Kasus BLBI
Kasus BLBI Disetop, BW: Bukti Tak Terbantahkan Dampak Paling Negatif dari Revisi UU KPK
BW menduga revisi UU KPK salah satu tujuan utamanya adalah penyetopan kasus BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW) menilai, surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), merupakan dampak negatif pengesahan revisi UU KPK.
"SP3 dari pimpinan KPK (era Firli Bahuri) dapat menjadi bukti tak terbantahkan, dampak paling negatif dari revisi UU KPK yang disahkan di periode Presiden Jokowi," kata BW dalam, Jumat (2/4/2021).
BW menduga revisi UU KPK salah satu tujuan utamanya adalah penyetopan kasus BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih.
Baca juga: KPK Setop Kasus SP3 BLBI dengan Tersangka Sjamsul dan Itjih Nursalim, MAKI Bakal Gugat Praperadilan
"Secara tidak langsung, SP3 ini bisa muncul sinyalemen, apakah revisi UU KPK salah satu tujuan utamanya adalah untuk 'menutup' kasus BLBI, sehingga dapat 'membebaskan' pelaku yang harusnya bertanggung jawab?"
"Ada pertanyaan dan perdebatan reflektif bisa diajukan."
"Apakah tanggung jawab hukum KPK di bidang penindakan dengan segala kewenangan yang melekat padanya menjadi berhenti, bila salah satu penyelenggara negara dinyatakan lepas dari MA (Mahkamah Agung)?" Tanyanya.
Baca juga: Tak Ada Unsur Perbuatan Penyelenggara Negara Jadi Alasan KPK Setop Kasus BLBI
BW lantas mempertanyakan usaha KPK untuk terus mengusut kasus BLBI.
Ia heran mengapa pimpinan KPK saat ini terkesan tak melakukan apa pun, padahal kasus BLBI terindikasi merugikan negara Rp 4,5 triliun.
"Ada kerugian negara sebanyak Rp4,56 triliun akibat tindakan Sjamsul Nursalin, tapi KPK belum lakukan 'the best thing' yang seharusnya dilakukan."
Baca juga: Kelompok Teroris Juga Kerap Manfaatkan Perempuan untuk Merampok, Modusnya Menyamar Jadi Pembantu
"Bahkan terkesan 'to do nothing' dengan kerugian sebesar itu."
"Janji pimpinan KPK terdahulu, untuk lakukan upaya hukum biasa dan luar biasa serta terus mengusut kerugian keuangan negara, seolah digadaikan oleh pimpinan KPK saat ini," tuturnya.
BW mengungkit janji pimpinan KPK sebelumnya yang akan melakukan upaya hukum luar biasa untuk mengusut kasus ini.
Baca juga: Polisi Bakal Koordinasi dengan Perbakin Soal KTA Basis Shooting Club Milik Zakiah Aini
Menurut dia, upaya itu dihentikan oleh Firli Bahuri dkk.
"Padahal Temenggung dinyatakan bersalah di PN dan PT, tapi dilepas karena adanya perbedaan tafsir hukum di antara para hakim agung kasus dimaksud," jelas BW.
Sjamsul dan Itjih ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 10 Juni 2019.
Baca juga: Ini Ciri-ciri Ustaz Radikal Menurut BNPT, Generasi Milenial Diminta Jangan Follow Akun Medsos Mereka
Saat itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, total kerugian negara akibat perbuatan Sjamsul Nursalim dan istri diduga mencapai Rp 4,58 triliun.
KPK mengatakan penyelidikan kasus ini dilakukan sejak Agustus 2013.
Saut juga mengatakan telah mengirim surat untuk penyidikan lebih lanjut, tapi keduanya tidak pernah datang untuk memenuhi panggilan KPK.
Baca juga: Elektabilitas Masuk 4 Besar, Partai Demokrat: Bukan Tidak Mungkin Kami Kalahkan PDIP
Sjamsul Nursalim dan istri disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU 31/1999, sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
BLBI merupakan skema pinjaman yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat krisis moneter 1998.
Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis.
Baca juga: Ketua Umum MUI: Aksi Terorisme di Wilayah Damai Bentuk Keputusasaan, Bukan Cari Kesyahidan
Pada Desember 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar Rp147,7 triliun kepada 48 bank.
Salah satu bank yang mendapat suntikan dana adalah Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Sjamsul adalah pemegang saham pengendali BDNI.
Kini kasus tersebut telah disetop oleh KPK. Salah satu alasannya adalah agar ada kepastian hukum setelah penyelenggara negara dalam kasus ini, Syafruddin Arsyad Temenggung, divonis lepas oleh Mahkamah Agung.
Baca juga: Kasus BLBI Disetop, Busyro Muqqodas: Keadilan Dirobek-robek Atas Nama Revisi UU KPK Usulan Presiden
Syafruddin sendiri merupakan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Sebelumnya, KPK menghentikan penyidikan perkara dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
SP3 diterbitkan atas nama tersangka sekaligus obligor BLBI Sjamsul Nursalim (SN) dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim (ISN).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, pihaknya mengentikan penyidikan lantaran tidak terpenuhinya unsur perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut, sesuai ketentuan pasal 11 UU KPK.
Baca juga: Ayah Zakiah Aini: Ada yang Jemput dan Tuntun, Enggak Mungkin Dia Kayak Gitu
"KPK berkesimpulan syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi," ujar Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (1/4/2021).
Alex menjelaskan, kasus ini bermula ketika KPK melakukan penyidikan atas dugaan korupsi SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim, selaku Pemegang Saham Pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (PSP BDNI).
Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: Program Digital Village & Library SOS Children’s Villages Bantu Anak-anak Rentan Belajar Jarak Jauh
Pada pengadilan tingkat pertama, majelis hakim memvonis Syafruddin 13 tahun penjara dan denda Rp 700 juta.
Atas putusan itu, Syafruddin mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta.
Majelis hakim malah memperberat hukuman Syafruddin menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Baca juga: Keluarga Tak Tahu Nomor Handphone Zakiah Aini karena Kerap Gonta-ganti
Atas putusan di tingkat banding, Syafruddin kemudian mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung (MA).
MA pun mengabulkan kasasi Syafruddin sebagaimana putusan nomor 1555 K/Pid.Sus/2019 tanggal 9 Juli 2019.
Pokok putusan kasasi antara lain menyatakan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya.
Baca juga: Dari Mana Zakiah Aini Dapat Senjata? Polri: Sekarang Kan Internet Luar Biasa
Akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging), dan memerintahkan agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan.
Pada 17 Desember 2019, KPK mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi Syafruddin tersebut.
Namun permohonan PK KPK ditolak berdasarkan Surat MA RI Nomor: 2135/Panmud.Pidsus/VII/2020 tanggal 16 Juli 2020.
Baca juga: Tak Perlu Tunggu Sampai Juli, Sekolah Sudah Boleh Gelar Belajar Tatap Muka Terbatas
"Maka KPK meminta pendapat dan keterangan ahli hukum pidana, yang pada pokoknya disimpulkan tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh KPK," kata Alex.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 UU KPK, kata Alex, maka KPK berkesimpulan syarat
adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara Sjamsul dan Itjih tidak terpenuhi.
"Sedangkan tersangka SN dan ISN berkapasitas sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan SAT selaku penyelenggara negara."
"Maka KPK memutuskan untuk menghentikan penyidikan perkara atas nama tersangka SN dan ISN tersebut," tuturnya.
Sudah Dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku sudah melaporkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) kepada Dewan Pengawas.
"Terkait lapor ke dewas pasti kita sudah lapor terkait penerbitan SP3 dan SP3 itu kita sudah terbitkan kemarin per tanggal 31 Maret 2021," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (1/4/2021).
Nantinya usai diumumkan penghentian penyidikan kasus ini, KPK bakal memberikan surat penghentian itu kepada Sjamsul dan istrinya serta Syafruddin.
"Terkait apakah nanti akan disampaikan kepada tersangka, tentu kami akan memberitahukan atau penyampaian surat penghentian penyidikan tersebut," ucap Alex.
Alex menyebut penghentian penyidikan tersebut sesuai ketentuan pasal 40 UU KPK.
Menurutnya, sebagai bagian dari penegak hukum, maka dalam setiap penanganan perkara KPK memastikan akan selalu mematuhi aturan hukum yang berlaku.
"Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum sebagaimana amanat Pasal 5 UU KPK, yaitu 'Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada asas Kepastian Hukum'," terangnya.
Sebelumnya, KPK menghentikan kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI.
Ada pun dua tersangka yang terjerat dalam kasus ini adalah pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim (SN) dan istrinya, Itjih Nursalim (ISN).
Baca juga: Politikus PDIP: Operasi Deradikalisasi Gagal, Padahal Anggarannya Triliunan Rupiah
"Hari ini kami akan mengumumkan penghentian penyidikan terkait tersangka SN dan ISN," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (1/4/2021).
Alex menyatakan alasan KPK menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) sudah sesuai pasal 40 Undang-undang KPK.
"Penghentian penyidikan sebagai bagian adanya kepastian hukum sebagaimana Pasal 5 UU KPK," ucap Alexander.
Baca juga: Mengapa Zakiah Aini Bisa Lolos Pemeriksaan Sebelum Beraksi di Mabes? Ini Penjelasan Polri
Kasus korupsi BLBI ini telah melewati tiga periode presiden RI, dimulai sejak era Megawati Sukarnoputri hingga Joko Widodo.
Semula kasus ini diusut Kejaksaan Agung, hingga kemudian ditangani KPK sampai akhirnya diterbitkan SP3.
Sebelumnya, KPK menyangka keduanya telah melakukan misrepresentasi dalam menampilkan nilai aset yang mereka serahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk membayar utang BLBI. Akibat perbuatan mereka, negara rugi Rp 4,58 triliun.
Baca juga: Zakiah Aini Sempat Pamit di Grup WhatsApp Keluarga Sebelum Tebar Teror, Ayah Tak Sempat Mencegah
Awalnya KPK menetapkan eks Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung menjadi tersangka.
Ia diduga menerbitkan SKL BLBI untuk Sjamsul selaku pemegang saham pengendali BDNI.
Syafruddin dihukum 15 tahun di pengadilan tingkat banding.
Namun, Mahkamah Agung (MA) melepasnya di tingkat kasasi. (Ilham Rian Pratama)