Kasus Rizieq Shihab
GP Ansor: Penembakan Enam Anggota FPI di Tol Jakarta-Cikampek Tak Sepatutnya Dikriminalisasi
Dalam kasus ini, dua anggota Polda Metro Jaya, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella, menjadi terdakwa.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Gerakan Pemuda (GP) Ansor menyatakan kasus penembakan enam anggota Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, 7 Desember 2020, adalah tindakan tegas aparat kepolisian atas pembangkangan hukum.
Dengan dasar ini, GP Ansor menilai langkah kepolisian tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai perbuatan pidana, karena bagian dari menegakkan hukum.
“Tindakan aparat penegak hukum yang telah berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan, dan sesuai dengan standard operating procedure (SOP)."
Baca juga: Anggota KPU-Bawaslu 2022-2027 Dinilai Cukup Representatif karena Punya Keahlian Khusus
"Maka tindakan sebagaimana demikian tidak sepatutnya dikriminalisasi,” ujar Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat GP Ansor Abdul Rochman kepada wartawan, Jumat (18/2/2022).
Dalam kasus ini, dua anggota Polda Metro Jaya, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella, menjadi terdakwa.
Keduanya didakwa dengan pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dan pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian.
Baca juga: KPK Pastikan Penyidikan Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101 Berlanjut
Menurut Abdul Rochman, insiden di KM 50 tidak akan sampai menimbulkan korban jiwa jika anggota FPI taat dan patuh pada aturan hukum.
Namun faktanya, anggota FPI malah bersikap tidak kooperatif terhadap aparat penegak hukum yang tengah menjalankan tugasnya, sesuai kewenangan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan.
“Upaya perebutan senjata api dan penganiayaan terhadap aparat saat bertugas jelas tidak bisa dibenarkan."
Baca juga: Aturan Baru JHT Ditolak, Pemerintah Diminta Perbaiki Komunikasi, Jangan Sampai Publik Tak Percaya
"Dan, keberatan terhadap tindakan aparat penegak hukum hanya dapat ditempuh dengan cara damai dan beradab melalui mekanisme dan prosedur hukum,” papar Adung, sapaan akrabnya.
Adung memandang insiden KM 50 sebagai suatu peristiwa yang memilukan yang semestinya dapat dihindari.
Dia juga berharap agar kasus ini tidak boleh terulang lagi di kemudian hari.
Baca juga: Aturan Baru Pencairan JHT Diprotes Buruh, Puan Maharani: Jangan Sampai Ada yang Dirugikan
GP Ansor meminta kasus ini bisa diselesaikan dengan cara jernih dan menghasilkan keadilan hukum yang seadil-adilnya.
“Jangan sampai ada upaya-upaya sekelompok yang ngotot melakukan kriminalisasi dengan target hanya untuk memuaskan hasrat balas dendam."
"Hukum bukanlah pemuas amarah dan dendam,” tegasnya.
Baca juga: Sempat Lampaui Puncak Gelombang Kedua, Kasus Covid-19 di Jakarta, Banten, dan Bali Mulai Menurun
Adung menjelaskan, segala pembangkangan atau perlawanan yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan tidak dapat dibenarkan.
Menurut Adung, tindakan itu juga akan menghancurkan wibawa hukum dan aparat penegak hukum.
Dalam skala luas, lanjutnya, tindakan ini juga bisa merusak kondisi keamanan, ketertiban, kedamaian, serta keteraturan dalam tatanan kehidupan masyarakat. (Reza Deni)