Menkumham: Kalau Enggak Sepakat TWK, Uji Saja di Pengadilan, Daripada Ribut Politiknya, Capek

Menurutnya, setiap pegawai negeri sipil yang ada di Kemenkumham telah mengikuti TWK.

Istimewa
Menkumham Yasonna Laoly menyarankan bagi yang tak sepakat soal tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi pegawai KPK, menempuh jalur pengadilan. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly angkat bicara soal polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Yasonna menyarankan bagi yang tak sepakat soal TWK, menempuh jalur pengadilan.

"Kalau enggak sepakat ya uji saja di pengadilan Pak, untuk apa berdebat panjang-panjang? Kita ini negara hukum."

Baca juga: Sempat Mangkir, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Hari Ini Akhirnya Diperiksa Penyidik KPK

"Jadi diuji ke pengadilan saja, daripada ribut politiknya, capek, diuji aja di pengadilan," ujar Yasonna, saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (9/6/2021).

Di sisi lain, Yasonna juga menjawab usulan dari anggota Komisi III DPR Benny K Harman, terkait perlunya TWK bagi pegawai Kementerian Hukum dan HAM.

Menurutnya, setiap pegawai negeri sipil yang ada di Kemenkumham telah mengikuti TWK.

Baca juga: Mantan Direktur KPK: Firli Bahuri Katanya Pancasilais, Masa Dipanggil Komnas HAM Tidak Berani?

TWK itu dilakukan dalam proses seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS).

Namun, TWK tersebut, kata Yasonna, berbeda dari TWK yang diikuti pegawai KPK.

Sebab, TWK di KPK merupakan syarat alih status pegawai, dan bukannya seleksi CPNS.

Baca juga: AKP Stepanus Robin Pattuju Tetap Jadi Polisi Usai Dipecat KPK, Pelanggarannya Bakal Diperiksa Propam

"Kalau pegawai negeri memang harus ada TWK-nya, tapi dalam bentuk tes ASN, (tes) kompetensi dasar."

"Di situ ada tes intelijen umum, ada tes wawasan kebangsaan, ada tes karakteristik, ada Pak," beber Yasonna.

Masih Boleh Bekerja Hingga 1 November 2021

51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diberhentikan lantaran tak lolos asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK), bisa bekerja hingga 1 November 2021.

"Karena status pegawai sampai 1 November, termasuk yang TMS (tidak memenuhi syarat) mereka tetap pegawai KPK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Kantor BKN, Jakarta Timur, Selasa (25/5/2021).

Alexander menerangkan, 51 pegawai KPK itu masih boleh bekerja hingga 1 November.

Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19 Akibat Mudik Lebaran Sudah Terlihat, Bisa Terus Meningkat Sampai Medio Juni

Namun, pengawasan terhadap pekerjaan mereka akan diperketat.

“Aspek pengawasannya diperketat, jadi pegawai tetap masuk kantor, bekerja biasa."

"Tapi pelaksanaan tugas harian harus menyampaikan pada atasan langsung,” terangnya.

Baca juga: 596 Pemudik yang Hendak Kembali ke Jakarta Positif Covid-19, Polisi: Sampai Kapan Ini akan Selesai?

Tanggal 1 November 2021 merupakan tenggat yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019, yang menyatakan alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) dilakukan maksimal dua tahun setelah UU disahkan.

Sebanyak 51 pegawai itu merupakan bagian dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK yang kontroversial.

Alexander mengatakan, berdasarkan penilaian penguji, 51 pegawai tersebut sudah tidak bisa lagi dibina, sehingga mereka tidak bisa lagi bergabung dengan KPK.

Baca juga: 97 Ribu ASN Fiktif Digaji dan Dapat Pensiun Sejak 2014, DPR Minta Pemerintah Usut Aliran Dananya

“Warnanya dia (asesor) bilang sudah merah dan tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan,” jelas Alex.

Sementara, 24 pegawai KPK sisanya dianggap masih bisa dibina.

Bila bersedia, mereka harus mengikuti pelatihan wawasan kebangsaan dan bela negara.

Baca juga: ABK dari India Bakal Langsung Dikarantina di Kapal Selama 14 Hari Saat Tiba di Indonesia

Jika dinyatakan lolos, mereka bisa menyandang status ASN.

Seumpama gagal, mereka akan bernasib sama dengan 51 pegawai lainnya.

Tidak Rugikan Pegawai

BKN mengklaim pemberhentian terhadap 51 pegawai KPK yang tak lolos TWK tidak bikin rugi.

Kepala BKN Bima Haria Wibisana menyatakan, keputusan mengenai nasib pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi ASN, sudah sesuai undang-undang.

"Tidak merugikan pegawai tidak berarti dia harus menjadi ASN."

Baca juga: Minta Polisi Usut 97 Ribu ASN Fiktif, Wakil Ketua Komisi III DPR: Jelas Ada yang Tidak Beres

"Tidak merugikan pegawai bisa saja dia mendapat hak-haknya sebagai pegawai ketika diberhentikan," ujar Bima dalam jumpa pers di Kantor BKN, Jakarta Timur, Selasa (25/5/2021).

Bima menjelaskan, 51 pegawai KPK yang akan dipecat tidak akan langsung diberhentikan, karena sebagai pegawai mereka memiliki masa kerja.

KPK, kata dia, masih boleh memiliki pegawai non-ASN hingga 1 November sesuai UU KPK.

Baca juga: Kirim Surat ke Mabes Polri, ICW Minta Kapolri Tarik Firli Bahuri Sebagai Ketua KPK Atau Dipecat

"Karena pada saat tanggal 1 November semua pegawai KPK harus sudah menjadi ASN."

"Jadi yang TMS, 51 orang ini itu nanti masih akan menjadi pegawai KPK sampai 1 November 2021," jelas Bima.

Bima juga mengklaim keputusan ini sudah sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan sejalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia berkukuh keputusan terkait nasib 75 pegawai KPK ini tidak merugikan pegawai.

"Ini juga sudah mengikuti arahan Bapak Presiden bahwa ini tidak merugikan ASN."

"Dan dalam keputusan MK tidak merugikan ASN, yaitu sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku," paparnya.

Selain UU KPK, Bima menyebut keputusan ini juga mengacu pada UU Nomor 5 2014 tentang ASN.

"Jadi ini ada dua undang-undang yang harus diikuti, tidak hanya bisa satu saja, dua-duanya harus dipenuhi persyaratannya untuk bisa menjadi aparatur sipil negara," terang Bima. (Vincentius Jyestha)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved