Berita Jakarta
Wacana Pembatasan Usai Kendaraan di DKI Jakarta Tuai Pro-konta, Begini Penjelasan Kememhub
Jika rencana pembatasan usia kendaraan bermotor ini benar-benar direalisasikan, maka DKI Jakarta akan menjadi pelopor di Indonesia.
Penulis: Joko Supriyanto | Editor: Feryanto Hadi
“Dan juga dalam proses pembentukan maupun kesiapan penerapan aturan tersebut mesti memenuhi seluruh prasyarat instrumen penunjang yang disusun dengan melewati tahapan yang tetap memperhatikan setiap rasio dampak positif-negatifnya," imbuhnya.
Baca juga: Dugaan Korupsi Pengadaan Lahan Rumah DP Rp 0, Ketua RW 05 Pondok Ranggon Angkat Bicara
Mengutip data yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kendaraan mobil penumpang yang terdaftar secara resmi pada tahun 2014-2025 (berumur 10 tahun) adalah sebanyak 3,2 juta unit. Sementara motor sebanyak 13,9 juta unit.
"Bagi sebagian orang mungkin kebijakan ini hanya memiliki orientasi kesehatan lingkungan, tapi bagi saya banyak aspek yang mesti diperhatikan,” kata Sultan.
Sultan pun mencontohkan, berapa banyak usaha bengkel yang akan berkurang pendapatannya karena memiliki segmentasi pasar dari mobil bekas, berapa banyak sektor usaha mikro kecil dan menengah dalam kegiatan usahanya bergantung pada kendaraan tua dalam menjalankan roda bisnisnya.
Baca juga: KPK Tetapkan Dirut Sarana Jaya sebagai Tersangka, Pemprov DKI Buka Peluang Beri Pendampingan Hukum
Baca juga: Masyarakat Tidak Perlu Risau dan Takut, Menkes Pastikan Vaksin AstraZeneca Aman Digunakan
Atau bagaimana dengan para pemilik dan pekerja angkutan umum yang memiliki armada berumur lebih 10 tahun, dan juga yang terpenting berapa banyak jumlah keluarga yang terdampak sentimen negatif akibat dari kebijakan tersebut.
“Jadi jawaban dari semua pertanyaan-pertanyaan tersebut mesti tetap harus terukur," tegas Sultan.
Mantan wakil Gubernur Provinsi Bengkulu tersebut sebenarnya sangat mendukung setiap langkah pemerintah DKI Jakarta mengurangi beban polusi maupun upaya dalam mengurai kemacetan di ibukota selama ini.
"Kita semua punya harapan yang sama untuk hidup disebuah kota yang sehat serta ramah lingkungan. Dan hidup harmonis bersama alam adalah keinginan setiap orang. Hanya saja pemerintah DKI Jakarta juga harus meninjau rencana pelaksanaan regulasi tersebut dari segala aspek kehidupan publik agar regulasi ini menjadi kepentingan Bersama," ujarnya.
Baca juga: Luhut: Ekosistem Digital Mampu Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM
Ketua sub wilayah barat I DPD RI ini berkesimpulan mengenai polusi udara di DKI Jakarta bukan hanya akibat dari emisi tahun pakai kendaraan, tapi penggunaan kendaraan pribadi yang tidak terkontrol membuat polusi semakin menggila di langit-langit Jakarta.
"Emisi yang berpengaruh terhadap pencemaran udara di DKI Jakarta tidak hanya didominasi sumbangan oleh asap knalpot kendaraan yang telah berumur 10 tahun bahkan lebih. Tapi juga dikarenakan meledaknya kendaraan yang beroperasi setiap harinya. Ini bermula disebabkan oleh biaya untuk kepemilikan serta biaya operasional kendaraan yang mudah dan murah," tambahnya.
Oleh karena itu solusinya yang paling utama bukan menghilangkan kendaraan berumur 10 tahun lebih, tetapi justru dengan menghidupkan seluruh transportasi publik.
Maka kader jebolan HIPMI tersebut sangat menghimbau agar pemerintah DKI Jakarta untuk tetap terus memperbaiki, menginovasi, mengadopsi, memodifikasi dengan arah orientasi peningkatan kualitas dan kuantitas transportasi publik.
Agar kemudian terjadi pergerakan transisi pemanfaatan dari kendaraan pribadi menuju kendaraan massal.
Baca juga: Sudah 10 Juta Gambar Terunggah, Server My Heritage Dikabarkan Sempat Down
Baca juga: Di Lapangan Tampak Gagah dan Galak, Anggota Satpol PP di Ancol Takut Jarum Suntik saat Divaksin
Wakil Ketua DPD RI juga memberi contoh bagaimana pemerintah Jepang yang memiliki kebijakan sangat baik dalam rangka mengalihkan pengguna kendaraan pribadi agar beralih ke angkutan transportasi umum/massal.
Harga mobil di Jepang sebenarnya terbilang cukup terjangkau. Namun biaya pasca kepemilikan mobil di sana cukup besar.