Omnibus Law
Polemik Omnibus Law Belum Selesai, Massa Buruh Kembali Menggelar Demo Tolak UU Cipta Kerja
Rencananya, massa buruh kembali demo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, di sejumlah titik di DKI Jakarta, hari ini, Kamis (15/10/2020).
Penulis: Junianto Hamonangan | Editor: PanjiBaskhara
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Rencananya, massa buruh kembali demo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, di sejumlah titik di DKI Jakarta, hari ini, Kamis (15/10/2020).
Mengenai rencana massa buruh demo menolak UU Cipta Kerja kembali hari ini, dibenarkan Presidium Gerakan Buruh Jakarta Natalia.
Dia membenarkan, pihaknya bersama elemen buruh lainnya akan melakukan unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
"Kita hanya lakukan aksi selebaran dan juga acara mimbar bebas. Kemungkinan hari ini dan juga besok, lima kawasan di Jakarta khususnya," ujar Natalia, Kamis (15/10/2020).
Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Mazhab UU Cipta Kerja dari Kapitalisme Cina, Mengaku Sudah Ingatkan Jokowi
Baca juga: KSPI Tolak Ikut Bahas Aturan Turunan UU Cipta Kerja, Sebut Gelombang Aksi Buruh Bakal Membesar
Baca juga: Ini Tanggapan Anies soal Banyaknya Pelajar yang Ikut Demonstrasi Penolakan UU Ciptaker
Perwakilan Federasi Gabungan Serikat Buruh Mandiri menambahkan, massa buruh kali ini tidak seperti biasanya menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat.
Menurut Natalia, pihaknya bergerak dari kawasan KBN Marunda, Cilincing, Jakarta Utara menuju titik berikutnya dan bertemu perwakilan buruh lainnya.
Nantinya setelah itu pihaknya bersama elemen buruh akan keluar bertemu dengan kawan kawan lain di kawasan Marunda, Pluit hingga Cempaka Putih untuk bergerak ke lokasi yang dituju.
"Lalu bersama sama kita bergerak ke kawasan Pulogadung dan kumpul dengan kawan kawan di sana," ungkap Natalia.
Natalia menegaskan bahwa pihak buruh menolak omnibus law UU Cipta Kerja karena dianggap merugikan masyarakat khususnya para pekerja.
"Karena menurut kita tidak hanya buruh yang di rugikan, tapi masyarakat sipil pun akan dirugikan dengan UU ini,” tegas Natalia.
Sementara itu pantauan di lokasi perempatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat hingga saat ini masih terpantau kondusif dan tidak terlihat ada pergerakan massa buruh.
KSPI Tolak Ikut Bahas Aturan Turunan UU Cipta Kerja
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan, pihaknya tidak akan terlibat dalam pembahasan aturan turunan UU Cipta Kerja.
Sikap ini sejalan dengan komitmen kaum buruh, yang hingga saat ini menolak omnibus law UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan.
Said menyampaikan, ke depan aksi penolakan omnibus law oleh buruh akan semakin membesar dan bergelombang.
"Buruh menolak omnibus law UU Cipta Kerja."
"Dengan demikian tidak mungkin buruh menerima peraturan turunannya, apalagi terlibat membahasnya," kata Said lewat keterangan tertulis, Kamis (15/10/2020).
Kalau pemerintah kejar tayang lagi dalam membuat aturan turunannya, lanjut Said Iqbal, ada dugaan serikat buruh hanya digunakan sebagai stempel atau alat legitimasi saja.
Said juga menyinggung sikap DPR yang sempat menjanjikan buruh akan dilibatkan dalam pembahasan, tetapi terkesan seperti sedang kejar setoran. Said Iqbal mengatakan buruh merasa dikhianati.
"Padahal kami sudah menyerahkan draf sandingan usulan buruh, tetapi masukan yang kami sampaikan banyak yang tidak terakomodir."
"Tidak benar apa yang dikatakan DPR RI bahwa 80 persen usulan buruh sudah diadopsi dalam UU Cipta Kerja," ucapnya.
Said menjelaskan ada empat langkah yang akan dilakukan buruh dalam menolak UU Cipta Kerja.
Pertama, akan menyiapkan aksi lanjutan secara terukur terarah dan konstitusional, baik di daerah maupun aksi secara nasional.
Kedua, mempersiapkan ke Mahkamah Konstitusi untuk uji formil dan uji materiel.
Ketiga, meminta legislatif review ke DPR dan eksekutif review ke pemerintah.
Keempat, melakukan sosialisasi atau kampanye tentang isi dan alasan penolakan omnibus law UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan oleh buruh.
812 Halaman
Naskah final Undang-undang Cipta Kerja setebal 812 halaman dikirimkan pihak Sekretariat Jenderal DPR ke pemerintah, Rabu (14/10/2020) siang.
Sekjen DPR Indra Iskandar yang mengantar langsung naskah UU Cipta Kerja kepada Sekretariat Negara, untuk diserahkan ke Presiden Joko Widodo.
"Siang ini jadi saya meluncur ke Setneg untuk menyampaikan itu (UU Cipta Kerja)," kata Indra di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/10/2020).
Indra mengatakan, pihaknya nanti akan diterima langsung Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.
Dia memastikan, tidak ada perubahan substansi dari draf UU Ciptaker yang akan dikirimkan ke Jokowi dengan yang disahkan di Rapat Paripurna DPR pada Senin (5/10/2020) lalu.
Menurut Indra, jumlah halaman naskah UU Cipta Kerja menjadi 812 halaman terjadi karena perubahan format kertas yang digunakan.
"Kemarin sudah dijelaskan, itu hanya teknis dari kertas ukuran biasa ke legal, kalau dulu kita menyebut folio," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin memastikan tidak ada kepentingan pribadi pada pembahasan UU Cipta Kerja.
"Tidak ada interest, kepentingan pribadi, kepentingan kelompok dalam kami pimpinan DPR, pimpinan fraksi, dan Badan Legislasi memanfaatkan kondisi tertentu untuk hal yang menguntungkan para pihak tertentu," ujar Azis di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Azis menyakini proses pembahasan yang dilakukan di Badan Legislasi (Baleg) DPR sudah sesuai mekanisme dan tata cara dalam pengambilan keputusan di DPR.
Bahkan, kata Azis, setiap rapat RUU tersebut selalu ada catatan hingga rekamannya yang dapat diakses masyarakat secara luas.
"Bagi yang masih kontra, ada mekanisme konstitusi yang dibuka oleh aturan-aturan konstitusi kita melalui Mahkamah Konstitusi."
"Kami sangat menghargai perbedaan-perbedaan untuk bisa dilakukan ke MK," ucap Azis.
Politikus Golkar itu pun menjamin naskah UU Cipta Kerja setebal 812 halaman dari sebelumnya 1.035 halaman, tidak ada pasal selundupan atau di luar kesepakatan pada tingkat I maupun II.
"Kami tidak berani dan tidak akan memasukkan selundupan pasal."
"Itu kami jamin sumpah jabatan kami, karena itu tindak pidana apabila ada selundupkan pasal," cetus Azis.
Sebelumnya, DPR bakal mengirimkan naskah final Undang-undang Cipta Kerja setebal 812 halaman ke Presiden Joko Widodo, Rabu (14/10/2020) besok.
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan, DPR memiliki waktu tujuh hari kerja sebelum dikirim ke Presiden.
Waktu tujuh hari dilakukan untuk melakukan proses editing UU Cipta Kerja yang telah disahkan saat rapat paripurna pada 5 Oktober 2020.
Menurut Azis, ketentuan tujuh hari kerja tersebut tercantum dalam mekanisme tata tertib DPR, khususnya pasal 165 dan pasal 1 butir 18. Hari kerja adalah Senin sampai Jumat.
"Sehingga tenggat waktu untuk penyampaian Undang-undang Cipta Kerja akan jatuh pada 14 Oktober 2020."
"Pada saat resmi besok dikirim ke Presiden, maka secara resmi undang-undang ini menjadi milik publik," ujar Azis di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Azis menjelaskan, penyusutan halaman draf UU Cipta Kerja dari sebelumnya 1.035 halaman menjadi 812 halaman, karena telah diedit tanpa menghilangkan atau menambah subtansi dari undang-undang tersebut.
"Proses yang dilakukan di Baleg itu menggunakan kertas biasa."
"Tetapi pada saat sudah masuk pada tingkat II (paripurna), proses pengetikannya masuk di Badan Kesekjenan yang menggunakan legal paper."
"Yang sudah menjadi kesepakatan ketentuan-ketentuan di dalam undang-undang," paparnya.
"Sehingga besar dan tipisnya yang berkembang, ada yang seribu sekian, ada yang tiba-tiba 900 sekian."
"Tapi setelah dilakukan pengetikan secara final berdasarkan legal drafter yang ditentukan Kesekjenan melalui mekanisme total jumlah pasal dan kertas, hanya sebesar 812 halaman."
"Berikut undang-undang dan penjelasannya," sambung Azis.
Naskah Undang-undang Cipta Kerja terus mengalami perubahan setelah disahkan DPR bersama pemerintah pada rapat paripurna, Senin (5/10/2020).
Awalnya, naskah UU Cipta Kerja saat disahkan setebal 905 halaman, kemudian disempurnakan menjadi 1.035 halaman, dan terakhir difinalkan menjadi 812 halaman.
Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan, setiap undang-undang disahkan DPR, maka ada kesempatan tujuh hari kerja untuk menyempurnakan teknis penulisannya, mengacu aturan yang berlaku.
Acuan tersebut, kata Indra, tertuang dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam lampiran II.
"Sebelumnya pakai format A4 di draf 1.035 halaman, yang sekarang sudah final 812 halaman dengan format legal yang lebih panjang."
"Format legal ada di Undang-undang 12/2011," kata Indra saat dihubungi, Jakarta, Selasa (13/102/2020).
Menurut Indra, penyempurnaan draf undang-undang tidak ada sesuatu yang baru, tetapi hanya sempurnakan penulisannya, berdasarkan catatan yang telah disepakati DPR dan pemerintah.
"Kalau ada penambahan, itu cuma mensinkronkan antara satu pasal dengan pasal lain."
"Tapi bukan penambahan sesuatu yang baru, semua mengacu pada catatan awal sebelumnya," papar Indra.
Indra menyebut, pihak yang melakukan penyempurnaan redaksional berasal dari Badan Legislasi (Baleg) DPR, badan ahli, dan pihak pemerintah.
Sedangkan Kesekjenan DPR hanya membantu administrasinya.
"Kalau undang-undang itu belum diberlakukan, sejauh itu disepakati oleh DPR dan pemerintah, maka sangat dimungkinkan penyempurnaan, dimungkinkan prinsipnya," papar Indra.
Indra menyebut, draf UU Cipta Kerja setebal 812 halaman sudah ditandatangani oleh fraksi yang menyetujui undang-undang tersebut, tinggal menunggu tanda tangan pimpinan DPR dan setelah itu dikirim ke Presiden.
"Sekarang sedang dimintakan tanda tangan ke pimpinan DPR."
"Kami punya batas waktu sampai Rabu besok, nanti kabari kalau sudah dikirim ke Presiden," ucap Indra. (Chaerul Umam)