Aksi Terorisme

Racikannya Sempat Meletup, Orang yang Belajar Bikin Bom kepada Terduga Teroris Ini Jadi Kapok

Zulaimi mengungkapkan, keahliannya itu pun diajarkan kepada sejumlah terduga teroris yang juga turut ditangkap Densus 88 Antiteror di Jakarta-Bekasi.

KOMPAS.COM / SHUTTERSTOCK
Ilustrasi: Zulaimi Agus ditangkap tim Densus 88 Antiteror Polri di Bekasi, karena menjadi pembuat dan pengajar bom aseton peroksida (TATP). 

Indikator pertama, kata Ahmad, mereka ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi agama menurut versi mereka.

Selain itu, lanjut dia, mereka juga ingin mengganti sistem pemerintahan dengan segala cara.

Baca juga: JADWAL Lengkap dan Link Live Streaming Ibadah Jumat Agung 2 April 2021 di Jakarta dan Sekitarnya

Hal itu, kata Ahmad, karena radikalisme sejatinya merupakan paham yang menginginkan tatanan sosial politik yang sudah mapan, dengan cara-cara ekstrem atau kekerasan.

Indikator kedua, kata dia, mereka takfiri yang berciri intoleran, cenderung anti budaya kearifan lokal, senang melabel kelompok di luar mereka sesat dan kafir.

Hal tersebut ia sampaikan ketika berbincang dengan Tribun Network, Kamis (1/4/2021).

Baca juga: JADWAL Lengkap dan Link Live Streaming Misa Malam Paskah 3 April 2021 di Jakarta dan Sekitarnya

"Kemudian yang ketiga, kecenderungan mereka lemah di bidang akhlak, perilaku, budi pekerti."

"Mereka lebih menonjol pada hal-hal yang sifatnya ritual keagamaan, identitas keagamaan, tampilan luar keagamaan."

"Jadi ritual formal keagamaan tapi lemah spiritual keagamaan," beber Ahmad.

Baca juga: Pernyataan Lengkap Kapolri Soal Aksi Teror di Mabes Polri: Pelaku Lone Wolf Berideologi Radikal ISIS

Untuk itu, kata Ahmad, radikalisme terorisme mengatasnamakan agama adalah cermin dari krisis spritual dalam beragama.

Ia pun menegaskan aksi terorisme tidak ada kaitannya dengan agama apa pun, baik kejadian di Gereja Katedral Makassar maupun di Mabes Polri Jakarta.

Namun demikian, kata Ahmad, aksi teror tersebut terkait dengan pemahaman dan cara beragama umatnya, dan biasanya didominasi dengan umat beragama yang menjadi mayoritas di suatu wilayah.

Baca juga: Jokowi: Tidak Ada Tempat Bagi Terorisme di Tanah Air

"Jadi sekali lagi kita harus samakan persepsi, kita harus fair dalam hal ini."

"Sekali lagi ini tidak ada kaitannya dengan agama apa pun, tapi sangat terkait dengan pemahaman, cara beragama, umat beragama, dalam konteks ini Islam," jelas Ahmad.

Ahmad Nurwakhid juga mengatakan, radikalisme banyak menjangkiti generasi milenial.

Baca juga: Pemerintah Tolak Sahkan Hasil KLB Partai Demokrat, Relawan Jokowi: AHY Harusnya Malu dan Minta Maaf

Hal itu berdasarkan tingkat keterpaparannya, dibandingkan generasi Z yang berusia 14-19 tahun, dan generasi X yang berusia 40 tahun ke atas.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved