Asal Punya Argumen Kuat, MK Siap Ubah Aturan Pemohon Perorangan Gugat Presidential Threshold
Putusan-putusan mahkamah, kata dia, juga menolak perorangan mempunyai legal standing, karena dinilai tidak mempunyai kerugian hak konstitusional.
"Bagaimana Pak Jaya bisa menjelaskan, membangun sebuah argumentasi yang sangat kuat untuk bisa meyakinkan MK dengan dasar-dasar argumentasi yang berbeda dengan sebelumnya."
"Bahwa seharusnya perorangan pun bisa diberikan legal standing. Itu harus Bapak bangun," ucap Enny.
Ia juga menyarankan agar Jaya memberikan pembeda terhadap putusan-putusan MK terkait persoalan serupa sebelumnya.
Baca juga: TUJUH Poin Pelonggaran Protokol Kesehatan di Arab Saudi, Tak Wajib Pakai Masker di Tempat Terbuka
Karena menurutnya, permohonan tersebut relatif sama dengan permohonan lain yang sudah diputus MK.
"Kalau seperti ini ya sudah berkali-kali pernah diputus oleh MK."
"Jadi mungkin nanti sekali lagi Pak Jaya juga perlu melihat putusan-putusan MK terbaru tersebut, termasuk petitumnya hampir sama semua," cetus Enny.
Baca juga: Ketua Satgas Covid-19 IDI Setuju Tes PCR dan Antigen Tak Diwajibkan Lagi, tapi Harus Dimonitor
Enny mengingatkan agar Jaya perlu menegaskan pembeda permohonannya.
Karena jika tidak, kata Enny, maka putusan akan menyatakan permohonan tersebut nebis in idem.
"Ini yang harus dibangun kembali di mana letak pembedanya di situ, supaya tidak menjadi satu permohonan yang dinyatakan sebagai nebis in idem."
Baca juga: Niat Undang Paus Fransiskus, Menag Ingin Tunjukkan Indahnya Keberagaman di Indonesia
"Kalau nebis in idem kan dia permohonan tidak dapat diterima, apalagi tidak punya legal standing," bebernya.
Sebelumnya, pendiri Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) Jaya Suprana mengajukan permohonan uji materi pasal 222 UU Pemilu, terkait ambang batas pencalonan presiden alias presidential treshold (PT) 20 persen, ke Mahkamah Konsitusi (MK).
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar pada pada Selasa (8/3/2022), Jaya hadir secara daring sebagai prinsipal tanpa didampingi kuasa hukum.
Pada kesempatan yang diberikan oleh pimpinan panel Hakim Konstitusi, Jaya mengungkapkan alasannya mengajukan permohonan tersebut.
Baca juga: Usul Pemilu 2024 Ditunda, Muhaimin Iskandar: Kalau Partai Kompak, Jokowi Pasti Setuju
Jaya mengatakan, permohonan tersebut tidaklah berkaitan langsung dengan dirinya dalam konteks kepentingan politik.
Namun demikian, aturan tersebut menurutnya membatasi hak setiap warga negara Indonesia untuk maju mencalonkan diri sebagai Presiden atau Wakil Presiden.