ICW Laporkan Firli Bahuri ke Dewan Pengawas KPK, Diduga Tak Jujur Soal Harga Sewa Helikopter

ICW kembali melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terkait penggunaan helikopter mewah.

ISTIMEWA
Ketua KPK Firli Bahuri diduga telah melanggar kode etik atas penggunaan helikopter mewah untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sabtu (20/6/2020). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terkait penggunaan helikopter mewah.

Kali ini, lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu melaporkan Firli ke Dewan Pengawas KPK, atas dugaan pelanggaran etik.

"Pada hari ini ICW melaporkan kembali Firli Bahuri atas dugaan pelanggaran kode etik," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (11/6/2021).

Baca juga: Agustiar Sabran: Mari Bersama Kita Yakinkan Masyarakat Agar Tak Takut Divaksin Covid-19

Ini merupakan laporan kedua oleh ICW atas dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri.

Pada 2020, ICW juga melaporkan Firli ke Dewas KPK, atas dugaan etik dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Sekarang, laporan yang dilayangkan ICW terkait penggunaan helikopter yang dilakukan Firli Bahuri saat perjalanan Palembang-Baturaja.

Baca juga: Ditelepon Jokowi, Kapolri Instruksikan Kabareskirm dan Kapolda: Segera Bersihkan Preman!

"Ini terkait dengan pelaporan pidana yang sudah kami sampaikan ke Bareskrim Polri, namun kali ini bukan masalah pidananya."

"Namun masalah etik yang diatur dalam Peraturan Dewas Nomor 2 tahun 2020, terutama pasal 4 yang mengatur bahwa setiap insan KPK salah satunya pimpinan KPK harus bertindak jujur dalam berperilaku," jelas Kurnia.

Kurnia mengatakan, jenderal bintang tiga polisi itu tak bersikap jujur saat menyewa helikopter tersebut.

Baca juga: Kasus Covid-19 di Jakarta Melonjak 65 Persen Usai Lebaran, Wagub DKI Duga 2 Hal Ini Jadi Penyebabnya

Firli tak melaporkannya kepada lembaga dan pimpinan lain saat penyewaan.

"Ketika penerimaan sesuatu yang kami anggap diskon dalam konteks penyewaan helikopter itu menjadi kewajiban bagi Firli Bahuri melaporkan ke KPK."

"Namun, kami tidak melihat hal itu terjadi, maka dari itu kami melaporkan yang bersangkutan ke Dewas KPK," papar Kurnia.

Baca juga: Ogah Dibilang Mangkir dari Panggilan Komnas HAM, Nurul Ghufron: KPK Butuh Kepastian Hukum

Kurnia memastikan, laporan yang dia layangkan kali ini berbeda dari putusan etik Firli dalam penyewaan helikopter tersebut.

Firli sudah dijatuhkan sanksi etik ringan oleh Dewan Pengawas KPK dalam penyewaan helikopter tersebut.

Saat itu, dewas menyatakan Firli melanggar kode etik berupa gaya hidup mewah.

Baca juga: Tempat Tidur di Kamar Isolasi Pasien Covid-19 di Jakarta Sisa 37 Persen, Ruang ICU Terpakai 58 %

Kini, yang dilaporkan ICW berkaitan dengan ketidakjujuran Firli soal nilai penyewaan helikopter tersebut.

Menurut ICW, sejatinya Dewan Pengawas KPK menyelisik lebih dalam kuitansi penyewaan helikopter yang diberikan Firli.

"Harusnya kuitansi itu ditelusuri karena nilainya sangat janggal, kalau kita cermati lebih lanjut, 1 jam penyewaan helikopter yang didalilkan oleh Firli sebesar Rp7 juta."

Baca juga: Dituding Rizieq Shihab Terlibat Penembakan 6 Anggota FPI, Diaz Hendropriyono: Pepesan Kosong

"Kami tidak melihat jumlahnya seperti itu, karena 4 jam sekitar Rp 30 juta, justru kami beranggapan jauh melampaui itu."

"Karena ada selisih sekitar Rp140 juta yang tidak dilaporkan oleh ketua KPK tersebut," beber Kurnia.

Dari informasi yang didapatkan ICW, harga penyewaan helikopter jenis Eurocopter (EC) kode PK-JTO yang ditumpangi Firli itu sekira Rp 39 juta perjam.

Baca juga: Sehari Usai Sopir Kontainer Curhat kepada Jokowi, Polisi Ciduk 49 Pelaku Pungli di Tanjung Priok

Sementara, Firli menyebut menyewa helikopter tersebut Rp 7 juta per jam.

"Kami melampirkan beberapa temuan kami tekait dengan perbandingan harga penyewaan helikopter di beberapa perusahaan."

"Dan memang angka disampaikan Firli dalam persidangan Dewas tersebut yang tercantum dalam putusan Dewas sangat janggal, dan apalagi helikopter yang digunakan adalah helikopter yang mewah," papar Kurnia.

ICW Desak Kapolri Tegur Kabareskrim

Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegur Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, yang menolak mengusut laporan dugaan gratifikasi Rp 141 juta yang diterima Ketua KPK Firli Bahuri.

"ICW mendesak Kapolri untuk menegur Kabareskrim, dan memerintahkan jajarannya menelusuri lebih lanjut laporan yang telah kami sampaikan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulis, Jumat (4/6/2021).

ICW, kata Kurnia, mempertanyakan pernyataan Komjen Agus yang menolak mengusut laporan dugaan korupsi gratifikasi Firli Bahuri, dengan alasan ranah Dewan Pengawas KPK.

Baca juga: Bantah Bikin Daftar Pegawai KPK yang Harus Diwaspadai, Firli Bahuri Mengaku Tak Punya Kepentingan

"Dari pernyataanya terlihat Kabareskrim enggan menelusuri lebih dalam bukti yang telah disampaikan."

"Lagi pun, pernyataan itu tidak tepat disampaikan. Sebab, ranah Dewan Pengawas berbeda dengan Polri," tuturnya.

Kurnia menuturkan, Dewas dan Polri memiliki tugas dan fungsi yang berbeda dalam kasus tersebut.

Baca juga: Buruh Bangunan Tewas Ditembak OTK di Papua, Aparat Sempat Diberondong Tembkan Saat Evakuasi Korban

Dia bilang, Dewas hanya berperan menelusuri pelanggaran etik.

"Dewas menelusuri pelanggaran etik, sedangkan Bareskrim melihat potensi tindak pidana."

"Selanjutnya, sebagai aparat penegak hukum mestinya Bareskrim menelaah laporan sembari melakukan penyelidikan."

Baca juga: Perpres 47/2021 Terbit, MenPANRB Kini Bisa Dibantu Wakil Menteri

"Bukan justru mengatakan menarik-narik institusi Polri dalam polemik KPK," ucapnya.

Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto sebelumnya meminta ICW tak membuat gaduh.

Hal itu terkait pelaporan Ketua KPK Firli Bahuri atas dugaan gratifikasi Rp 141 juta dalam penyewaan helikopter.

ICW, kata Agus, juga diminta tak menyeret Polri dalam kasus tersebut.

Baca juga: Wacana Duet Gus AMI-AHY di Pilpres 2024, Ketua MPR Bambang Soesatyo: Boleh Juga Nih!

Menurutnya, Polri masih fokus menangani penanganan dan pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.

"Jangan tarik-tarik Polri, jangan buat gaduh."

"Polri sedang fokus mendukung percepatan penanganan pandemi Covid, mutasi turunannya."

Baca juga: Ini Barang Bukti yang Diserahkan ICW Saat Laporkan Ketua KPK Firli Bahuri ke Bareskrim Polri

"Dan upaya menjaga keamanan serta pemulihan ekonomi nasional, investasi maupun upaya pemerintah lainnya agar ekonomi segera tumbuh positif dan pulih," kata Agus saat dikonfirmasi, Jumat (4/6/2021).

Agus menuturkan, kasus dugaan gratifikasi telah ditangani oleh Dewan Pengawas KPK.

Nantinya, laporan ICW yang diterima oleh Polri bakal dilimpahkan ke Dewas KPK.

Baca juga: Muncul Wacana Gus AMI-AHY dan Gus AMI-Puan di Pilpres 2024, PKB: Tergantung Respons Masyarakat

"Sudah ditangani dewan pengawas, nanti kita limpahkan aja ke sana," ucapnya.

Sebelumnya, ICW melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ke Bareskrim Polri.

Laporan itu atas dugaan penerimaan gratifikasi dalam penyewaan helikopter saat perjalanan pribadi ke Ogan Komering Ulu, Baturaja, Sumatera Selatan, pada 20 Juni 2021.

Laporan ini didaftarkan oleh Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah, ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (3/6/2021).

Baca juga: Setelah Setahun Lebih Harun Masiku Buron, KPK Akhirnya Minta Interpol Terbitkan Red Notice

"Kami menyampaikan informasi dan laporan terkait dengan dugaan kasus penerimaan gratifikasi yang diterima ketua KPK Firli Bahuri terkait dengan penyewaan helikopter," kata Wana.

Wana mengungkapkan, kasus ini memang sempat ditangani oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Dalam sidang itu, Firli diduga tidak menyampaikan harga sewa penyewaan helikopter yang sesuai harga aslinya.

Baca juga: Pilpres 2024 Masih Jauh, Relawan Jokowi Mania Sudah Galang Dukungan untuk Ganjar Pranowo

Dalam sidang etik tersebut, Firli mengklaim menyewa helikopter tersebut seharga Rp 30,8 juta selama 4 jam, dari PT Air Pasific Utama (APU).

Namun informasi yang diterima ICW justru berbeda.

Menurutnya, harga sewa helikopter tersebut sejatinya Rp 39,1 juta per jam, atau seharga Rp 172,3 juta selama 4 jam. Selisih pembayaran inilah yang diduga gratifikasi oleh Firli.

Baca juga: Kasus Covid-19 di Kudus Melonjak, Ganjar Pranowo: Saya Seperti Guru BP, Jewer Anak Nakal Satu-satu

"Jadi, ketika kami selisihkan harga sewa barangnya ada sekitar Rp 141 juta sekian, yang diduga itu merupakan dugaan penerimaan gratifikasi atau diskon diterima oleh Firli."

"Dan kami melakukan korespondensi juga dengan penyedia jasa heli tersebut," ungkapnya.

Wana mengendus ada konflik kepentingan perihal kenapa harga yang diberikan PT APU kepada Firli terkesan berbeda dari harga aslinya.

Baca juga: Pimpinan KPK Ogah Cabut SK Penonaktifan 75 Pegawai KPK, Ini Alasannya

"Kami lakukan investigasi, bahwa salah satu komisaris yang ada di dalam perusahaan PT Air Pasific Utama merupakan atau pernah dipanggil menjadi saksi dalam kasusnya Bupati Bekasi, Neneng, terkait dengan dugaan suap pemberian izin di Meikarta."

"Dalam konteks tersebut, kami menganggap bahwa dan mengidentifikasi bahwa apa yang telah dilakukan Firli Bahuri, terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi," tuturnya.

Atas perbuatannya itu, Firli Bahuri diduga telah melanggar pasal 12 B UU 31/1999 jo UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Cuma Diberikan Sanksi Teguran Tertulis

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengaku pasrah diputus bersalah melanggar kode etik oleh Dewan Pengawas KPK.

Ia mengaku menerima putusan Dewan Pengawas KPK yang dijatuhkan pada dirinya.

"Saya mohon maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia yang mungkin tidak nyaman."

Pilkada Tetap Digelar 9 Desember 2020, Waketum MUI: Apakah Demi Hak Konstitusi, Ribuan Orang Mati?

"Dan tentu putusan saya terima, dan saya pastikan saya tidak akan mengulangi itu, terima kasih," ucapnya usai mendengarkan putusan etik di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (24/9/2020).

Firli Bahuri terbukti melanggar kode etik lantaran naik helikopter mewah saat berkunjung ke Palembang beberapa waktu lalu.

Meski dinyatakan bersalah atas perbuatannya, Firli Bahuri hanya dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis.

PIDATO Lengkap Jokowi di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa: PBB Harus Berbenah Diri

"Menghukum terperiksa dengan sanksi ringan berupa teguran tertulis 2, yaitu agar terperiksa tidak mengulangi lagi perbuatannya."

"Dan agar terperiksa sebagai ketua Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku."

"Dengan menaati larangan dan kewajiban yang diatur dalam kode etik dan pedoman perilaku komisi pemberantasan Korupsi," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Kamis (24/9/2020).

Dua Usul MUI Soal Pilkada 2020 di Masa Pandemi Covid-19, Dipilih Lewat DPRD dan Tunjuk Plt

Dalam menjatuhkan putusannya, Dewas KPK mempertimbangkan sejumlah hal.

Untuk hal yang memberatkan, Firli Bahuri disebut tidak menyadari pelanggaran yang telah dilakukan.

Kemudian, Firli Bahuri sebagai ketua KPK yang seharusnya menjadi teladan, malah melakukan hal yang sebaliknya.

Hari Ini Penetapan Pasangan Calon Pilkada Serentak 2020, yang Lolos Diumumkan di Website KPUD

Sedangkan hal yang meringankan, Firli Bahuri belum pernah dihukum akibat pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku.

"Terperiksa kooperatif sehingga memperlancar jalannya persidangan," imbuh anggota Dewas KPK Albertina Ho. (Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved