Berita Nasional
BEM UI Diserang di Sosmed, Dituding Bela FPI usai Kritik Pembubaran Ormas Tanpa Proses Peradilan
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) meluruskan soal pernyataan sikap yang terkesan membela Front Pembela Islam (FPI).
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Media sosial Twitter sedang diramaikan pembicaraan tentang Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia.
Frasa BEM UI bahkan menjadi trending topik hingga Selasa (5/1/2021) malam.
Penyebabnya, pernyataan BEM UI yang menyoroti dan memberikan kritik terhadap sikap pemerintah yang melarang aktifitas serta penggunaan atribut Front Pembela Islam (FPI), tanpa melalui proses peradilan.
Baca juga: Mabes Polri Belum Bisa Simpulkan Hasil Penyelidikan Tragedi KM 50 yang Tewaskan 6 Laskar FPI
Sejak mengeluarkan pernyataan sikap pada Minggu (3/1/2021) soal pembubaran FPI, BEM Universitas Indonesia (UI) dituduh membela Front Pembela Islam (FPI).
Ketua BEM UI, Fajar Adi Nugroho, pun dengan tegas membantah pihaknya mendukung FPI.
Namun, pihak BEM UI menyoroti SKB 6 Menteri yang dipakai untuk membubarkan FPI merujuk pada UU Ormas terbaru (UU Nomor 16 Tahun 2017), yang menghapus mekanisme peradilan dalam pembubaran ormas
Baca juga: IndoSterling Optima Investa Gelontorkan Cicilan Tahap Dua, Pengamat: Ada Keinginan Memahami Khalayak
Baca juga: Sudah Didistribusikan, Vaksin Sinovac Ternyata Belum Dapat Izin dari BPOM dan Sertifikasi MUI
Pihak BEM UI terfokus pada prosedur pembubaran ormas, yang kebetulan FPI, tanpa peradilan.
"Apa yang kami fokuskan terkait pembubaran ormas ini adalah bagaimana prosedurnya. Kami membicarakan landasan pembubaran organisasi kemasyarakatan (tanpa peradilan) dan hari ini kebetulan konteksnya FPI," ujar Fajar, Senin (4/1/2021).
Ia menambahkan, sejak awal kepengurusannya, BEM UI konsisten terhadap prinsip negara hukum sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945.
"Karena Indonesia negara hukum, maka salah satu prinsipnya adalah perlindungan hak asasi manusia, supremasi hukum, dan demokrasi," ujarnya
Baca juga: Jokowi Akan Tetap Bangun Infrastruktur.di Tahun 2021, Tengku Zulkarnain: Pakai Duit dari Mana?
Oleh karena itu, apa yang bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ada di dalam konsep negara hukum terlihat selama satu tahun ini.
Kejadian-kejadian tersebutlah yang mendasari BEM UI mengeluarkan pernyataan sikap.
"Dalam konteks ini, kita melihat bahwa pembubaran FPI sebagai organisasi kemasyarakatan menjadi pertanyaan bagi BEM UI, apabila kita kontekstualisasikan dengan Indonesia sebagai negara hukum," ujarnya.
Preseden dibubarkannya FPI dianggap dapat menjadi alarm bagi kebebasan berserikat yang dijamin konstitusi.
Pasalnya ormas bisa sewaktu-waktu menghadapi ancaman pembubaran oleh pemerintah tanpa proses peradilan.
Baca juga: Sertifikasi Halal Vaksin Covid-19, LPPOM MUI Masih Tunggu Kelengkapan Informasi
Sebagai informasi, Pasal 61 ayat 1 huruf c UU Nomor 16 Tahun 2017 menyebutkan, “Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) terdiri atas, huruf c adalah pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan badan hukum"
Lalu, Pasal 61 ayat 3 huruf b berbunyi, “Pencabutan status badan hukum oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum dan hak asasi manusia".
Kemudian, Pasal 80 a berbunyi, “Pencabutan status badan hukum ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf c dan ayat (3) huruf b sekaligus dinyatakan bubar berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.”
Baca juga: Pelaku Usaha Minta Mendag Baru Terapkan Tarif Impor untuk Cegah Permainan dan Mafia Kuota
"Karena seakan-akan memberikan kekuasaan yang absolut bagi eksekutif untuk kemudian membubarkan organisasi kemasyarakatan," ujar Fajar.
"Perpu ormas yang kemudian menjadi UU Ormas yang mengubah UU Ormas sebelumnya, memang menjadi yang sudah kami sebut 'memberangus demokrasi'," kata dia.

Berikut ini beberapa poin pernyataan sikap BEM UI:
1. Mendesak negara untuk mencabut SKB tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbo dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI dan Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI.
2. Mengecam segala tindakan pembubaran organisasi kemasyarakatan oleh negara tanpa proses peradilan sebagaimana termuat dalam UU Ormas.
Baca juga: Tak Terima Resto Ditutup, 7 Tamu Diduga Sedang Mabuk Keroyok Dua Karyawan Hotel di Jababeka Cikarang
3. Mengecam pemberangusan demokrasi dan upaya pencederaan hak asasi manusia sebagai bagian dari prinsip-prinsip negara hukum.
4. Mendesak negara, dalam hal ini pemerintah, tidak melakukan cara-cara represif dan sewenang-wenang di masa mendatang.
5. Mendorong masyarakat untuk turut serta dalam mengawal pelaksanaan prinsip-prinsip negara hukum, terutama perlindungan hak asasi manusia dan jaminan demokrasi oleh negara.
Baca juga: Diperiksa Polisi terkait Aksi 1812, Slamet Maarif: Kami Hanya Tuntut Keadilan Kematian 6 Anggota FPI
BEM UI juga mengungkit soal Maklumat Kapolri Nomor 1/Mak/I/2021 yang dikhawatirkan dapat menjadi justifikasi bagi pembungkaman ekspresi.
"Aturan ini jauh lebih problematis karena dalam poin 2d normanya berisi tentang larangan mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial. Padahal, mengakses konten internet adalah bagian dari hak atas informasi yang dijamin oleh ketentuan Pasal 28F UUD 1945 serta Pasal 14 UU HAM," jelas mereka.
Aturan tersebut kemudian bisa dijadikan sebagai alasan melakukan tindakan-tindakan represif dan pembungkaman.
"Terlebih dalam ranah elektronik," pungkas Fajar.
Latar belakang pernyataan sikap
Dalam kritiknya soal pembubaran ormas tanpa peradilan, BEM UI merujuk pada UUD 1945 yang menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan, di sisi lain, menjamin kebebasan berserikat.
BEM UI mengutip argumen pakar hukum Jimly Asshiddiqie soal 12 prinsip negara hukum, salah satunya bahwa "hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa".
"Hal ini menjadi ironi ketika SKB yang diterbitkan guna melarang kegiatan FPI juga memuat UU HAM dalam konsideran Mengingat. Padahal, dalam Pasal 3 Ayat (2) UU HAM diuraikan bahwa, 'Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum yang sama di depan hukum'," tulis BEM UI.
Baca juga: Alasan Ikut Audisi Lida 2021, Euis Ingin Mencari Bapak
BEM UI menganggap pemakaian UU HAM bersamaan dengan UU Ormas --yang dapat membubarkan organisasi kemasyarakatan melalui Menteri Hukum dan HAM, tanpa putusan pengadilan-- sebagai pertentangan.
"Dengan demikian, negara dapat secara sewenang-wenang membubarkan organisasi kemasyarakatan tanpa pengawasan atau proses pengadilan sebagaimana hal tersebut dapat dilihat dari prosedur pelarangan dan pembubaran FPI
BEM UI juga mengungkit soal Maklumat Kapolri Nomor 1/Mak/I/2021 yang dikhawatirkan dapat menjadi justifikasi bagi pembungkaman ekspresi.
"Aturan ini jauh lebih problematis karena dalam poin 2d normanya berisi tentang larangan mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial. Padahal, mengakses konten internet adalah bagian dari hak atas informasi yang dijamin oleh ketentuan Pasal 28F UUD 1945 serta Pasal 14 UU HAM," jelas mereka.
Baca juga: Pemkot Ajukan 2,4 Juta Vaksin Virus Corona untuk Masyarakat Kota Tangerang
"Aturan Maklumat Kapolri a quo tentu saja akan dijadikan aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan represif dan pembungkaman, khususnya dalam ranah elektronik."
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bantah Bela FPI dalam Pernyataan Sikap, BEM UI: Ini soal Landasan Pembubaran Ormas Tanpa Peradilan"