Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah: Jumlah Pengangguran Indonesia Berkurang 950 Ribu Orang
Ida mengatakan, pernyataannya ini berdasarkan data BPS, penduduk usia kerja Indonesia pada Februari 2021 berjumlah 205,36 juta.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut jumlah pengangguran terbuka Indonesia mengalami penurunan sekitar 950 ribu orang, per Februari 2021.
Hal itu ia sampaikan dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi IX DPR, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/5/2021), yang juga dihadiri Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani.
"Pengangguran terbuka kita dibandingkan Agustus 2020 menurun, Agustus 2020. Akibat pandemi pengangguran kita 9,7 juta."
Baca juga: Pemerintah Minta Masyarakat Sabar dan Tunggu Giliran Divaksin, Jangan Beli Vaksin Covid-19 Ilegal
"Alhamdulillah dengan segala cara kita bisa menurunkan pengangguran kita berkurang 950 ribu," kata Menaker Ida.
Ida mengatakan, pernyataannya ini berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk usia kerja Indonesia pada Februari 2021 berjumlah 205,36 juta.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 139,81 juta atau 68,08 persen adalah angkatan kerja.
Baca juga: 279 Juta Data Penduduk Bocor di Internet, Hari Ini Bareskrim Klarifikasi Dirut BPJS Kesehatan
Dengan rincian 131,06 juta atau 93,74 persen berstatus bekerja, dan 8,75 juta atau 6,26 persen berstatus penganggur terbuka.
Sebanyak 59,62 persen berstatus pekerja informal dan sebagian besar berpendidikan maksimal SD ke bawah (40,38 persen).
Namun demikian, tingkat pengangguran tertinggi justru berpendidikan SMK sebanyak 11,45 persen, diikuti SMA (8,55 persen), universitas (6,97 persen) dan diploma (6,61 persen).
Baca juga: Pakai TNKB Khusus, Anggota DPR: Anggaran Kami Tanggung Sendiri, Tidak Pakai Uang Negara
Sementara, tingkat pengangguran berpendidikan SMP hanya 5,87 persen dan maksimal SD hanya 3,13 persen.
Menaker Ida berujar, pihaknya di Kemnaker telah melakukan berbagai langkah untuk mengatasi ketidakcocokan antara kebutuhan industri dan kemampuan pekerja, yaitu transformasi balai latihan kerja (BLK) dan link and match ketenagakerjaan.
Dua Kebijakan Kemnaker untuk mengatasi mismatch ketenagakerjaan tahun 2020-2024, yaitu yang pertama transformasi Balai Latihan Kerja.
Baca juga: SnackVideo Bikin Obsesi Ibu Muda Ini Jadi Penyanyi Terkenal Jadi Nyata
Dengan arah kebijakan mengubah secara total BLK sebagai Balai Pelatihan Vokasi yang menjadi pusat pengembangan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja yang berdaya saing di tingkat nasional dan intenasional.
Transformasi BLK dilakukan dengan reformasi kelembagaan, sampai reorientasi SDM untuk meningkatkan kualitas layanan BLK.
"Kita optimalkan potensi kapasitas latih UPTP, UPTD, dan BLK Komunitas kepada 483.991 orang per tahun."
Baca juga: Ada 54 Kasus Varian Baru Covid-19, 35 Didapat dari Pelaku Perjalanan Luar Negeri, 16 Transmisi Lokal
"Yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja dengan sebaran di seluruh Indonesia," ujarnya.
Kebijakan kedua, lanjutnya, adalah link and match ketenagakerjaan, dengan arah kebijakan membangun integrasi pelatihan, sertifikasi, dan penempatan tenaga kerja dalam bisnis proses yang utuh dan efektif, untuk mempertemukan pencari kerja dengan permintaan pasar kerja.
“Kita terapkan strategi mengintegrasikan sistem pelatihan, sertifikasi, dan penempatan, yaitu pengembangan kemitraan dengan dunia usaha dan dunia indsutri (DuDi)," tuturnya.
Baca juga: BKN Ungkap Ada 97.000 Data ASN Misterius, Gaji dan Pensiun Dibayar tapi Orangnya Tidak Ada
Untuk mendukung sertifikasi kompetensi lulusan pendididkan dan pelatihan vokasi, terdapat 1.925 Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang mendapatkan lisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), yang siap melaksanakan sertifikasi bagi tenaga kerja di seluruh Indonesia.
Raker yang dipimpin Ketua Komisi IX DPR Felly Esthelita Runtuwene ini membahas evaluasi link and match Balai Latihan Kerja (BLK) sesuai dengan kebutuhan daerah, dan Pelindungan Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Raker tersebut juga membahas penanganan kedatangan Tenaga Kerja Asing (TKA) dan strategi kesiapan dan penanganan kembalinya PMI dari negara penempatan, khususnya pada masa Pandemi Covid-19 di daerah perbatasan dan basis Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Baca juga: Firli Bahuri Pernah Minta BAP Wali Kota Tanjungbalai, Ini Penjelasan KPK
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi RI yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB), terkontraksi minus 0,74 persen di kuartal I 2021 (year on year/yoy).
Sementara pertumbuhan ekonomi RI triwulan I 2021 secara kuartalan (Q to Q) tercatat minus 0,96 persen dibandingkan posisi triwulan IV 2020.
Capaian ini sekaligus membuat ekonomi RI masih mengalami resesi karena belum mampu tumbuh positif seperti sebelum Covid-19.
Baca juga: Risma Ungkap Kacaunya Data Penerima Bansos, Ada yang Bernama THR Hingga Lahir Tahun 2060
BPS juga mencatat, jumlah pengangguran pada bulan Februari 2021 sebanyak 8,75 juta orang.
Bila dibandingkan dengan Februari 2020 yang sebanyak 6,93 juta, jumlah ini meningkat 1,82 juta orang.
Kepala BPS Suhariyanto kemudian mengingatkan, jumlah pengangguran yang lebih tinggi dari Februari tahun lalu karena pada tahun lalu Covid-19 masih belum ada di Indonesia.
Baca juga: Kerap Unggul di Survei Capres, Tri Rismaharini: Aku Enggak Punya Duit dan Enggak Kepengin
“Perlu diingat, Februari tahun lalu Covid-19 belum ada. Kalau sekarang, kita dibayang-bayangi Covid-19,” ujar Suhariyanto dalam konferensi pers secara daring pada awal Mei.
Kabar baiknya, bila dibandingkan dengan jumlah pengangguran pada Agustus 2020 yang pada saat itu mencapai 8,75 juta, jumlah pengangguran pada Februari tahun ini terpantau turun 1,02 juta orang.
Meski begitu, Suhariyanto mengakui kalau ini bukan berarti angka pengangguran sepenuhnya pulih (recovery) pada Februari 2021.
Baca juga: Tertular dari ABK yang Rutin Angkut Gula dari India, 42 Nakes RSUD Cilacap Positif Covid-19
Dengan demikian, secara keseluruhan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2021 tercatat 6,26%. Ini pun meningkat dari posisi pada Februari 2020 yang sebesar 4,94%, tetapi turun dari posisi Agustus 2020 yang sebesar 7,07%.
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) tercatat turun menjadi 68,08%, dari bulan Februari 2020 yang pada saat itu 69,21%. Namun, posisi ini naik bila dibandingkan dengan Agustus 2020 yang 67,77%.
Sementara itu, jumlah masyarakat yang bekerja formal sejumlah 40,38% dari total angkatan kerja.
Baca juga: Studi Terbaru Sebut Vaksin AstraZeneca Efektif Kurangi Gejala Kesakitan dari Varian Baru Covid-19
Sedangkan yang bekerja secara informal mencapai 59,62%.
Bila menilik jam kerja pun, sebanyak 84,14 juta orang merupakan pekerja penuh atau minimal 35 jam kerja per minggunya.
Kemudian, 46,92 juta orang bekerja hanya dalam waktu 1 jam hingga 34 jam. (Larasati Dyah Utami)