Virus Corona Jabodetabek
Tanggapi PPKM Darurat, PKL Penjual Kopi di Tanah Abang: Tak Dilarang Pun, yang Beli Juga Enggak Ada
Perihal penerapan PPKM darurat yang akan diterapkan, Sanusi mengaku sudah tahu.
WARTAKOTALIVE, TANAH ABANG - Pasar Tanah Abang Blok A dan Blok B, Jakarta Pusat, terlihat ramai pada Jumat (2/7/2021) pukul 17.15 WIB.
Orang-orang tumpah ruah memenuhi trotoar.
Mobil-mobil jenis pikap hilir mudik di sepanjang jalan.
Baca juga: Anies Baswedan: Jakarta Sedang Memasuki Masa Turbulensi, Pasang Sabuk Pengaman dan Tidak Lalu-lalang
Suasana pasar mendadak seperti terminal pra Lebaran. Banyak orang menggotong kardus, karung, hingga maneken.
Suasana semakin heboh, lantaran banyaknya kendaraan pribadi maupun kendaraan umum yang saling bersahut klakson.
Tak jarang, bunyi klakson disahut dengan umpatan.
Baca juga: Anies Baswedan Pilih Imunitas Warga Jakarta Terbentuk Lewat Vaksinasi Covid-19 Ketimbang Alami
Suasana riuh yang terjadi hari itu merupakan respons dari kebijakan pemerintah pusat yang akan menerapkan PPKM darurat pada 3–20 Juli 2021.
Tidak jauh dari lokasi pusat grosir blok A dan Blok B, sekitar 200 meter menuju Jalan KH Mas Mansyur, terlihat jejeran pedagang kaki lima.
Satu di antara pedagang kaki lima itu adalah Puji Sanusi.
Baca juga: Kementerian Luar Negeri Keberatan, Pemprov DKI Batal Minta Bantuan Kedubes Tangani Pasien Covid-19
Ia mendirikan lapaknya di depan Masjid Al- Makmur.
Sehari-hari ia menjual aneka minuman panas maupun dingin.
Perihal penerapan PPKM darurat yang akan diterapkan, Sanusi mengaku sudah tahu.
Baca juga: Ini 5 Pelanggaran yang Ditemukan BPOM dalam Produksi Ivermectin Buatan PT Harsen Laboratories
Ia berharap agar penerapan PPKM darurat tidak mengganggu aktivitas kerjanya.
“Kita kan kondisi ekonomi begini, sembako enggak ada. Bantuan sosial juga enggak dapat,” ucap Sanusi.
Pria kelahiran 61 tahun lalu ini juga mengaku mengalami penurunan omzet sejak awal musim pandemi.
Baca juga: Diminum Sekali Setahun untuk Obati Cacingan, Kepala BPOM: Ivermectin Betul-betul Obat Keras
“Penghasilan sekarang ini Rp 50 ribu-Rp 100 ribu saja alhamdulillah, sekarang ini baru dapat Rp 50 ribu dari pukul 07.00 WIB."
"Kalau sebelum pandemi Corona, alhamdulillah angka Rp 500 (ribu) mah ada,” ungkap Sanusi.
Menurut Sanusi, pendapatannya menurun akibat jumlah penumpang kendaraan umum yang kian hari kian menyusut.
Baca juga: Lebih 300 Jenazah Dimakamkan Pakai Protap Covid-19 pada 2 Juli, Anies: Ini Bukan Angka Statistik
“Dulu itu penumpang Transjakarta banyak, sambil nunggu bus, mereka sering jajan-jajan dulu."
"Kan panas, haus. Dulu banyak pengunjung rutinan,” ujar ayah empat anak tersebut.
Ia pun menduga, salah satu sebab menyusutnya penumpang Transjakarta adalah kebijakan Work From Home (WFH) alias bekerja dari rumah.
Baca juga: Calon Prajurit Vaksinasi 500 Orang per Hari, Panglima TNI: Kamu Lulus, Beberapa Hari Lagi Letnan Dua
“Mungkin karena kerja dari rumah atau kena PHK jadi sedikit penumpang Transjakarta-nya."
"Palingan sekarang cuma 5 orang satu bus. Apalagi yang jurusan Kebayoran, sering kosong,” beber Sanusi.
Menjelang magrib, kondisi Jalan KH Mas Mansyur semakin ramai.
Baca juga: Sekjen PMI Sudirman Said: Waktunya Libur Politik dan Ngomong Selamatkan Jiwa Manusia
Orang-orang dan kendaraan umum yang melintas saling berjejalan.
Puluhan orang dengan setelan kantor mulai mendatangi Masjid Al-Makmur. Namun, tidak ada satu orang pun yang melirik dagangan Sanusi.
“Paling orang-orang sini aja yang beli dagangan saya."
Baca juga: Tempat Ibadah Ditutup Selama PPKM Darurat, Wagub DKI: Mari Beribadah di Rumah Masing-masing
"Kalau yang lewat-lewat kan tujuannya ke pasar."
"Kalau orang kelas atas kan jarang mau beli di kaki lima,” jelas Sanusi.
Berdialog dengan Sanusi harus dengan jarak yang agak dekat.
Baca juga: Gedung C Wali Kota Jaktim Jadi Tempat Isolasi Pasien Covid-19 Tanpa Gejala, Mampu Tampung 400 Orang
Bisa jadi, karena sebagian giginya sudah tanggal, omongan yang keluar dari mulutnya terdengar kurang jelas.
Kakek dari 8 cucu ini menetap di Gang Masjid Besar, Tanah Abang.
Rumahnya persis di belakang mimbar Masjid Al-Makmur.
Baca juga: Anies Baswedan: Semua ASN di Jakarta Harus Terlibat PPKM Daurat, Jangan Jadi Penonton, Turun Tangan
Sanusi berharap, pada masa PPKM darurat, ia masih dibolehkan berjualan.
“Saya juga kalau enggak dagang, terus di rumah ya ngapain?"
"Saya cuma jual kopi doang. Ini cucu saya juga sering minta duit Rp 2 ribu, dan enggak cuma sekali dua kali,” tutur Sanusi, sembari tertawa.
Baca juga: Perintahkan Anak Buah Penuhi Kebutuhan Warga Isolasi Mandiri, Anies: Pastikan Tidak Ada yang Lapar
Walau secara verbal ia menolak keputusan PPKM darurat, Sanusi tidak banyak mengeluh.
Ia menyadari pembatasan gerak masyarakat adalah jalan untuk menghambat penyebaran Covid-19.
“Habis penyakit (Covid-19) gini kita enggak bisa lawan."
Baca juga: Ogah Usut Dugaan Gratifikasi Sewa Helikopter, ICW Bilang Dewas KPK Jadi Kuasa Hukum Firli Bahuri
"Kita kan orang awam, cuma bisa mengikuti saja, mengikuti apa adanya."
"Yang penting kita sehat. Mudah-mudahan rezeki lancar,” ucap Sanusi.
Pria kelahiran Jakarta ini juga belum tahu akan melakukan apa jika dilarang berdagang.
Baca juga: Anies Baswedan: Hadapi Gelombang dan Badai, Kemenangan Ditentukan Seberapa Disiplin Kita Berjuang
“Mudah-mudahan sih enggak dilarang ya. Kalau memang dilarang kita ikutin aja."
"Ini dagangan enggak dilarang pun, yang beli juga enggak ada."
"Sekarang balik modal aja alhamdulillah,” ucap Sanusi, mengundang tawa.
Azan magrib berkumandang, Sanusi bergegas menuju masjid, meninggalkan sementara dagangannya di pinggir jalan. Sendirian. (*)