Kasus Baru Pengurusan Perkara di MA, Nurhadi Diduga Terima Uang dari Bos Lippo Group Eddy Sindoro

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi diduga telah menerima sejumlah uang dari bekas bos Lippo Group Eddy Sindoro.

TRIBUNNEWS/HERUDIN
KPK mengembangkan penyidikan dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), dalam kasus pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2012-2016. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan penyidikan dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), dalam kasus pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2012-2016.

Dalam kasus ini, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi diduga telah menerima sejumlah uang dari bekas bos Lippo Group Eddy Sindoro.

"Setelah KPK menemukan adanya bukti permulaan yang cukup dari fakta-fakta penyidikan maupun persidangan."

Baca juga: Rizieq Shihab Raih Gelar Phd dari USIM, Kuasa Hukum: Terima Kasih Polri

"Saat ini KPK telah menaikkan status penyidikan tindak pidana korupsi."

"Berupa dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan perkara dari ES (Eddy Sindoro) dkk," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Jumat (16/4/2021).

Selain menyidik perkara penerimaan uang, KPK juga melakukan penyidikan dalam dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU.

Baca juga: Tonjolkan Politik Identitas, PAN Ogah Ikut Wacana Poros Islam di Pemilu 2024

"Penerapan TPPU ini karena ada dugaan terjadi perubahan bentuk dan penyamaran dari dugaan hasil tindak pidana korupsi kepada pembelian aset-aset bernilai ekonomis, seperti properti maupun aset lainnya," ungkap Ali.

Kata Ali, apabila kegiatan penyidikan telah cukup, KPK akan menginformasikan pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka ke publik.

"Namun demikian, kami memastikan setiap perkembangan mengenai kegiatan penyidikan perkara ini akan selalu disampaikan kepada masyarakat," tuturnya.

Baca juga: Yusril Setuju Wacana Poros Islam di Pemilu 2024, PBB Bakal Aktif dalam Pertemuan Selanjutnya

Maqdir Ismail, kuasa hukum Nurhadi, mengaku belum mengetahui penyidikan baru yang ditujukan kepada kliennya tersebut.

"Sampai sekarang kami masih belum mendapatkan informasi tentang masalah itu," katanya kepada wartawan, Jumat (16/4/2021).

Sebelumnya, ketua majelis hakim Saifudin Zuhri memvonis rendah eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, karena dinilai berjasa kepada MA.

Kata Saifudin, saat bertugas di MA, Nurhadi banyak mengatur keperluan lembaga kekuasaan kehakiman itu.

"Alasan meringankan belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga."

Baca juga: Jangan Khawatir, Penderita Long Covid-19 Tak Bakal Menularkan Virus kepada Orang Lain

"Dan Nurhadi telah berjasa dalam kemajuan MA," kata Saifudin Zuhri, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3/2021) malam.

Nurhadi dan Rezky Herbiyono divonis 6 tahun pidana penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Vonis itu jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baca juga: Polisi Virtual Tegur 79 Akun Medsos Berpotensi Langgar UU ITE, Kebanyakan Unggah Sentimen Pribadi

Nurhadi dituntut hukuman 12 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Sedangkan Rezky Herbiyono dituntut 11 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Saifudin berkata, berdasarkan pertimbangan yang memberatkan, Nurhadi dinilai merusak nama baik MA hingga lembaga peradilan di bawahnya.

Baca juga: Lagi Dengar Pendapat Publik, Revisi UU ITE Tak Masuk Prolegnas 2021

Sebab, ia terbukti menerima suap hingga gratifikasi untuk mengurus perkara di MA.

"Hal memberatkan, merusak nama baik MA dan lembaga peradilan di bawahnya," jelas Saifudin.

Menyikapi hal ini, JPU Wawan Yunarwanto tidak mempersoalkannya.

Baca juga: PTTUN Anulir Putusan PTUN Soal Jaksa Agung Salah Bilang Tragedi Semanggi Bukan Pelanggaran HAM Berat

Karena itu merupakan pertimbangan dan kewenangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan.

"Itu kan penilaian hakim, jadi sah-sah saja, enggak ada masalah," ujar Wawan.

Meski demikian, jaksa KPK mengajukan upaya hukum banding atas vonis hakim tersebut.

Baca juga: Sore Ini Nurhadi Divonis Hakim, Kuasa Hukum Berharap Kliennya Dibebaskan dari Segala Dakwaan

Soalnya, vonis kepada Nurhadi tidak 2/3 dari tuntutan jaksa yang meminta Nurhadi agar divonis 12 tahun pidana penjara, sementara Rezky divonis 11 tahun pidana penjara.

"Jadi pertimbangan kami, karena penjatuhan pidana kurang dari 2/3 dari tuntutan yang kami ajukan," ucap Wawan.

Alasan lainnya mengajukan upaya hukum banding, karena tidak seluruhnya dakwaan hingga tuntutan jaksa terbukti sebagaimana amar putusan hakim.

Baca juga: Kubu Moeldoko Tuding AD/ART Partai Demokrat Langgar UU Parpol, Tiga Pasal Ini Jadi Acuan

Jaksa menyesalkan hakim hanya menilai Nurhadi terbukti menerima suap sebesar Rp 35.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.

Padahal, sebagaimana dakwaan dan surat tuntutan, Nurhadi dan Rezky diyakini menerima suap sebesar Rp 45.726.955.000.

Uang suap tersebut diberikan agar memuluskan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN), terkait gugatan perjanjian sewa menyewa depo kontainer.

Baca juga: 1.362 Pegawai KPK Bakal Dilantik Jadi ASN Saat Peringatan Hari Lahir Pancasila

Majelis hakim juga menilai Nurhadi dan Rezky hanya terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 13.787.000.000.

Penerimaan gratifikasi itu lebih rendah dari dakwaan dan juga tuntutan jaksa.

Karena jaksa meyakini, Nurhadi dan Rezky terbukti menerima gratifikasi senilai Rp37.287.000.000 dari sejumlah pihak yang beperkara di lingkungan pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).

Baca juga: Menkumham Bakal Objektif Selesaikan Masalah Partai Demokrat, Minta SBY Jangan Tuding Pemerintah

"Jadi itu yang jadi salah satu pertimbangan kita banding," terang jaksa Wawan.

Jaksa Wawan juga menyesalkan majelis hakim tidak menjatuhkan hukuman uang pengganti kepada Nurhadi dan Rezky.

Padahal dalam tuntutan, kedua terdakwa dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 83.013.955.000.

Baca juga: Tegur 79 Akun Medsos Berpotensi Langgar UU ITE, Polri: Kalau Kita Saklek Sudah Pidana Itu

Meski lebih rendah dari tuntutan jaksa, Nurhadi dan Rezky Herbiyoni terbukti menerima suap dan melanggar pasal 11 UU 31/1999.

Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Keduanya juga terbukti menerima gratifikasi melanggar pasal 12B UU 31/1999, sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Baca juga: Lebih Berat dari Tuntutan JPU, Brigjen Prasetijo Utomo Divonis 3 Tahun 6 Bulan Penjara

Sebelumya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 6 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan kepada eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, dan menantunya, Rezky Herbiyono.

Hakim menyatakan Nurhadi dan Rezky terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, beberapa kali, dan berlanjut.

"Menyatakan terdakwa Nirhadi dan Rizky terlah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tipikor secara bersama-sama dan beberapa kali sebagai perbuatan yang dilanjutkan," tutur hakim Ketua Saifudin Zuhri membaca amar putusan, Rabu (10/3/2021).

Baca juga: Vaksin Covid-19 Masih Sangat Efektif Hadapi Varian B117, Empat Pasien di Indonesia Sudah Sembuh

"Menjatuhkan pidana masing-masing 6 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan," sambungnya.

Vonis hakim ini jauh lebih rendah ketimbang tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut Nurhadi 12 tahun bui, dan Rezky 11 tahun penjara.

Denda yang wajib dibayar oleh Nurhadi dan Rezky juga hanya setengah dari tuntutan JPU yang meminta keduanya membayar masing - masing Rp 1 miliar.

Baca juga: Komisaris Utama Sriwijaya Air Diduga Kecipratan Uang Korupsi Asabri

Adapun hal yang meringankan vonis Nurhadi dan Rezky yakni keduanya belum pernah dihukum, masih memiliki tanggungan keluarga.

Khusus untuk Nurhadi, hakim menilai dia telah berjasa dalam pengembangan gelar kemajuan Mahkamah Agung.

"Hal yang meringankan, para terdakwa belum pernah dihukum, para terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, serta terdakwa I Nurhadi telah berjasa dalam pengembangan gelar kemajuan Mahkamah Agung," beber hakim.

Baca juga: Brigjen Prasetijo Utomo Terima Divonis 3 Tahun 6 Bulan Penjara, Jaksa Masih Pikir-pikir

Sementara hal yang memberatkan vonis, Nurhadi dan Rezky dianggap tidak mendukung semangat upaya pemerintah memberantas tindak pidana korupsi.

Perbuatan keduanya juga telah merusak nama baik Mahkamah Agung serta lembaga peradilan di bawahnya. (Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved