Hukuman Edhy Prabowo Balik Jadi Lima Tahun, KPK: Harusnya Pertimbangkan Korupsi Extraordinary Crime
KPK menilai, seharusnya majelis hakim kasasi mempertimbangkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengembalikan hukuman bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, dari sembilan tahun menjadi lima tahun penjara.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, seharusnya majelis hakim kasasi mempertimbangkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
"Putusan majelis hakim seyogianya mempertimbangkan hakikat pemberantasan korupsi sebagai extraordinary crime," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (10/3/2022).
Baca juga: Wacana Tunda Pemilu 20204, Benny K Harman: Kegalauan Publik Belum Dijawab Presiden
Karena, sebagai salah satu kejahatan luar biasa itulah, KPK menginginkan cara penanganannya pun harus maksimal.
Satu di antaranya, kata Ali, melalui putusan yang mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dan mampu memberi efek jera untuk mencegah perbuatan serupa kembali terulang.
"Karena pemberian efek jera merupakan salah satu esensi penegakan hukum tindak pidana korupsi."
Baca juga: Dua Syarat Menuju Endemi, Salah Satunya Angka Penularan Covid-19 di Bawah Satu
"Yang bisa berupa besarnya putusan pidana pokok atau badan, serta pidana tambahan seperti uang pengganti ataupun pencabutan hak politik," tuturnya.
Ali mengatakan, pemberantasan korupsi butuh komitmen kuat seluruh elemen masyarakat. Terlebih, komitmen dari penegak hukum.
Di sisi lain, KPK menghormati setiap putusan peradilan, termasuk putusan kasasi MA terhadap Edhy Prabowo. Namun, KPK belum menerima putusan MA.
Baca juga: Waketum Demokrat: Konstitusi Memungkinkan Masa Jabatan Presiden Diperpendek, Bukan Diperpanjang
"Saat ini kami belum menerima pemberitahuan resmi putusan dimaksud."
"Segera setelah kami terima, akan kami pelajari putusan lengkapnya tersebut," ucap Ali.
Dianggap Telah Bekerja Baik
Hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berkurang lima tahun di tingkat kasasi.
Sebelumnya di tingkat banding, terdakwa perkara suap terkait izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bening lobster (BBL) di Kementerian Kelautan dan Perikanan itu divonis sembilan tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan penjara 5 tahun dan denda sebesar Rp400 juta," bunyi petikan putusan Mahkamah Agung (MA) seperti dikutip Tribunnews, Rabu (9/3/2022).
Baca juga: INI Tiga Sikap MK Soal Presidential Threshold, Konstitusional Alias Tak Bertentangan dengan UUD 1945
Tak hanya kurungan kurungan bui, MA turut mengurangi pencabutan hak politik mantan politikus Partai Gerindra itu, dari tiga tahun menjadi dua tahun.
Hukuman tersebut dihitung seusai Edhy menjalani masa kurungan.
Dalam pertimbangannya, hakim beralasan pengurangan hukuman Edhy Prabowo dilakukan karena hakim di tingkat banding tidak mempertimbangkan keadaan yang meringankan Edhy Prabowo.
Baca juga: Firli Bahuri Dilaporkan Soal Mars dan Himne KPK, Dewan Pengawas Diminta Berikan Sanksi Berat
Menurut hakim, Edhy dianggap telah bekerja dengan baik sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Dia memberikan harapan bagi nelayan untuk memanfaatkan benih lobster sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat, khususnya nelayan.
"Terdakwa sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan sudah bekerja dengan baik dan memberikan harapan kepada nelayan," tulis putusan tersebut.
Putusan kasasi dibacakan pada Senin (7/3/2022). Susunan hakimnya adalah Sofyan Sitompul, Gazalba Saleh, dan Sinintha Yuliansih Sibarani.
Ajukan Banding Hukuman Malah Bertambah Berat
Sebelumya, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak permohonan banding Edhy Prabowo.
Artinya, PT DKI Jakarta memperberat vonis mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu, dari 5 tahun menjadi 9 tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa (Edhy) dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 400 juta."
Baca juga: Dasco Klaim 30 DPD Partai Gerindra Dukung Prabowo Subianto Maju di Pilpres 2024, Tinggal Dilaporkan
"Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," demikian bunyi amar putusan yang dikutip, Kamis (11/11/2021).
Hakim PT DKI juga mewajibkan Edhy Prabowo membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS, dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan oleh Edhy Prabowo.
Uang itu harus dibayar Edhy Prabowo dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Baca juga: AHY:Jika Partai Demokrat Dianalogikan Sebagai Aset Properti, Sertifikat Sah Hanya yang Saya Kantongi
Jika tidak dibayar, maka harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa, untuk menutupi kekurangan uang pengganti.
Jika harta bendanya tak cukup, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.
Hakim PT DKI Jakarta juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun, sejak Edhy selesai menjalani pidana pokok.
Baca juga: LaporCovid-19: Rata-rata Pasien Isolasi Mandiri yang Wafat Keluarganya Juga Positif
Sebelumnya, Edhy Prabowo divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Edhy terbukti secara sah bersalah dalam kasus suap izin ekspor benih lobster alias benur.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah Rp 400 juta."
Baca juga: LIVE STREAMING Sidang Vonis Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Ini Harapan KPK
"Dengan ketentuan apabila denda itu tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," ucap hakim ketua Albertus Usada, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (15/7/2021).
Ia melanggar pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Dalam vonisnya, hakim juga mewajibkan Edhy Prabowo membayar uang pengganti atas tindakan korupsi yang dia lakukan, sebesar Rp 9,68 miliar dan 77 ribu dolar Amerika Serikat (AS).
Baca juga: Dua Jenazah Teroris MIT Poso Dimakamkan di Palu, Jasad Membusuk Sulitkan Identifikasi
"Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa untuk menutupi uang peganggi tersebut."
"Apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka diganti hukuman dua tahun penjara," tutur Albertus.
Edhy Prabowo juga dijatuhi hukuman pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun, sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya.
Baca juga: Bakal Laporkan Perkembangan PPKM Darurat kepada Jokowi, Luhut: Kami Amati Betul Masalah Ekonomi
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," ucap Albertus.
Hakim menyatakan Edhy Prabowo terbukti menerima uang 77 ribu dolar AS dari Suharjito, pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama, dengan tujuan agar izin budidaya lobster dan izin ekspor benih lobster dapat dipercepat.
Hakim juga menyatakan Edhy menerima puluhan miliar melalui terdakwa lainnya, sebagai keuntungan tidak sah PT ACK. (Ilham Rian Pratama)