9 Indikator Kriteria Merah 51 Pegawai KPK Tak Lolos TWK Beredar, Kepala BKN Tak Membenarkan
Sembilan indikator itu menjadi acuan 51 dari 75 pegawai tak lolos TWK, yang dinilai tak bisa dibina alias tak lagi bisa bergabung dengan KPK.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Sembilan indikator penilaian kriteria merah dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) bagi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak memenuhi syarat (TMS) dalam asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK), beredar di publik.
Sembilan indikator itu menjadi acuan 51 dari 75 pegawai tak lolos TWK, yang dinilai tak bisa dibina alias tak lagi bisa bergabung dengan KPK.
Sejumlah indikator itu merujuk pada menolak atau tidak setuju atas revisi UU KPK, dan indikator tidak setuju dengan pencalonan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK pada proses seleksi pimpinan 2019-2023.
Baca juga: Merasa Identik, PAN Senang Jika Diajak Koalisi oleh PDIP
Tribunnews pun mencoba mengonfirmasi kepada Kepala BKN Bima Haria Wibisana, terkait sembilan indikator 'merah' kepada pegawai KPK yang TMS sebagai ASN.
Bima menyebut, pihaknya tak bisa membenarkan soal sembilan indikator itu.
"Saya tidak bisa mengonfirmasi kebenarannya," kata Bima melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Senin (31/5/2021).
Baca juga: Hasto Sebut SBY Bapak Bansos, Demokrat Bandingkan Penangkapan Nazaruddin dan Harun Masiku
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron sempat membenarkan ada sembilan poin indikator dalam menentukan pegawai masuk dalam kriteria merah.
Hal itu ia sampaikan dalam proses klarifikasi pengangkatan satu poin indikator dalam rapat bersama BKN dan sejumlah kementerian dan lembaga lainnya, pada 25 Mei lalu.
"Kriteria ada hijau ada enam kriteria, kuning ada tujuh kriteria, dan merah sembilan kriteria," tutur Ghufron.
Baca juga: Ini Daftar Badan Eksekutif Mahasiswa yang Dukung Gerakan Separatisme Papua Versi Kabaintelkam Polri
Berikut ini sembilan indikator yang digunakan dalam kriteria merah tersebut:
1. Menyetujui akan perubahan Pancasila sebagai dasar negara atau terpengaruh atau mendukung adanya ideologi lain (liberalisme, khilafah, kapitalisme, sosialisme atau komunisme, separatisme, menyetujui referendum Papua).
2. Tidak setuju dengan kebijakan pemerintah dalam pembubaran HTI dan FPI, atau kelompok radikal atau kelompok pendukung teroris.
3. Menolak atau tidak setuju revisi UU KPK.
4. Mengakui sebagai kelompok Taliban yang tidak ada ditakuti kecuali takut pada Allah.
Siapapun yang menghalangi akan dilawan dan bila perlu akan bergerak tanpa harus melalui jalur prosedur seperti dalam penyadapan dan penggeledahan.
5. Mengakui di KPK ada kelompok Taliban yang dalam menjalankan tugas hanya takut kepada Allah dan kebenaran dan menyetujuinya.
6. Mengakui tidak setuju dengan pimpinan KPK yang selalu mengintervensi setiap penyidikan, menolak kepemimpinan KPK, tidak setuju dengan pencalonan bapak Firli Bahuri sebagai ketua KPK, tidak setuju dengan kebijakan pimpinan KPK.
7. Mengakui sering melakukan tugas dengan mengabaikan prosedur (karena tidak percaya lagi pada pimpinan).
8. Akan memilih keluar dari KPK jika harus dipaksa mengikuti keinginan pimpinan atau pemerintah atau intervensi.
9. Memegang prinsip siapa pun tidak bisa dikendalikan jika tidak sejalan dengan apa yang diyakininya, dan akan menentang jika diintervensi oleh pimpinan, Dewas atau pemerintah.
Akan menolak perintah dari siapa pun jika bertentangan dengan hati nuraninya dan hanya akan takut kepada Tuhan.
Yang bersangkutan mengaku sering berselisih paham dengan pimpinan dan/atau teman sejawat, mengikuti demo menentang kebijakan pemerintah.
Masih Boleh Bekerja Hingga 1 November 2021
51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diberhentikan lantaran tak lolos asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK), bisa bekerja hingga 1 November 2021.
"Karena status pegawai sampai 1 November, termasuk yang TMS (tidak memenuhi syarat) mereka tetap pegawai KPK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Kantor BKN, Jakarta Timur, Selasa (25/5/2021).
Alexander menerangkan, 51 pegawai KPK itu masih boleh bekerja hingga 1 November.
Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19 Akibat Mudik Lebaran Sudah Terlihat, Bisa Terus Meningkat Sampai Medio Juni
Namun, pengawasan terhadap pekerjaan mereka akan diperketat.
“Aspek pengawasannya diperketat, jadi pegawai tetap masuk kantor, bekerja biasa."
"Tapi pelaksanaan tugas harian harus menyampaikan pada atasan langsung,” terangnya.
Baca juga: 596 Pemudik yang Hendak Kembali ke Jakarta Positif Covid-19, Polisi: Sampai Kapan Ini akan Selesai?
Tanggal 1 November 2021 merupakan tenggat yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019, yang menyatakan alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) dilakukan maksimal dua tahun setelah UU disahkan.
Sebanyak 51 pegawai itu merupakan bagian dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK yang kontroversial.
Alexander mengatakan, berdasarkan penilaian penguji, 51 pegawai tersebut sudah tidak bisa lagi dibina, sehingga mereka tidak bisa lagi bergabung dengan KPK.
Baca juga: 97 Ribu ASN Fiktif Digaji dan Dapat Pensiun Sejak 2014, DPR Minta Pemerintah Usut Aliran Dananya
“Warnanya dia (asesor) bilang sudah merah dan tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan,” jelas Alex.
Sementara, 24 pegawai KPK sisanya dianggap masih bisa dibina.
Bila bersedia, mereka harus mengikuti pelatihan wawasan kebangsaan dan bela negara.
Baca juga: ABK dari India Bakal Langsung Dikarantina di Kapal Selama 14 Hari Saat Tiba di Indonesia
Jika dinyatakan lolos, mereka bisa menyandang status ASN.
Seumpama gagal, mereka akan bernasib sama dengan 51 pegawai lainnya.
Tidak Rugikan Pegawai
BKN mengklaim pemberhentian terhadap 51 pegawai KPK yang tak lolos TWK tidak bikin rugi.
Kepala BKN Bima Haria Wibisana menyatakan, keputusan mengenai nasib pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi ASN, sudah sesuai undang-undang.
"Tidak merugikan pegawai tidak berarti dia harus menjadi ASN."
Baca juga: Minta Polisi Usut 97 Ribu ASN Fiktif, Wakil Ketua Komisi III DPR: Jelas Ada yang Tidak Beres
"Tidak merugikan pegawai bisa saja dia mendapat hak-haknya sebagai pegawai ketika diberhentikan," ujar Bima dalam jumpa pers di Kantor BKN, Jakarta Timur, Selasa (25/5/2021).
Bima menjelaskan, 51 pegawai KPK yang akan dipecat tidak akan langsung diberhentikan, karena sebagai pegawai mereka memiliki masa kerja.
KPK, kata dia, masih boleh memiliki pegawai non-ASN hingga 1 November sesuai UU KPK.
Baca juga: Kirim Surat ke Mabes Polri, ICW Minta Kapolri Tarik Firli Bahuri Sebagai Ketua KPK Atau Dipecat
"Karena pada saat tanggal 1 November semua pegawai KPK harus sudah menjadi ASN."
"Jadi yang TMS, 51 orang ini itu nanti masih akan menjadi pegawai KPK sampai 1 November 2021," jelas Bima.
Bima juga mengklaim keputusan ini sudah sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan sejalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia berkukuh keputusan terkait nasib 75 pegawai KPK ini tidak merugikan pegawai.
"Ini juga sudah mengikuti arahan Bapak Presiden bahwa ini tidak merugikan ASN."
"Dan dalam keputusan MK tidak merugikan ASN, yaitu sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku," paparnya.
Selain UU KPK, Bima menyebut keputusan ini juga mengacu pada UU Nomor 5 2014 tentang ASN.
"Jadi ini ada dua undang-undang yang harus diikuti, tidak hanya bisa satu saja, dua-duanya harus dipenuhi persyaratannya untuk bisa menjadi aparatur sipil negara," terang Bima.
Kesempatan Kedua
24 dari 75 pegawai KPK masih diberikan kesempatan untuk mengikuti TWK ulang dan pelatihan bela negara.
"Terhadap 24 orang tadi nanti akan mengikuti pendidikan dan pelatihan bela negara dan tes wawasan kebangsaan," beber Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Alexander menjelaskan, sebelum mengikuti pelatihan bela negara dan mengikuti TWK ulang, ke-24 pegawai KPK tersebut diwajibkan menandatangani kesediaan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan wawasan kebangsaan dan bela negara.
"Kalau kemudian yang bersangkutan itu tidak lolos yang bersangkutan tidak bisa diangkat menjadi ASN," jelasnya.
Alexander menyatakan, untuk menciptakan pegawai KPK yang berkualitas, KPK terus berusaha membangun SDM yang berkualitas pula.
Menurutnya, tidak hanya aspek kemampuan tapi juga aspek kecintaan pada tanah air, bela negara, setia pada Pancasila, UU, NKRI, dan pemerintah yang sah.
"Dan bebas dari radikalisme dan organisasi terlarang," tegas Alexander.
Sebelumnya, KPK selesai membahas nasib 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK).
Rapat digelar KPK bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), di kantor BKN, Jakarta Timur, Selasa (25/5/2021).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, 51 orang dari 75 tersebut harus dipecat.
Baca juga: Divonis 18 Tahun Penjara dan Bayar Kerugian Negara Rp 185 M, Maria Pauline Lumowa Masih Pikir-pikir
"Tidak bisa bergabung lagi dengan KPK," ucap Alexander.
Alexander mengatakan kebijakan itu diambil setelah mendengar hasil penilaian asesor.
Ia menyebut hasil jawaban TWK 51 orang itu tidak bisa diperbaiki.
Baca juga: Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah: Jumlah Pengangguran Indonesia Berkurang 950 Ribu Orang
"Kami harus hormati kerja dari asesor," kata Alex.
Alexander mengatakan, hanya 24 orang yang bisa diselamatkan KPK.
Sebanyak 24 orang itu akan dididik untuk dijadikan aparatur sipil negara (ASN).
Baca juga: Hari Ini KPK Bahas Nasib 75 Pegawai, Novel Baswedan: Masalahnya di Firli Bahuri, Bukan Lembaga Lain
"Terhadap 24 orang tadi nanti akan ikuti pendidikan bela negara dan wawasan kebangsaan," jelas Alex. (Fransiskus Adhiyuda)