Virus Corona Jabodetabek

Haji Lulung: Warga Disuruh Isoman tapi Obat Tidak Ada, Gimana? Saya Mengalami Sendiri

Lulung menyatakan demikian, lantaran mengalami sendiri langkanya obat-obatan untuk pemulihan pasien Covid-19.

Warta Kota
Anggota VII DPR Abraham Lunggana mengkritisi langkanya stok obat terapi untuk pasien Covid-19, di apotek wilayah DKI Jakarta. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Anggota VII DPR Abraham Lunggana mengkritisi langkanya stok obat terapi untuk pasien Covid-19, di apotek wilayah DKI Jakarta.

Ia menyebut kelangkaan obat ini bisa berimbas pada keselamatan jiwa masyarakat.

Sebab, di satu sisi pemerintah meminta mereka yang mengidap kasus Covid-19 untuk isolasi mandiri di rumah.

Baca juga: Perpanjang PPKM Darurat, Jokowi: Saya Mengajak Seluruh Komponen Bangsa Bersatu Melawan Covid-19

Tapi di sisi lain, obat-obatan pemulih atau terapi Covid-19 tak banyak beredar di tengah masyarakat.

"Kalau kondisi ini dibiarkan terus, gimana?"

"Warga disuruh isoman di rumah, tapi obat tidak ada."

Baca juga: Luhut Optimis Herd Immunity Indonesia Terbentuk Akhir Tahun Ini, Kejar Testing 400 Ribu per Hari

"Saya kira, ini dikeluhkan banyak masyarakat di mana-mana," kata Lulung lewat keterangan tertulis, Rabu (21/7/2021).

Atas kondisi ini, ia meminta pemerintah segera turun tangan mengatasi persoalan tersebut, guna menjamin kesehatan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir.

"Saya minta keadaan ini segera diatasi pemerintah, pemerintah harus turun tangan langsung, jangan pasif," tegasnya.

Baca juga: Luhut: Saya Sedih Orang Terlalu Gampang Mengkritik, Kamu Tak Tahu Betapa Sulitnya Atasi Keadaan Ini

Lulung menyatakan demikian, lantaran mengalami sendiri langkanya obat-obatan untuk pemulihan pasien Covid-19.

Anggota keluarganya terkonfirmasi positif Covid-19, dan disarankan dokter mengonsumsi sejumlah obat pemulihan.

Daftar obat yang direkomendasikan dokter antara lain Oseltamivir 75 mg, Azithromycin 500 mg, Dexamethasone 0,5 mg, dan Parasetamol 500 mg.

Baca juga: 18 dari 24 Pegawai KPK yang Tak Lulus TWK Bersedia Dibina Kementerian Pertahanan Mulai Besok

Namun, usai mencari ke 10 apotek di kawasan DKI Jakarta, seluruhnya kehabisan stok. Hanya parasetamol yang masih tersedia.

Menurutnya, kondisi ini menjadi fakta lapangan atas langkanya obat-obatan untuk keperluan pemulihan Covid-19.

"Kalau di Jakarta saja obat tidak ada, bagaimana lagi di daerah-daerah lain?"

Baca juga: Diperpanjang Hingga 25 Juli 2021, PPKM Darurat Kini Ganti Nama Jadi PPKM Level 4

"Kelangkaan obat yang dikeluhkan warga selama ini ternyata benar, dan terjadi di mana-mana."

"Ini fakta di lapangan, karena sekarang saya mengalami sendiri," ungkap Lulung.

Lulung menduga kelangkaan obat tersebut terjadi karena ulah oknum penimbun obat, seperti yang diungkap Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu, di kawasan Jalan Peta Barat Indah III, Kalideres, Jakarta Barat, Senin (12/7/2021).

Baca juga: DAFTAR Lengkap Wilayah Level 3 dan 4 di Jawa-Bali, di Luar Itu Terapkan PPKM Mikro

"Ulama, kiai, dokter, tenaga medis kita sudah ribuan yang gugur."

"Mungkin karena mereka kesulitan mendapatkan obat."

"Saya minta keadaan ini segera diatasi pemerintah, pemerintah harus turun tangan langsung, jangan pasif hanya menunggu polisi melakukan penggerebekan atau penangkapan," bebernya.

Cadangan Obat Setahun Punya Kemenkes Habis Kurang dari Sebulan

Plt Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya menuturkan, lonjakan kasus harian berdampak kepada suplai obat terapi Covid-19.

Pihaknya pun berusaha segera memenuhi kebutuhan obat-obatan di rumah sakit.

Bahkan, buffer atau cadangan obat terapi Covid-19 untuk setahun, habis dalam waktu satu bulan.

Baca juga: WHO Hapus Azitromisin dan Oseltamivir dari Daftar Obat Covid-19, Kemenkes: Masih Aman Digunakan

"Kami punya buffering ya."

"Buffer kami setahun pun sudah habis tidak sampai satu bulan ini, dan sedang dalam proses pengadaan," ungkapnya dalam dialog virtual bersama PERSI, Senin (19/7/2021).

Arianti melanjutkan, pengadaan obat-obat tersebut memerlukan pengajuan anggaran terlebih dahulu. Sehingga, masih dibutuhkan waktu.

Baca juga: KPK Sempat Apresiasi Aksi Penembakan Laser ke Gedung tapi Kini Melapor ke Polisi, Greenpeace Bingung

"Inilah yang terjadi pada kondisi sekarang."

"Kami sudah membuat berbagai upaya agar bisa melakukan berbagai hal."

"Pertama adalah kita mencegah terjadinya panic buying untuk masyarakat yang tidak memerlukan obatnya, tetapi membeli obat dan menyimpan obat."

Baca juga: Jokowi: Kunci Keluar dari Pandemi Cuma Ada Dua, Mempercepat Vaksinasi dan Disiplin Pakai Masker

"Sehingga dibuatlah telemedicine di mana masyarakat mengakses obatnya," ungkap perempuan yang biasa disapa drg Ade ini.

Selain itu, untuk melihat ketersediaan obat-obatan juga, Kemenkes telah meluncurkan pharmaplus yang yang terkoneksi dengan 5 ribu lebih apotek di Indonesia.

Kendati demikian, tidak semua obat terapi Covid-19 seperti Remdesivir dan Tocilizumab tidak bisa diakses melalui apotek dalam Farmaplus.

"Favipiravir dan Avigan sudah diberikan izin oleh BPOM untuk dijual di apotek, tetapi mungkin masih ada beberapa distributor yang masih terkendala dengan administrasi," tuturnya.

Daftar Harga Eceran Tertinggi 11 Obat Covid-19

Di tengah lonjakan kasus positif, kebutuhan obat-obatan untuk penanganan pasien Covid-19 sangat dibutuhkan.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 membuat harga obat-obatan naik tak teratur.

“Belakangan ini mulai kelihatan harga obat mulai tidak teratur, dan dinaik-naikkan lah kira-kira."

Baca juga: Anies Baswedan: Jakarta Sedang Memasuki Masa Turbulensi, Pasang Sabuk Pengaman dan Tidak Lalu-lalang

"Jadi seperti obat Ivermectin itu sampai harganya puluhan ribu."

"Padahal sebenarnya harganya Rp 7.800 atau Rp 8.000,” ungkap Luhut saat konferensi pers virtual Harga Eceran Tertinggi (HET) Obat dalam Penanganan Covid-19, Sabtu (3/7/2021)

Untuk itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/4826/2021 Tentang Harga Eceran Tertinggi Obat dalam Masa Pandemi Covid-19.

Baca juga: Anies Baswedan Pilih Imunitas Warga Jakarta Terbentuk Lewat Vaksinasi Covid-19 Ketimbang Alami

“Jadi saya bilang ke Pak Budi (Menteri Kesehatan), tolong bikin patok (harga) di bawah Rp 10 ribu."

"Nah, sekarang beliau (Menteri Kesehatan) sudah mengeluarkan peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur soal itu,” ujar Luhut.

Luhut mengatakan, sejak empat hari lalu jumlah kasus positif dan meninggal akibat Covid-19 terus naik.

Baca juga: Kementerian Luar Negeri Keberatan, Pemprov DKI Batal Minta Bantuan Kedubes Tangani Pasien Covid-19

Menurutnya, dalam 10 hari ke depan atau dalam dua minggu, diperkirakan kasus positif akan  terus naik, karena masa inkubasi Covid-19 masih berjalan.

“Kemarin tertinggi 25.000 angka kasus positif yang meninggal lebih dari 500."

"Dan ini 10 hari ke depan menurut hemat saya mungkin dua minggu ini akan juga terus naik, kenapa?"

Baca juga: Ini 5 Pelanggaran yang Ditemukan BPOM dalam Produksi Ivermectin Buatan PT Harsen Laboratories

"Karena masalah inkubasi dari varian ini masih jalan, jadi ini masa kritis dalam dua minggu ini,” tuturnya.

Luhut pun menegaskan, di masa darurat pandemi saat ini, tidak boleh ada masalah mengenai ketersediaan obat, oksigen, dan alat kesehatan.

Serta, jangan ada yang membuat berita-berita bohong atau hoaks. Jika itu terjadi, akan dilakukan tindakan hukum yang tegas.

Baca juga: Diminum Sekali Setahun untuk Obati Cacingan, Kepala BPOM: Ivermectin Betul-betul Obat Keras

"Akan kami tindak dengan jelas dan tegas, karena ini masalah kemanusiaan."

"Kita ngurus oksigen aja udah pusing, karena jumlahnya meningkat sampai 6-7 kali."

"Dan jangan sampai ditambah lagi persoalan-persoalan tidak perlu, apalagi mengambil keuntungan dari keadaan ini, harga dibikin wajar, dan peraturan Menteri Kesehatan ini harus jadi acuan," papar Luhut.

Baca juga: Lebih 300 Jenazah Dimakamkan Pakai Protap Covid-19 pada 2 Juli, Anies: Ini Bukan Angka Statistik

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat dalam Masa Pandemi Covid-19.

Budi mengatakan, dalam keputusan Menteri Kesehatan tersebut, ada 11 jenis obat yang sering digunakan dalam masa pandemi Covid-19, dan sudah diatur harga eceran tertingginya (HET).

“HET ini merupakan harga jual tertinggi obat di apotek, isolasi farmasi, rumah sakit, klinik, dan faskes yang berlaku di seluruh Indonesia,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Berikut ini rincian 11 jenis obat yang telah diatur HET-nya:

Nama Obat                             Satuan                     HET (Rp)

1. Favipiravir 200 mg                 Tablet                     Rp 22.500

2. Remdesivir 100 mg Injeksi   Vial                          Rp 510.000

3. Oseltamivir 75 mg                 Kapsul                    Rp 26.500

4. Intravenous

Immunoglobulin 5 persen

50 ml Infus                                  Vial                           Rp 3.262.300

5. Intravenous

Immunoglobulin

10 persen 25 ml Infus            Vial                          Rp 3.965.000

6. Intravenous

immunoglobulin 10 persen

50 ml Infus                                Vial                         Rp 6.174.900

7. Ivermectin 12 mg               Tablet                    Rp 7.500

8. Tocilizumab 400 mg/20 ml

Infus                                            Vial                         Rp 5.710.600

9. Tocilizumab 80 mg/4 ml

Infus                                           Vial                        Rp 1.162.200

10. Azithromycin 500 mg      Tablet                    Rp 1.700

11. Azithromycin 500 mg

 infus                                         Vial                        Rp 95.400

“Saya tegaskan di sini seperti arahan Pak Menko, saya ulangi lagi, saya sangat tegaskan di sini, kami harapkan agar dipatuhi," ujar Menkes Budi. (Danang Triatmojo)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved