Ubedilah Badrun Tolak Minta Maaf Meski Dipolisikan karena Laporkan Dua Putra Jokowi ke KPK
Ubedilah Badrun menegaskan dirinya menolak meminta maaf atas laporan yang dibuatnya ke KPK.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun dipolisikan relawan Jokowi Mania (JoMan), karena melaporkan dua putra Presiden Jokowi ke KPK atas dugaan korupsi.
Relawan JoMan pun mendesak Ubedilah meminta maaf.
Menanggapi hal itu, Ubedilah Badrun menegaskan dirinya menolak meminta maaf atas laporan yang dibuatnya ke KPK. Sebab, dirinya tidak pernah memfitnah pihak mana pun.
Baca juga: Meski Elektabilitas Masih Rendah, Airlangga Hartarto Diyakini Bakal Tetap Maju Jadi Capres 2024
"Laporan ke KPK itu do process of law, tidak perlu minta maaf."
"Saya tidak memfitnah, itu langkah laporan hukum," kata Ubedilah saat dikonfirmasi Tribunnews, Sabtu (15/1/2022).
Ubedilah kemudian menyoroti laporan polisi yang diadukan terhadap dirinya.
Baca juga: Laporkan ke Polisi, Ketua Jokowi Mania Mengaku Sudah Kasih Kesempatan Ubedilah Badrun Minta Maaf
Menurutnya, pelapor tidak memiliki kapasitas untuk melaporkannya karena bukanlah sebagai korban.
"Hal yang dilaporkan Noel (pelapor) itu delik aduan."
"Mestinya yang melaporkan itu korban. Entah Noel ini korban apa ya? Saya tidak pernah berinteraksi dengan Noel sama sekali kok bisa jadi korban?" Tutur Ubedilah.
Baca juga: Abdul Gafur Masud: Semoga Masyarakat PPU Tetap Semangat dan Selalu dalam Keberkahan Allah
Ia menuturkan pelaporannya terhadap dua putra Jokowi tersebut mengenai dugaan tindak pidana korupsi. Hal itu tidak ada hubungannya dengan pelapor.
"Saya melaporkan ke KPK itu tentang dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang, tidak ada hubungannya dengan Noel," ucap Ubedilah.
Ubedilah menjelaskan, pelaporan dugaan korupsi atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ke KPK merupakan iktikad baik untuk kepentingan nasional.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 14 Januari: Rekor Baru di 2022, Pasien Positif Tambah 850 Orang
Sebab, negara diperintahkan TAP MPR Nomor XI tahun 1998 agar menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN.
"Saya menjalankan itu sesuai spirit reformasi 1998."
"Kebetulan saya adalah aktivis 1998, terpanggil untuk bertanggung jawab secara moral memilih langkah hukum ini."
Baca juga: Bupati Penajam Paser Utara Dibekuk KPK, Rencana Pembangunan Ibu Kota Negara Dipastikan Tak Terganggu
"Maka langkah ini dijamin oleh UU Nomor 31 tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban."
"Bahwa sebagai pelapor dilindungi dan tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata," terang Ubedilah.
Kasih Kesempatan Minta Maaf
Ketua Jokowi Mania Immanuel Ebenezer melaporkan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun ke Polda Metro Jaya, Jumat (14/1/2022).
Pelaporan yang dilakukan pria yang akrab disapa Noel itu, karena Ubedilah diduga memfitnah keluarga Presiden Joko Widodo.
Laporan tersebut diterima dengan nomor register LP/B/239/I/2022/SPKT/Polda Metro Jaya.
Baca juga: Ketua Jokowi Mania Bakal Polisikan Ubedillah Badrun karena Laporkan Dua Putra Presiden ke KPK
"Kami melaporkan Dosen UNJ Ubedilah Badrun di pasal 317 KUHP."
"Ubedilah diduga telah membuat tudingan tak berdasar kepada keluarga Presiden tanpa data dan fakta," kata Immanuel di depan Gedung SPKT Polda Metro Jaya, Jumat (14/1/2022).
Noel yang juga Ketua Ikatan Aktivis 98 itu telah mempertimbangkan laporan yang dibuatnya.
Baca juga: BPOM Izinkan Penggunaan Molnupiravir untuk Obati Pasien Covid-19 Gejala Ringan dan Sedang
Noel mengaku Ubedilah adalah rekan sesama aktivis, dan ia sudah memberikan kesempatan kepada Ubedilah untuk membuktikan pelaporannya ke KPK.
"Kami memberikan kesempatan kepada Ubedilah Badrun untuk meminta maaf sebelum kita buat LP."
"Saya dengan Ubedillah merupakan rekan sesama aktivis 98, karena dia tak bisa membuktikannya kepada publik, maka kita laporkan."
Baca juga: DPR Pastikan Jadwal Pemilu 2024 Ditetapkan Bulan Ini
"Karena ini berkaitan dengan kehormatan seseorang pejabat negara dan laporannya atas kesaksian palsu dan berita bohong atau hoaks," papar Noel.
Noel bersikukuh, apa yang dilakukan Ubedilah dengan melaporkan Gibran dan Kaesang ke KPK tidak berbasis data.
Ia sangat yakin laporan keterlibatan putra Jokowi dengan seorang pemilik perusahaan tak bisa dibuktikan kepada publik.
Baca juga: Gugat Presidential Threshold 20 Persen ke MK, Gatot Nurmantyo Takut Indonesia Punah
"Dia kawan saya dan seorang dosen aktivis, kok bisa membuat laporan tidak berbasis data dan fakta?"
"Makanya kami menyarankan sekali ke dia untuk membuktikan itu. Jadi kami meminta Ubedilah Badrun untuk meminta maaf kepada publik," ucap Immanuel.
Noel turut menyertakan bukti dalam pelaporannya ke polisi.
Baca juga: Bakal Ditunjuk Presiden, Kepala Daerah Ibu Kota Negara Setingkat Menteri, Tak Ada DPRD
Ia membawa bukti berupa video rekaman ucapan Ubedilah saat melaporkan Gibran dan Kaesang ke KPK.
"Pertama rekaman video, kemudian durasi saat dia sampaikan laporan keterlibatan Gibran dan Kaesang saat di KPK."
"Itu jadi bukti-bukti kami sampaikan ke penyidik," terang Noel.
Sebelumnya, dua putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: BEGINI Cara Cek Tiket dan Jadwal Vaksinasi Booster di PeduliLindungi
Adalah Ubedilah Badrun, dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang juga aktivis 98, yang melaporkan Gibran dan Kaesang.
"Laporan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU)."
"Berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan," kata pria yang karib disapa Ubed itu, saat dijumpai awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/1/2022).
Baca juga: IM57+ Institute Kini Berbadan Hukum, Siap Babtu Advokasi Pemberantasan Korupsi
Ubed menjelaskan, laporan ini berawal pada 2015.
Saat itu, kata dia, ada perusahaan besar berinisial PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan, dan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun.
Kendati begitu, kata Ubed, dalam perkembangannya, yakni di Februari 2019, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan Rp 78 miliar, saat itu kedua putra Jokowi diduga memiliki perusahaan dan bergabung dengan PT SM.
Baca juga: Datangi Bareskrim, Ferdinand Hutahaean Mengaku Idap Penyakit, Pikiran dan Hatinya Tidak Selaras
"Itu terjadi pada Februari 2019, setelah anak presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," ungkap Ubedilah.
Menurutnya, dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tersebut sangat jelas melibatkan Gibran, Kaesang, dan anak petinggi PT SM, yakni AP.
Hal itu, kata dia, dapat dibuktikan karena adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan Ventura.
Baca juga: Pasien Omicron Tembus 414 Orang, Pemerintah Tak Ingin Indonesia Seperti India
"Dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat."
Dan setelah itu kemudian anak presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis, Rp 92 miliar,” ujar Ubedilah.
Hal tersebut bagi Ubed menjadi tanya besar, karena menurutnya hampir tidak mungkin seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan, dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka yang cukup fantastis, kalau bukan anak presiden.
Baca juga: Ferdinand Hutahaean: Kalau Tidak Salah Persepsi, Cuitan Saya Tak Ada Masalah
Dalam laporan ke KPK tersebut, Ubedilah mengaku membawa bukti-bukti data perusahaan serta pemberitaan terkait adanya pemberian penyertaan modal dari Ventura.
"Ada dokumen perusahaan, karena boleh diakses oleh publik dengan syarat-syarat tertentu."
"Dan juga bukti pemberitaan pemberian penyertaan modal dari Ventura itu."
Baca juga: Dibilang Formappi Malas Rapat, Anggota DPR: Yang Perlu Jadi Paramater Bukan Kuantitas, tapi Kualitas
"Dan kemudian kita lihat di perusahaan-perusahaan yang dokumennya rapi itu, memang ada tokoh-tokoh yang tadi saya sebutkan."
"Kami minta kepada KPK untuk menyelidiki dan meminta kepada KPK agar menjadi terang benderang, dan bagaimana kemudian bila perlu presiden dipanggil untuk menjelaskan posisi ini," paparnya. (Igman Ibrahim)