Asal Punya Argumen Kuat, MK Siap Ubah Aturan Pemohon Perorangan Gugat Presidential Threshold

Putusan-putusan mahkamah, kata dia, juga menolak perorangan mempunyai legal standing, karena dinilai tidak mempunyai kerugian hak konstitusional.

Kompas.com
Mahkamah Konstitusi (MK) membuka peluang memberikan legal standing atau kedudukan hukum kepada prinsipal perorangan, yang mengajukan permohonan pengujian pasal 222 UU Pemilu tentang ambang batas pencalonan presiden. 

Warga negara yang dimaksud oleh Jaya adalah mereka yang memiliki potensi dan kemampuan namun tidak memiliki akses kepada partai politik dan tidak memiliki dana yang cukup.

Baca juga: DAFTAR Lengkap PPKM Jawa-Bali Hingga 14 Maret 2022: Jabodetabek Level 2, Level 4 Sisa Dua

Hal tersebut ia sampaikan dalam sidang yang disiarkan di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi, Selasa (8/3/2022).

"Hanya memikirkan alangkah sayangnya apabila ada teman-teman saya yang mampu, saya tidak sebut nama, tapi yang menurut saya mampu dan mau menjadi capres, tetapi mereka kehilangan haknya."

"Kehilangan kesempatannya untuk maju sebagai capres, karena tidak mungkin memenuhi syarat yang diajukan di dalam apa yang disebut sebagai presidential threshold," tutur Jaya.

Baca juga: Dianggap Galau Akut karena Usul Tunda Pemilu tapi Tetap Ingin Jadi Capres, Ini Respons Gus Muhaimin

Dalam sidang tersebut, Jaya tidak menjelaskan kewenangan Mahkamah, legal standing, alasan permohonan, maupun petitum permohonan.

Namun demikian, dalam persidangan terungkap ada tiga poin petitum yang diajukannya.

Satu di antara petitum tersebut adalah agar norma pasal 222 UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dinyatakan bertentangan dengan pasal 6 ayat 2 dan pasal 6a UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Panel Hakim Konstitusi yang memimpin jalannya persidangan tersebut adalah Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, serta Manahan MP Sitompul.

Yang Berhak Gugat Presidential Threshold ke MK Cuma Parpol Peserta Pemilu dan Capres-Cawapres

Mahkamah Konstitusi (MK) tak menerima gugatan presidential threshold dalam UU 7/2017 tentang Pemilu, yang dimohonkan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Joko Juliantono.

Putusan perkara nomor 66/PUU-XIX/2021 tersebut dibacakan dalam sidang putusan, Kamis (24/2/2022).

Permohonan Ferry ditolak, karena yang bersangkutan tak memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan gugatan konstitusi terkait presidential threshold.

Baca juga: Siap-siap, Siti Nadia Tarmizi Prediksi Indonesia Segera Masuki Puncak Gelombang Ketiga Pandemi

Hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan, dalam mengajukan permohonan a quo, pemohon, dalam hal ini Ferry, berkedudukan sebagai perorangan warga negara Indonesia, meskipun menjabat Wakil ketua Umum Partai Gerindra, tapi tidak mewakili partai.

Arief menyampaikan, subjek hukum yang punya hak konstitusional untuk mengajukan permohonan a quo adalah partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu.

"Subjek hukum yang mempunyai hak konstitusional untuk mengusulkan calon presiden dan wakil presiden."

Baca juga: UPDATE Covid-19 RI 24 Februari 2022: 317 Pasien Wafat, 42.518 Sembuh, 57.426 Orang Positif

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved