Pilpres 2024
Kelompok yang Ingin Pemilu 2024 Ditunda Dinilai Relatif Terorganisir, Sistematis dan Dianggap Serius
Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Noory Okthariza sebut ada kelompok terorganisir ini Pemilu 2024 ditunda.
"Termasuk dengan pemberian sejumlah ganti rugi yang bisa digunakan untuk biaya persiapan verifikasi ulang itu," katanya.
KPU RI: Tidak Terganggu
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait penundaan Pemilu 2024 menghebohkan publik.
Pasalnya, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut berdasarkan gugatan dari Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).
Pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pun menanggapi mengenai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut.
KPU RI memastikan, tahapan Pemilu 2024 tidak akan terganggu.
Diketahui, setelah putusan, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan KPU RI untuk menunda Pemilu 2024 atas gugatan Partai Prima.
Anggota KPU RI, Idham Holik menegaskan, saat ini tahapan Pemilu 2024 tetap berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Ketua KPU tahapan tetap berlanjut, dan saat ini tahapan tidak terganggu sama sekali," ujar Idham, Jumat (3/3/2023).
Idham mengatakan, saat ini KPU tengah menyelesaikan proses pemutakhiran data pemilih, dan proses tersebut telah dilakukan sejak 12 Februari sampai 14 Maret 2023.
Kemudian, KPU juga tengah melanjutkan verifikasi faktual dukungan pemilih bakal calon anggota DPD.
Sebagai informasi, pendaftaran persyaratan calon DPD akan dilaksanakan 1-14 Mei 2023.
KPU juga tengah melakukan proses legal drafting rancangan PKPU terkait pencalonan anggota legislatif.
Sebab, Idham menyebutkan, berdasarkan UU Pemilu, KPU harus sudah menerima pengajuan bakal calon anggota legislatif 9 bulan sebelum hari pemungutan suara.
"Jadi sekarang kami fokus pada penyelesaian tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu, sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 167 ayat 4 UU Nomor 7 Tahun 2017," ucap Idham.
"Dan saya yakin publik Indonesia mengetahui bagaimana Pemilu itu harus dilaksanakan di setiap 5 tahunnya, dan kita ketahui, demokrasi kita adalah Demokrasi konstitusional," tambah Idham.
Sorotan Media Asing
Media asing soroti putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait penundaan Pemilu 2024.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu diketahui putusan terhadap gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).
Berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, ada tiga media asing yang turut memberitakan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Yakni yaitu Canberra Times (Australia), US News (Amerika Serikat), dan Channel News Asia (CNA).
Untuk Canberra Times, pihaknya menuliskan judul artikel yaitu "Indonesia Poll Body Rejects Election Delay Court Ruling".
Adapun artikel tersebut terbit pada Jumat (3/3/2023) pagi waktu setempat.
Pada awal artikel, Canberra Times menuliskan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengajukan banding terkait putusan PN Jakarta Pusat tersebut yang diumumkan pada Kamis (2/3/2023).
Lalu pada pertengahan artikel dikutip pernyataan dari Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Hasto menyebut PN Jakarta Pusat tidak memiliki wewenang untuk memutuskan penundaan Pemilu 2024.
Ia pun meminta agar para hakim yang memimpin sidang agar diselidiki.
"PDIP menganggap keputusan pengadilan harus dianulir," ujarnya.
"Segala upaya untuk menunda pemilu adalah inkonstitusional," sambungnya.

Selain itu, Canberra Times turut mengutip pernyataan Ketua Umum Partai Prima ,Agus Jabo Priyono selaku penggugat.
Agus meminta agar seluruh partai politik (parpol) untuk menghormati putusan PN Jakarta Pusat itu.
Tak hanya itu, pengutipan juga dilakukan terhadap pernyataan Menteri Kementerian Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
"Dakwaannya salah, logikanya sangat sederhana. Sangat mudah untuk menolak dakwaan tersebut tetapi hal itu mungkin membuat adanya kontroversi," tuturnya.

Sementara pemberitaan dari CNA menyoroti pernyataan dari Partai Buruh yang turut mengkritik putusan penundaan pemilu tersebut.
"Partai Buruh akan melakukan protes pada Jumat (3/3/2023) terkait putusan kontroversial dari pengadilan yaitu meminta KPU menunda Pemilu 2024," tulis artikel tersebut.
Selain itu, CNA juga meminta keterangan pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes.
Arya, dalam keterangannya, menyebut putusan ini justru memunculkan kembali isu masa jabatan Presiden tiga periode.
"Jika diskursus ini kembali dimunculkan maka akan semakin menambah ketidakpastian terkait Pemilu," ujarnya.
Media asing asal AS, US News pun turut memberitakan putusan PN Jakarta Selatan ini.
Pada artikel yang dituliskan itu, US News mengutip pernyataan Ketua KPU, Hasyim Asyari.
Hasyim menyebut putusan PN Jakpus itu tidak bisa mengubah regulasi terkait Pemilu 2024.

"Segala regulasi hukum terkait jadwal dan proses Pemilu 2024 masih legal dan mengikat secara hukum," jelasnya.
Sebagai informasi, Majelis Hakim PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima dengan menghukum KPU agar menunda Pemilu 2024.
Adapun para hakim yang adili gugatan ini adalah T.Oyong (ketua majelis hakim), H. Bakri (hakim anggota) dan Dominggus Silaban (hakim anggota).
Pada putusannya, hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum dan diminta membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 500 juta ke Partai Prima.
Fahri Bachmid: Potensial Terciptanya Kekacauan Ketatanegaraan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun memerintahkan KPU RI mengulang tahapan Pemilu dari awal hingga mengakibatkan penundaan Pemilu.
Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia, Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. merespons serta soroti putusan tersebut.
Menurut Fahri Bachmid, secara hukum putusan hakim dalam perkara No. 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst berwatak dan bersifat "ultra vires" atau dengan kata lain "beyond the" power".
Sehingga konsekwensi yuridisnya dari status putusan yang demikian ini tergolong "null and void" atau bersifat "van rechtswege nietig atau null end void".
Alhasil tidak dapat dieksekusi, hal ini menjadi penting untuk melindungi kesisteman kerangka hukum Pemilu.
Berdasarkan desain konstitusional Pemilu yang berlaku saat ini, dimana berdasarkan bangunan hukum penyelesaian sengketa Pemilu sesuai UU No. 7/2017 tentang Pemilu, telah mengatur dan membagi frame penegakan hukum jadi dua jenis yaitu pelanggaran dan sengketa.
Pelanggaran di dalam UU Pemilu terbagi jadi tiga jenis yaitu pelanggaran administratif, pelanggaran kode etik dan pelanggaran pidana.
Sedangkan untuk sengketa terbagi menjadi dua yaitu sengketa proses dan sengketa hasil.
"Secara teknis sesungguhnya UU Pemilu telah mengkonstruksikan saluran hukum penyelesaian jika terdapat permasalahan berupa "dispute" baik pelanggaran maupun sengketa,"
"Secara spesifik UU Pemilu memberikan otoritas yang berbeda-beda sesuai dengan kompetensinya dalam penyelenggaraan pemilihan umum ke Bawaslu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Negeri (PN), Mahkamah Agung (MA) dan Mahkmah Konstitusi (MK) serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)" paparnya Fahri.
Fahri Bachmid berpendapat, penyelesaian sengketa proses Pemilu merupakan kewenangan dari Bawaslu dan PTUN sebagaimana diatur dalam ketentuan norma Pasal 467 ayat (1) yang mengatur (1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu kabupaten atau kota menerima permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU provinsi, dan keputusan KPU kabupaten atau kota.
Selanjutnya ketentuan Pasal 470 ayat (1) UU Pemilu mengatur (l) sengketa proses Pemilu melalui pengadilan tata usaha negara meliputi sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten dan kota, atau partai politik calon peserta Pemilu atau bakal pasangan calon dengan KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten atau kota sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU kabupaten atau kota.
Sementara, ketentuan ayat (2) mengatur sengketa proses Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sengketa yang timbul antara KPU dan partai politik calon peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU tentang penetapan partai politik peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173.
Dia menambahkan, dengan demikian, karakter dari perkara yang diputus oleh PN Jakpus ini sesungguhnya adalah masuk pada ranah perkara sengketa.
Tentunya merupakan yurisdiksi atau kompetensi absolut dari PTUN, bukan PN Jakpus.
"Sehingga hemat saya, putusan ini dapat dikualifisir sebagai "never existed" oleh karena hakim mengokupasi kewenagan kekuasaan lembaga peradilan lain,” jelasnya.
Fahri Bachmid menilai, putusan pengadilan ini jika diterapkan, maka konsekuensinya sangat serius.
Yaitu potensial menciptakan kekacauan ketatanegaraan.
Dimana kekuasaan pemerintahan, baik presiden maupun lembaga legislatif akan kehilangan legitimasinya.
Sebab Pemilu tidak dapat diselenggarakan sesuai agenda konstitusional.
Misal, presiden akan berahir masa jabatannya pada 20 oktober 2024, dan tak ada pelantikan presiden yang baru berdasarkan mandat rakyat melalui suatu pemilihan umum yang legitimate.
Sebab UUD 1945 tak memberikan jalan keluar jika Pemilu tidak dapat dilanksanakan tepat waktu, atau tidak ada presiden yang terpilih sesuai agenda Pemilu yang telah ditetapkan.
"Ini akan jadi suatu keadaan kebuntuan konstitusional, sangat riskan, dan taruhannya terlalu mahal, itu salah satu impact yang cukup serius jika mengikuti nalar dari putusan ini,” tegasnya.
Fahri Bachmid berpendapat, idealnya putusan perbuatan melawan hukum (PMH) dalam sengketa perdata oleh pengadilan negeri, tak boleh berdimensi terhadap siklus serta agenda ketatanegaraan.
Seba,b sifat dari putusan perdata hanyalah mengikat para pihak dalam rezim sengketa dengan karakter "contentiosa".
“Artinya putusan PMH itu tidak bersifat "ergo omnes" yang mengikat pada lembaga-lembaga negara sebagai organ konstitusional yang umumnya melaksanakan kewenangan publik,"
"Apalagi berkaitan dengan pelaksanaan agenda ketatanegaraan terkait sirkulasi kepemimpinan nasional yang tentunya berlandaskan pada hukum publik" paparnya.
(Tribunnews.com/Gita Irawan/Ilham Rian Pratama/Yohanes Liestyo Poerwoto/Wartakotalive.com/M32/BAS)
Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Partai Rakyat Adil Makmur
penundaan Pemilu 2024
Pemilu 2024 Ditunda
Partai Prima
Pilpres 2024
Pemilu 2024
Noory Okthariza
Tim Sinkronisasi Prabowo-Gibran Tegaskan Pemangkasan Makan Bergizi Rp 7.500 Cuma Isu |
![]() |
---|
Gibran Mundur dari Wali Kota Solo, Mardani Ali Sera Sebut Perlu Banyak Menyerap dan Siapkan Diri |
![]() |
---|
Menko PMK Muhadjir Sebut Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo Sudah Dibahas Dalam Rapat Kabinet |
![]() |
---|
AHY Dukung Prabowo Tambah Pos Kementerian dan Tak Persoalkan Berapa Jatah Menteri untuk Demokrat |
![]() |
---|
Prabowo-Gibran Ngopi Santai di Hambalang, Gerindra: Sangat Mungkin Bahas Format dan Formasi Kabinet |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.