Omnibus Law

Berdebat Berjam-jam, Baleg DPR Tak Sudi Disebut Tukang Stempel Pemerintah Soal UU Cipta Kerja

Badan Legislasi (Baleg) DPR tidak terima disebut sebagai tukang stempel pemerintah terkait Undang-undang Cipta Kerja.

wikidpr.org
Ruang Badan Legislasi DPR 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR tidak terima disebut sebagai tukang stempel pemerintah terkait Undang-undang Cipta Kerja.

Anggota Baleg DPR Taufik Basari mengatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja berlangsung berjam-jam, dengan berdebat sesama anggota dan pemerintah sebagai pengusul RUU tersebut.

"Kalau kami menjadi tukang stempel, ya berarti draf RUU yang awal itu yang disahkan."

Baca juga: DAFTAR Terbaru 20 Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Jakarta Sisa Satu, Jawa Tengah Terbanyak

"Tapi sekarang draf Undang-undang Cipta Kerja sudah jauh berbeda dari draf awal," papar Taufik saat acara webinar Paradigma Konstitusi dalam Omnibus Law Cipta Kerja, Jakarta, Rabu (28/10/2020).

Tobas, sapaan Taufik Basari, menjelaskan anggota Baleg kerap mengkritisi draf yang diusulkan pemerintah.

Bahkan, ada usulan yang ditolak dan akhirnya ditarik atau dicabut dari naskah Undang-undang Cipta Kerja.

Baca juga: Rizieq Shihab Dikabarkan Pulang Saat Maulid Nabi, Polri: Silakan Saja, Enggak Ada Pengamanan Khusus

"Ada juga yang kembali ke undang-undang sebelumnya."

"Jadi proses pembahasan itu berlangsung, karena kami mengkritisi naskah itu," papar politikus Partai NasDem itu.

Tobas pun menegaskan, pembahasan RUU Cipta Kerja seluruhnya berlangsung secara terbuka.

Baca juga: Anggota Brimob Bripka JH Jual Senjata kepada KKB Papua, Polri Pastikan Bukan Organik Alias Ilegal

Karena, dapat disaksikan masyarakat melalui saluran YouTube TV Parlemen dan akun Facebook Baleg DPR.

"Saya bisa pastikan tidak ada satupun rapat pembahasan materi tertutup."

"Bagaimana membuktikannya? Bisa dilihat di Youtube TV Parlemen dan Facebook Baleg," ucap Tobas.

Baca juga: KISAH Karyawan TransJakarta Alih Profesi Jadi Pemangkas Rambut, Paling Enak Tangani Kuli Proyek

Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, mengukur kesamaan dokumen menggunakan indikator jumlah halaman, dapat mengakibatkann miss leading.

Karena, menurut Pratikno, naskah yang sama ditulis dalam format kertas dan huruf yang berbeda, akan menghasilkan jumlah halaman yang berbeda pula.

Sementara, setiap naskah UU yang akan ditandatangani Presiden, dilakukan dalam format kertas Presiden dengan ukuran yang baku.

Baca juga: Moeldoko Ungkap Jokowi Tegur Kabinet karena Komunikasi Sosialisasikan UU Cipta Kerja Sangat Jelek

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved