, @AwalilRizky pada Jumat (18/8/2023), memaparkan pembayaran bunga utang negara yang harus dibayar pemerintah mencapai Rp497,32 Triliun atau sebesar 15,05 persen dari total Belanja pada RAPBN 2024.

Beban negara itu melambung tinggi dibandingkan era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama periode 2004 hingga 2014 lalu.
 
"Pembayaran bunga utang mencapai Rp497,32 Triliun (15,05 persen dari total Belanja) pada RAPBN 2024," tulis Awalil Rizky.

"Pada era SBY, persentase cenderung menurun, dari semula 14,36 persen pada 2004, dan rata-rata 9,09 persen/tahun. Pada era Jokowi cenderung meningkat (7,51 persen pada 2014), dan rata-rata 11,88 persen/tahun," bebernya.

"Pembayaran bunga utang mencapai Rp497,32 Triliun (17,88 persen dari total Pendapatan) pada RAPBN 2024," jelas Awalil Rizky.

"Pada era SBY, persentase cenderung menurun, dari semula 15,49 persen pada 2004, dgn rata-rata 9,75 persen/tahun. Cenderung meningkat pada era Jokowi (8,61 persen pada 2014), dgn rata-rata 14,77 persen/tahun," paparnya.

Dalam postingan sebelumnya, Awalil Rizky lewat akun twitter @AwalilRizky pada Kamis (17/8/2023) memaparkan rasio defisit APBN sepanjang kepemimpinan Jokowi yang semula sebesar 2,32 persen menjadi 3,53 persen. 

"RAPBN 2024 menargetkan defisit Rp522,8 Triliun atau 2,29 persen dari PDB. Jika tercapai akan mempertahankan capaian 2022-23, setelah terdampak covid 2020-21," tulis Awalil.

"Bagaimanapun, rata-rata rasio defisit era Pemerintahan Jokowi I (2,32 persen) dan Jokowi II (3,53 persen) lebih lebar dari era sebelumnya," jelasnya.

Beragam tanggapaan pun dituliskan masyarakat.

Pro dan kontra pun mengisi kolom komentar postingan Ekonom Bright Insitute itu.

Utang Negara Bertambah, Hitungan Jerome Polin Soal Utang Dibagi Jumlah Rakyat Indonesia Berubah?

Bank Indonesia mencatat peningkatan utang luar negeri pemerintah utang luar pada kuartal II-2023.

Jumlahnya meningkat sebesar 2,8 persen dibandingkan tahun 2022. 

Hal tersebut disampaikan Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono.

Dirinya menjabarkan posisi utang luar negeri RI pada kuartal II-2023 sebesar 396,3 miliar dollar AS.

Nilai ini lebih rendah dibandingkan posisi kuartal pertama 2023 sebesar 403,2 miliar dollar AS.

"Dengan perkembangan tersebut, utang luar negeri Indonesia secara tahunan mengalami kontraksi pertumbuhan 1,4 persen (yoy), melanjutkan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 1,9 persen (yoy)," ujar dia dikutip dari Kompas.com pada Selasa (15/8/2023).

Baca juga: Rekening Panji Gumilang Bernilai Ratusan Miliar Akan Disita Polisi, Masih Ada yang Bakal Bela?

Baca juga: Momen Ketika Prabowo Disambut Riuh Gemuruh Tamu Undangan Upacara 17 Agustus 2023 di Istana Negara

Lebih lanjut Erwin menjabarkan, ULN RI terdiri dari ULN pemerintah sebesar 192,5 miliar dollar AS dan ULN swasta sebesar 199,7 miliar dollar AS.

Jika dilihat lebih rinci, utang luar negeri pemerintah menyusut dibanding kuartal pertama sebesar 194 miliar dollar AS.

Meski demikian, jika dilihat secara tahunan utang luar negeri pemerintah meningkat 2,8 persen.

Penurunan posisi utang luar negeri pemerintah secara kuartalan disebabkan oleh pembayaran neto pinjaman luar negeri dan global bond yang jatuh tempo.

Di sisi lain, penempatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik meningkat.

"Sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN, pemanfaatan ULN pemerintah terus diarahkan untuk mendukung upaya pemerintah dalam pembiayaan sektor produktif dan belanja prioritas," tutur Erwin.

Bank sentral menilai, posisi utang luar negeri pemerintah masih terjaga. Hal ini terfeleksikan dari pangsa ULN tenor jangka panjang yang mencapai 99,8 persen total ULN pemerintah.

Baca juga: Jokowi Target APBN 2024 Defisit Rp522,8 T, Said Didu: Tetap Semangat Menambah Utang di Akhir Jabatan

Baca juga: Patung Soekarno Senilai Rp10 Triliun Dibangun Tahun Depan, Said Didu: Uang Rakyat Dihambur-hamburkan

Sementara itu, posisi ULN swasta pada kuartal II-2023 menyusut dari kuartal sebelumnya sebesar 199,7 miliar dollar AS. Secara tahunan, ULN swasta juga menyusut, yakni sebesar 5,6 persen.

Posisi utang luar negeri swasta juga dinilai masih terjaga.

Tercatat ULN swasta juga didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 75,4 persen terhadap total ULN swasta.

Dengan melihat perkembangan tersebut, Erwin menyebutkan, ULN Indonesia pada kuartal II- 2023 tetap terkendali, tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang turun menjadi 29,3 persen dibandingkan dengan rasio pada triwulan sebelumnya sebesar 30,1 persen.

Selain itu, struktur ULN didominasi ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 87,7 persen dari total ULN.  

"Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya," ucapnya.

Apabila demikian, perhitungan Konten kreator sekaligus ahli metematika, Jerome Polin soal utang negara jika dibagi jumlah rakyat Indonesia pada beberapa pekan lalu dipastikan berubah. 

Jerome Polin Iseng Hitung Utang Negara Dibagi Jumlah Rakyat Indonesia, Satu Orang Patungan Berapa?

Sebelumnya, Jerome Polin lewat videonya soal utang negara viral di media sosial.

Dalam video yang diunggah lewat aplikasi TikTok, Jerome Polin awalnya diminta untuk menghitung berapa rupiah yang harus dibayarkan rakyat apabila ingin melunasi utang negara saat ini yang dipimpin Presiden Joko Widodo.

"Bang-bang, klau utang negara kita dibayar sama semua rakyat Indonesia, per orang bayar berapa ya," tanya seorang perekam kepada Jerome Polin yang tengah bersepeda statis di kamarnya.

Mendengar pertanyaan tersebut, Jerome terlihat melongo.

Wajahnya ditekuk dengan ekspresi kebingungan.

"Hah?? ayo kita itung, tunggu dulu," ujarnya bersemangat. 

Baca juga: Ridwan Kamil Temui Mahfud MD di Jakarta, Panji Gumilang Dipidana, Al Zaytun Akan Diambil Alih Negara

Baca juga: Ketua RT Riang Jawab Tudingan Soal Chinatown, Bakal Polisikan Balik Pemilik Ruko Pluit

Merasa tertantang, Jerome pun memulai perhitungannya.

Mengenakan kemeja putih yang berbalut jas, Jerome pun mencoret-coret papan tulis di kamarnya.

Awalnya, Jerome menuliskan utang negara ketika video itu dibuat pada Sabtu (24/6/2023), yakni Rp 7.849,8 triliun.

Sedangkan, jumlah rakyat Indonesia sebagai pembaginya sebanyak 273,52 juta orang.

Menjawab pertanyaan, Jerome pun membagi total utang negara dengan total rakyat Indonesia.

Hasilnya, rakyat Indonesia harus patungan sebesar Rp 28.690.000 per orang agar utang negara bisa dilunasi.

"Rp 28.690.000 kira-kira per orang," ujarnya menahan tawa.

"Gimana guys, mau patungan ga?" tanya Jerome nyinyir.

Utang Negara hingga 31 Maret 2023

Dikutip dari Kompas.id, setelah sempat membengkak akibat pandemi Covid-19, posisi utang Indonesia per April 2023 mengalami penurunan secara bulanan.

Kendati rasio utang masih di batas aman, pemerintah diminta tetap waspada dengan laju kenaikan utang untuk jangka menengah-panjang, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi akhir-akhir ini.

Mengutip dokumen APBN Kita edisi Mei 2023 yang dirilis Kementerian Keuangan awal pekan ini, sampai 30 April 2023, posisi utang pemerintah berada di angka Rp 7.849,8 triliun dengan rasio utang 38,15 persen terhadap produk domestik bruto.

Secara nominal dan rasio, posisi utang Indonesia menurun dibandingkan 31 Maret 2023, di mana rasio utang tercatat 39,17 persen atau Rp 7.879 triliun.

Rasio utang juga menurun dibandingkan April 2022.

Saat itu, rasio utang sebesar 39,09 persen dari PDB meski nominal utang bertambah dari posisi Rp 7.040,32 triliun pada tahun lalu.

Dengan kondisi terbaru itu, posisi utang pemerintah masih di bawah batas aman.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang berlaku sejak era reformasi, batas aman (threshold) utang pemerintah maksimal 60 persen dari PDB dan defisit APBN maksimal 3 persen dari PDB.

Per akhir 2022, defisit fiskal berhasil ditekan ke 2,38 persen terhadap PDB.

Dalam laporan APBN Kita, Kemenkeu menyatakan bahwa posisi utang menurun akibat pembayaran cicilan pokok utang pada April yang lebih besar daripada penerbitan utang baru.

Selain itu, posisi rupiah yang menguat terhadap valuta asing bulan lalu juga ikut berkontribusi pada penurunan utang.

Harus Waspada Meski Masih di Batas Aman

Menurut Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto, Rabu (24/5/2023), kendati rasio masih di batas aman, pemerintah tetap perlu mewaspadai laju kenaikan utang untuk jangka menengah-panjang.

Ia menilai, batas aman defisit APBN dan rasio utang yang diatur di UU Keuangan Negara sudah tidak terlalu relevan untuk mengukur aman atau tidaknya posisi utang negara saat ini.

”Kalau hanya mengacu pada dua indikator itu memang utang kita akan selalu dikatakan aman, tetapi kenyataannya lonjakan utang kita cukup besar dalam lima tahun terakhir meski itu karena pandemi,” katanya.

Kenaikan utang saat pandemi terjadi di hampir semua negara. Akibat turunnya pendapatan dan naiknya kebutuhan belanja, meski masih di batas aman, rasio utang RI membengkak hingga di atas 40 persen terhadap PDB.

Pada 2020, rasio utang terhadap PDB mencapai 38,68 persen.

Pada 2021, rasio utang menembus angka tertinggi sejak reformasi, yaitu 41 persen terhadap PDB.

Sementara, pada 2022, rasio utang mulai menurun ke 38,65 persen. Sebagai perbandingan, pada 2019, rasio utang terhadap PDB masih di bawah 30 persen atau 29,8 persen, yakni Rp 4.779,28 triliun.

Dari sisi nominal, utang pemerintah bertambah Rp 3.070,5 triliun sejak pandemi.

Menurut Eko, ada beberapa faktor risiko dalam pengelolaan utang.

Pertama, profil jatuh tempo utang Indonesia dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di kisaran delapan tahun yang aman untuk jangka pendek, tetapi bisa membebani untuk jangka menengah-panjang.

”Bermain di surat utang jangka panjang memang aman untuk sekarang karena ditagihnya masih 5-10 tahun lagi. Namun, ini perlu diwaspadai untuk jangka panjang, apalagi kalau tren utang terus meningkat,” katanya.

Kedua, laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara yang tidak seimbang dengan laju kenaikan utang.

Ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi ada di kisaran 5 persen, tetapi pertumbuhan utang rata-rata 12-14 persen.

Laju penerimaan negara tahun ini dan tahun depan yang mulai termoderasi akibat berakhirnya momentum kenaikan harga komoditas, juga bisa menambah risiko kenaikan utang.

”Ibarat income kita tumbuh 5 persen per tahun, tetapi utang tumbuh dua kali lipatnya. Ini yang membuat pada titik tertentu di masa depan ini bisa menjadi risiko,” ujar Eko.

Ia juga menyoroti utang tersembunyi dalam bentuk utang badan usaha milik negara (BUMN) yang bisa menambah risiko.

”Meski pemerintah tidak selalu serta-merta menalangi setiap BUMN yang merugi, risiko itu tetap ada sehingga ada pandangan bahwa utang kita sebenarnya lebih dari Rp 7.000-an triliun karena unsur hidden debt itu,” katanya.

Harus Berhati-hati

Kemenkeu mencatat, penerbitan utang baru per akhir April 2023 mencapai Rp 243,9 triliun atau 35 persen dari target tahun ini.

Secara detail realisasi pembiayaan utang terdiri dari penerbitan surat berharga negara/SBN (neto) sebesar Rp 240,02 triliun dan realisasi pinjaman (neto) Rp 3,86 triliun.

Kendati naik dari periode yang sama tahun lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, hal itu untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat dan suku bunga dalam negeri.

Meski besar di awal tahun, penerbitan SBN akan berupaya diturunkan, apalagi melihat kinerja APBN yang terjaga di awal tahun.

”Jika penerimaan cukup besar, bisa dilakukan penurunan penerbitan SBN sesuai kondisi keuangan kita yang cukup baik pada triwulan I tahun ini,” kata Sri Mulyani.

Pemerintah juga tetap berhati-hati mengelola utang, seperti mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dibandingkan utang luar negeri. Komposisi utang per April 2023 didominasi utang domestik (72,88 persen).

Sementara, berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah mayoritas berupa SBN yang mencapai 89,26 persen. Hanya 10,74 persen saja yang berasal dari pinjaman.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Suminto menambahkan, penerbitan SBN di awal tahun dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN.

Strategi frontloading ini kerap dilakukan karena penerimaan di awal tahun biasanya belum cukup memadai untuk membiayai kebutuhan belanja pemerintah.

”Penerbitan SBN di semester II kelak akan disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan pembiayaan, posisi kas negara, dan kondisi pasar keuangan,” kata Suminto.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved