Buronan Kejaksaan Agung
Kasus Red Notice Djoko Tjandra, Tommy Sumardi Dituntut 1 Tahun 6 Bulan Bui, Dikabulkan Jadi JC
Jaksa penuntut umum (JPU) juga menuntut Tommy selaku terdakwa membayar denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan pidana badan.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Tommy Sumardi dituntut hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, dalam kasus suap pengurusan red notice Djoko Tjandra.
Jaksa penuntut umum (JPU) juga menuntut Tommy selaku terdakwa membayar denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan pidana badan.
Tommy disangkakan melanggar pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU 31/1999, sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Selundupkan Pasien Covid-19 untuk Jalani Isolasi, Hotel di Sawah Besar Bakal Disegel
"Menyatakan terdakwa Tommy Sumardi bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa membacakan tuntutan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (15/12/2020).
Dalam tuntutannya, jaksa melakukan sejumlah pertimbangan.
Untuk sisi yang memberatkan, Tommy dianggap tidak mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia.
Baca juga: Insiden Tim Pemburu Covid Dikunci di Kafe, Satpol PP Kota Bekasi Masih Tunggu Hasil Evaluasi
Sedangkan sisi yang meringankan, Tommy dianggap telah mengakui perbuatannya. Tommy juga dinyatakan bukan pelaku utama.
Selama persidangan, Tommy juga dinilai telah memberikan keterangan atau bukti yang signifikan mengungkap tindak pidana dan pelaku lain.
Untuk itu, jaksa turut meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor yang menangani perkara ini menyatakan Tommy sebagai justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama.
Baca juga: Rizieq Shihab Ajukan Praperadilan di PN Jakarta Selatan, Kuasa Hukum Sebut Upaya Elegan
"Terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau Justice Collaborator telah memberikan keterangan atau bukti-bukti yang signifikan dalam mengungkap tindak pidana dan pelaku lainnya," jelas jaksa.
Dalam perkara ini, pengusaha Tommy Sumardi didakwa bersama-sama dengan Djoko Tjandra memberikan suap kepada dua jenderal polisi.
Yakni, Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, dan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.
Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 Indonesia 15 Desember 2020: Pasien Positif Melonjak 6.120 Jadi 629.429 Orang
Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol, dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).
Dalam surat dakwaan, Tommy diduga memberikan 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS kepada Irjen Napoleon dan 150 ribu dolar AS kepada Brigjen Prasetijo.
Menangis
Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang perkara suap penghapusan red notice Interpol atas nama Djoko Tjandra, dengan terdakwa Tommy Sumardi, Selasa (8/12/2020).
Dalam persidangan, Tommy Sumardi menangis saat menyatakan permintaan maaf kepada keluarga besarnya.
Ia tidak menyangka perkara ini menyeretnya hingga membuat dirinya ditahan.
Baca juga: 1.023 Petugas KPPS Positif Covid-19, Ini Solusi KPU
"Saya tidak menyangka terjadi penahanan ini."
"Saya minta maaf kepada seluruh keluarga besar."
"Saya telah buat malu mereka," kata Tommy Sumardi dalam persidangan.
Baca juga: Marak Opini Salahkan Polri Usai Insiden Cikampek, Politikus PDIP: Dialami Suriah Saat ISIS Masuk
Tommy Sumardi juga menyatakan penyesalannya sudah masuk dalam jurang kasus Djoko Tjandra.
Ia menangis saat menceritakan keluarga, khususnya soal anak.
Kata dia, anaknya tidak tahu kalau dirinya ditahan.
Baca juga: Mabes Polri Ambil Alih Kasus Penembakan 6 Anggota FPI, Divisi Propam Bentuk Tim Khusus
"Saya menyesal perbuatan saya, kalau menyangkut keluarga, hati saya enggak tahan. Maaf Yang Mulia."
"Anak tiga, paling kasihan yang umur 8 tahun. Dia enggak tahu saya ditahan, 'Papah ke mana', 'Papah kerja'," sambung Tommy Sumardi.
Dalam perkara ini, pengusaha Tommy Sumardi didakwa bersama Djoko Tjandra memberikan suap kepada dua orang jenderal polisi.
Baca juga: Diajak Ambil Batu Alam di Ancol, Pria Pengangguran Diciduk Petugas, Temannya Kabur
Yaitu, Kadivhubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, dan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.
Dalam surat dakwaan, Tommy diduga memberikan 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS kepada Irjen Napoleon dan 150 ribu dolar AS kepada Brigjen Prasetijo.
Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol, dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).
Mengaku Tak Tahu Djoko Tjandra Buronan
Majelis hakim mencecar pertanyaan ke Tommy Sumardi, saksi dalam persidangan perkara surat jalan palsu dengan terdakwa Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Anita Kolopaking.
Tommy Sumardi juga merupakan terdakwa sekaligus rekan Djoko Tjandra yang menjadi perantara suap penghapusan red notice Interpol untuk dua terdakwa asal Polri, yakni Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (13/11/2020), awalnya hakim bertanya kepada Tommy soal pengetahuannya tentang red notice Interpol.
Baca juga: Moeldoko: Apa yang Mau Direkonsiliasikan dengan Rizieq Shihab?
"Saya ingin tahu pemahaman saudara soal red notice," kata hakim.
Namun, Tommy mengaku tidak memahami hal itu.
Kemudian, hakim kembali melontarkan pertanyaan yang sama kepada Tommy.
Baca juga: Minta Kerumunan Seperti Penjemputan Rizieq Shihab Tak Terulang Lagi, Satgas Covid-19: Jangan Egois
"Enggak tahu saya," jawan Tommy sekali lagi.
Lalu dengan nada bicara sedikit tinggi, hakim menjelaskan Tommy pernah bertemu Brigjen Prasetijo, yang saat itu menjabat Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Lantas hakim bertanya kepada Tommy apa yang dibicarakan Brigjen Prasetijo, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra.
Baca juga: 300 Hari Harun Masiku Ditelan Bumi, ICW: KPK Jadi Lembaga yang Tak Lagi Disegani Pelaku Kejahatan
"Saudara kan bertemu Prasetijo membahas masalah red notice."
"Tahu enggak masalah red notice yang diurus-urus sama Anita (Kolopaking) dan dibicarakan dengan terdakwa Djoko Tjandra?" Tanya hakim.
Tommy menjawab "Pencekalan".
Baca juga: Minta Rizieq Shihab Isolasi Mandiri 14 Hari, Muhadjir Effendy: Panutan Harusnya Jadi Contoh
Kemudian hakim kembali menggali keterangan Tommy soal pengertian red notice.
Mengingat, Tommy jadi pihak yang mengurusi hal itu saat diminta pertama kali oleh Djoko Tjandra.
"Saya akan gali dulu (definisi red notice), karena rata-rata saksi di sini enggak tahu semua," ucap hakim.
Baca juga: Persiapan Vaksinasi Covid-19, Pemkab Bekasi Latih 50 Tenaga Kesehatan Sebagai Vaksinator
"Pencekalan di luar negeri," ucap Tommy.
Selanjutnya hakim menanyakan kepada Tommy apakah dirinya tahu Djoko Tjandra sedang menjadi buronan pihak keamanan Indonesia.
Tommy menyatakan ketidaktahuannya.
Baca juga: Berkas Perkara Aktivis KAMI Dilimpahkan ke Kejaksaan, Termasuk Pemilik Akun Twitter Podoradong
Hakim meminta Tommy tidak berbohong menjawab pertanyaan tersebut.
Kemudian, hakim mengulangi pertanyaannya.
Tapi, Tommy tetap menyatakan ketidaktahuannya.
Baca juga: Kasus Covid-19 di Kabupaten Bogor Naik Lagi, 45 Warga Jadi Pasien Baru, Ada Bayi Umur 6 Bulan
"Masa enggak tahu? jangan berbohong. Apakah Djoko Tjandra dicari pihak keamanan Indonesia bahkan diterbitkan red notice? Tahu enggak?" Cecar hakim.
"Enggak tahu," jawab Tommy.
Hakim lalu mencukupi pertanyaannya, dan menyatakan Tommy Sumardi jadi pihak yang disuruh mengurusi sesuatu, tapi justru tidak tahu apa yang diurusi.
Baca juga: Viral Pria Beratribut Ojol Curi Pakaian Dalam Wanita, Polsek Cikarang Belum Terima Laporan Warga
"Jadi saudara mengurusi sesuatu yang saudara tidak tahu," ujar hakim. (*)