Bansos Covid19
Juliari Batubara Minta Maaf kepada Jokowi dan PDIP, Mengaku Cuma Lalai Tak Awasi Ketat Anak Buah
Juliari juga meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas perkara yang ditimbulkannya ini.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, terdakwa kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial Covid-19, mengungkapkan penyesalannya.
Ia juga meminta maaf kepada jajaran pengurus DPP PDIP, karena perkara ini membuat partai berlogo kepala banteng moncong putih tersebut kerap dihujat dan dihujani cacian.
Pernyataan itu diutarakan Juliari dalam sidang lanjutan beragendakan pembacaan pleidoi alias nota pembelaan terdakwa, atas tuntutan jaksa penuntut umum KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (9/8/2021).
Baca juga: Rizieq Shihab Bebas Hari Ini, Kuasa Hukum Tak Menjemput karena Masih Ada Satu Kasus Belum Inkrah
"Saya harus menyampaikan permohonan maaf secara tulus dan penuh penyesalan."
"Saya sadar bahwa sejak perkara ini muncul, badai hujatan dan cacian datang silih berganti ditujukan pada PDI Perjuangan," ucap Juliari yang dihadirkan secara virtual.
Kendati begitu, dirinya meyakini partai di bawah kepemimpinan Megawati Sukarnoputri tersebut tetap mendapat kepercayaan dari masyarakat Indonesia.
Baca juga: Nama Harun Masiku Tak Muncul di Laman Interpol, KPK: Harus Ada Permintaan dari Negara Lain
"Saya yakin sebagai partai nasionalis yang bertahun-tahun selalu berada di garda terdepan dalam menjaga empat pilar kebangsaan serta cita-cita para pendiri bangsa.
"Saya yakin PDIP dibutuhkan dan dicintai segenap rakyat Indonesia," tuturnya.
Selain kepada pengurus dan jajaran PDIP, Juliari juga meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas perkara yang ditimbulkannya ini.
Baca juga: Wamendag Usul Masyarakat yang Divaksin Covid-19 Dapat Diskon Belanja Online, 4 Raksasa Ini Setuju
"Di bagian akhir pleidoi ini saya tulus ingin mengucapkan permohonan maaf saya yang sebesar-besarnya terhadap Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo atas kejadian ini," kata Juliari.
Politikus PDIP itu mengaku akar mula kasus di Kementerian Sosial ini akibat kelalaiannya saat menjabat sebagai menteri.
Dia menyebut, saat itu tidak mampu melakukan pengawasan yang baik atas kerja dari para pegawainya.
Baca juga: Peretas Situs Setkab Dua Remaja Sumatera Barat, Sudah Bobol 650 Website Dalam dan Luar Negeri
"Terutamanya permohonan maaf akibat kelalaian saya tidak melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap kinerja jajaran di bawah saya, sehingga harus berurusan dengan hukum," ucapnya.
Mantan Wakil Bendahara Umum PDIP itu juga mengakui akibat perkara rasuah yang menjeratnya, fokus kerja Jokowi sempat teralihkan.
Padahal, jajaran pemerintahan kabinet Indonesia Maju saat itu tengah berupaya menanggulangi penyebaran Covid-19.
Baca juga: Rizieq Shihab Tak Jadi Bebas Hari Ini, Kuasa Hukum Duga Ada Pihak yang Bermanuver
"Perkara ini tentu membuat perhatian Bapak Presiden sempat tersita dan terganggu."
Semoga Tuhan yang Maha Esa melindungi Bapak Presiden dan keluarga," harap Juliari.
Dituntut 11 Tahun Penjara
Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dituntut hukuman pidana 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK menyatakan, Juliari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam kasus korupsi pengadaan bansos sembako Covid-19 Jabodetabek tahun anggaran 2020.
Terdakwa disebut telah melakukan perbuatan korupsi bersama anak buahnya, yakni Komisi Pengguna Anggaran (KPA) Adi Wahyono dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos Matheus Joko Santoso.
Baca juga: Kasus Covid-19 di Jakarta Menurun, Wagub DKI: Kita Tidak Boleh Berpuas Diri
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 11 tahun dikurangi selama terdakwa berada di tahanan."
"Sebagai perintah supaya terdakwa tetap ditahan, dan denda sebesar 500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/7/2021).
JPU juga menuntut Juliari membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 14,5 miliar.
Baca juga: Satgas: Jika Sektor yang Sudah Dibuka Tak Taat Protokol Kesehatan, Maka Perlu Dibatasi Lagi
Bila tak diganti dalam waktu sebulan setelah hukuman inkrah, maka harta benda Juliari dapat dilelang untuk menutupi pembayaran uang pengganti tersebut.
Jika masih kurang, maka diganti dengan pidana penjara 2 tahun.
"Menetapkan agar terdakwa membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 14.597.450.000."
Baca juga: Anggota DPR Dapat Fasilitas Isoman di Hotel, Aktivis 98: Bukannya Bantu, Malah Jadi Penikmat Bantuan
"Jika tidak diganti sebulan sesudah hukuman telah memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya bisa dilelang, bila tak mencukupi dipidana 2 tahun," beber jaksa.
Dalam menjatuhkan tuntutannya, JPU mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan.
Hal yang memberatkan, Juliari selaku Menteri Sosial dinilai tidak mendukung program pemerintah mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Baca juga: Penting Punya Kamar Mandi Dalam Saat Isoman, Baju dan Alat Makan Harus Direndam Pakai Sabun 3 Jam
Perbuatan terdakwa dilakukan saat kondisi darurat bencana pandemi Covid-19.
Juliari juga dianggap berbelit-belit dalam memberikan keterangan, dan tidak mengakui perbuatannya.
Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum.
Baca juga: Agar Tidak Dipersulit Saat ke Pasar dan Bepergian, Warga Berbondong-Bondong Ingin Divaksin Covid-19
"Perbuatan terdakwa dilakukan saat kondisi darurat bencana pandemi Covid-19," ujar jaksa.
Berdasarkan fakta hukum di persidangan, terungkap terdakwa menerima uang fee Rp 32,48 miliar melalui saksi Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, dari PT Tigapilar Agro Utama, PT Pertani, dan perusahaan lainnya, atas penunjukan vendor penyedia paket bansos sembako.
Juliari dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 atau Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 ke 1 KUHP sebagaimana dakwaan ke-1.
Baca juga: Polda Metro Jaya: Kalau Awasi Semua Warung Makan, Lama-lama Habis Semua Polisi
Juliari lantas menyatakan segera mengajukan nota pembelaan alias pleidoi, atas tuntutan 11 tahun penjara dari JPU.
Persidangan agenda pembacaan pleidoi akan dilanjutkan pada Senin 9 Agustus 2021.
"Saya akan mengajukan pembelaan," kata Juliari yang dihadirkan secara daring, Rabu (28/7/2021).
Baca juga: Fasilitas Hotel untuk Isolasi Mandiri Anggota DPR Pakai Anggaran Perjalanan Luar Negeri
Maqdir Ismail, kuasa hukum Juliari, telah menyiapkan surat pembelaan atas tuntutan jaksa KPK tersebut.
Salah satu poin yang akan disanggah yakni terkait penerimaan uang dari PT Bumi Pangan Digdaya, yang ia sebut tak pernah didengar selama persidangan bergulir.
Maqdir menyebut tuntutan jaksa lebih kepada asumsi yang hanya merujuk kesaksian Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.
Baca juga: Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Sunat Hukuman Djoko Tjandra Jadi 3 Tahun 6 Bulan Penjara
"Kami sudah menyiapkan pembelaan yang hendak kami sampaikan, terutama berkaitan misalnya tadi kita tidak pernah dengar adanya uang."
"Apa yang disampaikan penuntut hukum lebih banyak berdasarkan asumsi keterangan MJS dan AW, tanpa mempertimbangkan keterangan saksi yang lain."
"Di hadapan persidangan kita mendengar sejumlah saksi bahwa uang yang mereka serahkan ke MJS Rp 7 miliar atau Rp 6 miliar, tapi tuntutan ini seolah-olah ada uang Rp 32 miliar," tutur Maqdir.
Baca juga: Kapolda: Dulu Angkat Bambu Runcing Sekarang Jarum Suntik, Masyarakat Tinggal Singsingkan Baju
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) sebelumnya mendakwa Juliari menerima suap sebesar Rp 32.482.000.000, dari para pengusaha yang menggarap proyek pengadaan bantuan sosial (bansos) untuk penanganan Covid-19.
Puluhan miliar uang dugaan suap untuk Juliari Batubara itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19.
Baca juga: Nasihati Satpol PP Se-Indonesia, Mendagri: Jangan Baju Keren tapi Etika dan Perilaku Seperti Preman
Di antaranya, PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude, dan PT Tigapilar Agro Utama.
Jaksa mengungkap, uang sebesar Rp 32 miliar itu diduga diterima Juliari melalui Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos Adi Wahyono, yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Serta, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan Bansos Covid-19 Matheus Joko Santoso.
Baca juga: MUI Minta Pemberian Daging Kurban Diutamakan untuk Pasien Covid-19 yang Jalani Isolasi Mandiri
Rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko berasal dari konsultan hukum PT Pertani dan PT Mandala Hamonangan Sude, Harry Van Sidabukke, senilai Rp 1,28 miliar.
Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja sejumlah Rp 1,95 miliar, serta sebesar Rp 29 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.
Serta, beberapa penyedia bansos Covid-19 lainnya senilai Rp 29,25 miliar.
Baca juga: Anies Baswedan Targetkan Seribu Warga Jakarta di Tiap Kelurahan Divaksin Covid-19 per Hari
Sehingga, total uang yang diterima Juliari sebesar Rp 32,48 miliar.
Atas perbuatannya, Juliari Batubara didakwa melanggar pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Juncto Pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Rizki Sandi Saputra)