Electronic Road Pricing

Penerapan ERP di Jakarta Diyakini Bentuk Pemaksaan Pemerintah untuk Kurangi Kemacetan

Penerapan Electronic Road Pricing (ERP) diyakini merupakan bentuk metode pemaksaan yang dilakukan pemerintah dan termasuk transport demand management.

Warta Kota/Henry Lopulalan
Penerapan Electronic Road Pricing (ERP) diyakini merupakan bentuk metode pemaksaan yang dilakukan pemerintah dan termasuk transport demand management. 

Kedua, kejelasan regulasi terkait pengaturan kendaraan apa saja yang diharuskan membayar dan yang tidak. 

Menurut Budi, hal tersebut tentu memerlukan diskusi panjang, mengingat Indonesia memiliki ojek online (ojol) yang tidak tercatat sebagai kendaraan umum.

"Kalau saya pribadi untuk mengurangi (kemacetan) itu harus ada pembayaran, tapi ini menjadi masalah juga kami ini regulasinya belum jelas," ujar Budi. 

Baca juga: Suami Korban Keracunan di Bantar Gebang Sempat Datang Sebelum Satu Keluarga Ditemukan Terkapar

"Nah ini juga yang perlu dipertimbangkan sistem-sistem seperti ini, siapa saja yang harus bayar siapa aja yang tidak," jelas Budi.

Ketiga, ketika pemerintah memaksa memberlakukan ERP untuk mengatasi kemacetan, fasilitas kepada masyarakat berpindah ke angkutan umum harus diperkuat seperti mengintegrasikan di antara ojek online dan angkutan umum. 

"Kalau dipaksa harus diberikan fasilitas untuk berpindah angkutan umum di Jakarta, bagaimana ini harus bagus dan bisa mengangkut sampai ke lokasi-lokasi masyarakat di perkampungan," ujar Budi.

Budi mengakui, Jakarta sudah bekerja keras untuk memaksimalkan angkutan umum, meskipun belum baik sepenuhnya. 

"Baik atau tidaknya kan kami harus relatif menyikapinya, tapi kalau saya melihat memang Jakarta bekerja keras untuk itu bagaimana mobilitas masyarakat itu bisa diakomodasi sampai ke daerah-daerah," ujar Budi.

"Tidak hanya angkutan umum, tapi juga fasilitas pendukung lainnya seperti pedestrian, penyebrangan dari rumah menuju halte harus nyaman," jelasnya.

Keempat, Budi mengingatkan agar pemerintah berhati-hati ketika memberlakuan ERP, jangan sampai jadi bumerang. Sebab, pemberlakuan tersebut akan menarik banyak uang di masyarakat, sehingga keluar masuknya harus jelas. 

"Dapat saya katakan bahwasanya orang dipaksa untuk membayar maka uang yang dipergunakan yang tadi untuk harus diberikan untuk melayani orang yang membayar tadi dalam bentuk fasilitas," ujar Budi. 

"Nah ini perlu kejelasan ini karena uangnya nanti akan sangat besar sekali dan itu akan dipertanyakan oleh masyarakat karena 'Saya membayar pajak, kok saya bayar pajak kendaraan tapi masih kena itu', jadi ini harus di jadi salah satu pertimbangan yang dilakukan pemerintah," ujar Budi.

Selain Budi, salah satu pengamat transportasi, Djoko Setijowarno mengatakan, salah satu yang menjadi masalah penerapan ERP di Jakarta adalah belum adanya jaringan angkutan umum di kawasan perumahannya. Sementara, ia harus bekerja di DKI Jakarta.

"Yang masih menjadi masalah atau kendala adalah bagi warga Bodetabek, yang bekerja di Jakarta. Yang belum memiliki jaringan angkutan umum dari kawasan perumahannya dan harus bekerja di DKI Jakarta," ujar Djoko saat dihubungi Wartakotalive.com, Senin (16/1/2023).

"Sementara layanan angkutan umum menuju Jakarta dari kawasan Bodetabek masih minim. Lain halnya di Kota Jakarta, cakupan layanan angkutan umum sudah dapat mengcover seluruh kawasan permukiman yang ada," tandasnya. (M40)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved