Virus Corona
Politisi PDIP: Beda Pendapat Boleh, tapi Saat Perang Semua Harus Bersatu, Itu Baru Negarawan Sejati
Politisi PDIP ini mengatakan, politisi, pengamat, epidemiolog, akademisi, atau siapa pun, jangan lah menari-nari di saat rakyat menderita.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo menyayangkan masih banyak komentar negatif terhadap pemerintah terkait penanganan pandemi Covid-19.
“Di saat rakyat menderita, di saat seluruh elemen bangsa ini berperang melawan Covid-19, ada saja yang berkomentar seolah-olah pemerintah salah."
"Komentar seperti ini kan kontra produktif, terjadi pro dan kontra di masyarakat."
Baca juga: Luncurkan Buku Putih, Amien Rais Pastikan Lembaga TNI-Polri Tak Terlibat Penembakan 6 Anggota FPI
"Ujung-ujungnya, banyak yang lalai menjalankan protokol kesehatan,” kata Rahmad kepada wartawan, Kamis (8/7/2021)
Politisi PDIP ini mengatakan, politisi, pengamat, epidemiolog, akademisi, atau siapa pun, jangan lah menari-nari di saat rakyat menderita, di saat seluruh bangsa perang melawan Covid-19.
“Jangan sampai rakyat terkotak kotak, terbelah hanya karena terjadi perbedaan penanganan bagaimana cara perang melawan Covid-19,” tuturnya.
Baca juga: Pendapatan per Kapita Merosot Jadi 3.870 per Dolar AS Akibat Pandemi Covid-19, Indonesia Turun Level
Rahmad mengatakan, dalam negara demokrasi maju di mana pun, perbedaan pendapat itu penting.
Oposisi itu penting di dalam pembangunan bangsa. Namun, tambahnya, ketika ada perang, ketika musuh negara sudah terlihat, tidak ada satu kata yang berbeda.
“Perbedaan pendapat boleh-boleh saja, tapi di saat perang, semua harus bersatu padu melawan musuh."
Baca juga: Rosaline Irene Rumaseuw Minta Pemerintah Bikin Rumah Sakit Khusus Pejabat, PAN: Kami Kaget
"Itu baru namanya negarawan sejati. Bukan malah mencari-cari celah menyalahkan pemerintah,” ucapnya.
Karena itu, lanjut Rahmad, dirinya mengajak semua pihak untuk bersatu, bergotong-royong melawan Covid-19.
“Inilah momentum kita menjadi seorang negarawan, untuk mendarmabaktikan tenaga dan pikiran kita untuk ibu pertiwi perang melawan Covid-19," paparnya.
Baca juga: Respons Usulan DPR, Kemendikbudristek: Luluskan Dokter yang Belum Kompeten Bahayakan Pasien
Rahmad mengingatkan, perbedaan itu penting, tetapi perbedaan di saat perang akan menimbulkan energi negatif.
Menurutnya, jika itu terjadi, yang rugi adalah bangsa dan seluruh rakyat indonesia.
“Jadi, ingatlah wahai politisi, ingatlah siapa pun yang mau berkomentar, hendaknya berpikir dua belas kali, seribu kali apa dampaknya omongan itu.”
Baca juga: Perusahaan di Jakarta yang Langgar PPKM Darurat Tambah 21, Polisi Bakal Cari Tersangkanya
“Pandemi ini bukan momentum untuk berkomentar yang tidak-tidak dan saling menyalahkan. Saat ini waktunya untuk bersatu,” tegasnya.
Masa pandemi, lanjutnya, adalah waktunya mendarmabaktikan ke ibu pertiwi, segala potensi, segala tindakan, dan segala doa satu padu perang melawan Covid-19.
“Untuk itu saudaraku, sebangsa dan setanah air, ayo sudahi."
Baca juga: Begini Cara Polisi Tindak Perkantoran Langgar PPKM Darurat, Lakukan Penyelidikan di Stasiun Kereta
"Boleh beda pendapat di mana pun, tapi ketika negara sedang perang, semuanya bersatu padu."
"Saling mendukung, saling support dan saling menguatkan, bergandengan tangan melawan Covid-19."
"Jangan lah mengumbar kesalahan pemerintah, seolah-olah tidak bisa melindungi rakyatnya. Itu kontraproduktif, korbannya rakyat,” bebernya.
Baca juga: Indonesia Jadi Negara Menengah Bawah Lagi, Rizal Ramli: Tanya Sama yang Biasa Ngomong Ecek-ecek
Rahmad mengatakan, jadi politisi atau pengamat itu mudah, namun menjadi negarawan itu sesuatu hal yang butuh kesadaran kita semua.
‘’Jadi ayo, jadi politisi yang negarawan, ayo menjadi epidemiolog yang negarawan, ayo menjadi pengamat yang negarawan semua untuk ibu pertiwi,’’ ajaknya.
Berikut ini sebaran kasus Covid-19 di Indonesia per 8 Juli 2021, dikutip Wartakotalive dari laman covid19.go.id:
DKI JAKARTA
Jumlah Kasus: 623.277 (23.4%)
JAWA BARAT
Jumlah Kasus: 432.978 (17.2%)
JAWA TENGAH
Jumlah Kasus: 280.830 (11.3%)
JAWA TIMUR
Jumlah Kasus: 187.175 (8.3%)
KALIMANTAN TIMUR
Jumlah Kasus: 82.742 (3.8%)
RIAU
Jumlah Kasus: 74.398 (3.4%)
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Jumlah Kasus: 70.894 (2.6%)
SULAWESI SELATAN
Jumlah Kasus: 66.768 (3.3%)
BANTEN
Jumlah Kasus: 61.175 (2.7%)
SUMATERA BARAT
Jumlah Kasus: 54.957 (2.5%)
BALI
Jumlah Kasus: 53.405 (2.5%)
SUMATERA UTARA
Jumlah Kasus: 37.700 (1.7%)
KALIMANTAN SELATAN
Jumlah Kasus: 36.976 (1.8%)
SUMATERA SELATAN
Jumlah Kasus: 30.806 (1.4%)
KEPULAUAN RIAU
Jumlah Kasus: 29.912 (1.1%)
KALIMANTAN TENGAH
Jumlah Kasus: 27.592 (1.2%)
LAMPUNG
Jumlah Kasus: 23.995 (1.0%)
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Jumlah Kasus: 22.901 (1.0%)
NUSA TENGGARA TIMUR
Jumlah Kasus: 22.713 (0.9%)
PAPUA
Jumlah Kasus: 21.377 (1.1%)
ACEH
Jumlah Kasus: 20.060 (0.9%)
SULAWESI UTARA
Jumlah Kasus: 17.146 (0.8%)
KALIMANTAN BARAT
Jumlah Kasus: 16.515 (0.6%)
SULAWESI TENGAH
Jumlah Kasus: 14.436 (0.7%)
KALIMANTAN UTARA
Jumlah Kasus: 14.106 (0.7%)
JAMBI
Jumlah Kasus: 13.749 (0.6%)
NUSA TENGGARA BARAT
Jumlah Kasus: 13.458 (0.7%)
PAPUA BARAT
Jumlah Kasus: 12.874 (0.5%)
SULAWESI TENGGARA
Jumlah Kasus: 12.323 (0.6%)
BENGKULU
Jumlah Kasus: 11.570 (0.5%)
MALUKU
Jumlah Kasus: 10.255 (0.4%)
MALUKU UTARA
Jumlah Kasus: 6.355 (0.2%)
SULAWESI BARAT
Jumlah Kasus: 6.217 (0.3%)
GORONTALO
Jumlah Kasus: 6.153 (0.3%). (Vincentius Jyestha)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/rahmad-handoyo-anggota-komisi-ix.jpg)