Electronic Road Pricing

Penerapan ERP di Jakarta Diyakini Bentuk Pemaksaan Pemerintah untuk Kurangi Kemacetan

Penerapan Electronic Road Pricing (ERP) diyakini merupakan bentuk metode pemaksaan yang dilakukan pemerintah dan termasuk transport demand management.

Warta Kota/Henry Lopulalan
Penerapan Electronic Road Pricing (ERP) diyakini merupakan bentuk metode pemaksaan yang dilakukan pemerintah dan termasuk transport demand management. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA PUSAT - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta merencanakan penerapan jalan berbayar secara elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP).

Usai rencana tersebut mencuat, pro dan kontra pun menjamur di kalangan masyarakat. Pasalnya, ada 25 jalan protokol di DKI Jakarta yang akan diterapkan ERP. Tentu, jalanan tersebut merupakan kawasan penting dengan tingkat mobilitas tinggi. 

Menanggapi hal tersebut, Ketua Forum Masyarakat Transportasi Indonesia sekaligus dosen Universitas Sebelas Maret, Budi Yulianto megatakan, ERP merupakan metode pemaksaan yang dilakukan pemerintah dan termasuk transport demand management.

Tujuannya, guna mengurangi volume kendaraan pribadi agar masyarakat berpindah ke kendaraan angkutan umum ataupun listrik. 

"Kalau kami lihat sejarahnya, ERP ini memang pertama kali didengungkan oleh researcher Inggris sejak 1964 yang membuat laporan visibility study terkait lord charging," ujar Budi saat dihubungi Wartakotalive.com, Senin (16/1/2023).

"Nah sejak tahun tersebut prosesnya panjang, terutama karena ini memang bukan pekerjaan yang mudah. Banyak sekali yang menentang, baik itu politisi, masyarakat, pengusaha dan lain sebagainya," ujar Budi.

Baca juga: Dishub DKI Jakarta Tegaskan Penerapan ERP Sangat Penting untuk Mengurangi Kemacetan

Sehingga, kata Budi, apabila ERP akan diterapkan di DKI Jakarta, maka akan menjadi PR besar. Pasalnya, biaya serta realisasinya tidak semudah teori. 

Kepada Wartakotalive.com, Budi membagikan catatannya terkait ERP apabila diterapkan di DKI Jakarta yang 80-90 persennya menggunakan kendaraan bermotor. 

Pertama, pelaksanaan ERP membutuhkan pemikiran secara makro dan komitmen yang besar, bukan hanya Pemerintah Daerah (Pemda) tetapi juga masyarakat, politik, dan teknologinya. 

"Jadi kalau kami melihat dari implementasi yang sudah berhasil seperti London, Singapura, itu enggak mudah, harus ada pemikiran yang secara makro," kata Budi.

"Pertama, komitmen itu sangat penting karena nanti akan berkembang di masyarakat. Kemudian dokumen DPRD ini juga harus jelas, karena berkaitan dengan finansial dan regulasi," lanjutnya. 

Sementara itu dari segi teknik, Budi melanjutkan, ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan. 

Baca juga: Puslabfor Bareskrim Polri Datangi TKP Satu Keluarga Keracunan di Bantar Gebang Bekasi

Menurutnya, tidak bisa lantas diujicobakan di satu jalan saja sebab tidak akan efektif. Sebab nantinya, masyarakat pasti memilih jalan lain untuk menghindari uji coba jalan ber-ERP. 

"Itu yang sekarang dipertanyakan, memang konsep untuk mendesain boundary atau kawasan zona memang harus hati-hati," ujar Budi.

"Semakin besar akan semakin baik, tapi kalau kami melakukan uji coba di lapangan, itu bisa menghabiskan milyaran rupiah. Maka harus dilakukan melalui kajian teknik dulu melalui pemodelan," sambungnya. 

Kedua, kejelasan regulasi terkait pengaturan kendaraan apa saja yang diharuskan membayar dan yang tidak. 

Menurut Budi, hal tersebut tentu memerlukan diskusi panjang, mengingat Indonesia memiliki ojek online (ojol) yang tidak tercatat sebagai kendaraan umum.

"Kalau saya pribadi untuk mengurangi (kemacetan) itu harus ada pembayaran, tapi ini menjadi masalah juga kami ini regulasinya belum jelas," ujar Budi. 

Baca juga: Suami Korban Keracunan di Bantar Gebang Sempat Datang Sebelum Satu Keluarga Ditemukan Terkapar

"Nah ini juga yang perlu dipertimbangkan sistem-sistem seperti ini, siapa saja yang harus bayar siapa aja yang tidak," jelas Budi.

Ketiga, ketika pemerintah memaksa memberlakukan ERP untuk mengatasi kemacetan, fasilitas kepada masyarakat berpindah ke angkutan umum harus diperkuat seperti mengintegrasikan di antara ojek online dan angkutan umum. 

"Kalau dipaksa harus diberikan fasilitas untuk berpindah angkutan umum di Jakarta, bagaimana ini harus bagus dan bisa mengangkut sampai ke lokasi-lokasi masyarakat di perkampungan," ujar Budi.

Budi mengakui, Jakarta sudah bekerja keras untuk memaksimalkan angkutan umum, meskipun belum baik sepenuhnya. 

"Baik atau tidaknya kan kami harus relatif menyikapinya, tapi kalau saya melihat memang Jakarta bekerja keras untuk itu bagaimana mobilitas masyarakat itu bisa diakomodasi sampai ke daerah-daerah," ujar Budi.

"Tidak hanya angkutan umum, tapi juga fasilitas pendukung lainnya seperti pedestrian, penyebrangan dari rumah menuju halte harus nyaman," jelasnya.

Keempat, Budi mengingatkan agar pemerintah berhati-hati ketika memberlakuan ERP, jangan sampai jadi bumerang. Sebab, pemberlakuan tersebut akan menarik banyak uang di masyarakat, sehingga keluar masuknya harus jelas. 

"Dapat saya katakan bahwasanya orang dipaksa untuk membayar maka uang yang dipergunakan yang tadi untuk harus diberikan untuk melayani orang yang membayar tadi dalam bentuk fasilitas," ujar Budi. 

"Nah ini perlu kejelasan ini karena uangnya nanti akan sangat besar sekali dan itu akan dipertanyakan oleh masyarakat karena 'Saya membayar pajak, kok saya bayar pajak kendaraan tapi masih kena itu', jadi ini harus di jadi salah satu pertimbangan yang dilakukan pemerintah," ujar Budi.

Selain Budi, salah satu pengamat transportasi, Djoko Setijowarno mengatakan, salah satu yang menjadi masalah penerapan ERP di Jakarta adalah belum adanya jaringan angkutan umum di kawasan perumahannya. Sementara, ia harus bekerja di DKI Jakarta.

"Yang masih menjadi masalah atau kendala adalah bagi warga Bodetabek, yang bekerja di Jakarta. Yang belum memiliki jaringan angkutan umum dari kawasan perumahannya dan harus bekerja di DKI Jakarta," ujar Djoko saat dihubungi Wartakotalive.com, Senin (16/1/2023).

"Sementara layanan angkutan umum menuju Jakarta dari kawasan Bodetabek masih minim. Lain halnya di Kota Jakarta, cakupan layanan angkutan umum sudah dapat mengcover seluruh kawasan permukiman yang ada," tandasnya. (M40)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved