Berita Nasional

Napi Masih Kendalikan Bisnis Narkoba dari Penjara, Hinca Pandjaitan: Perlu Reformasi Seluruhnya

Meski berada di dalam penjara, napi mencari celah untuk bisa meraup pundi uang dengan tetap menjalankan bisnis narkoba.

Editor: Feryanto Hadi
Okky Herman Dilaga/Kompas.com
Ketua Komisi Disiplin (Komdis) PSSI, Hinca Pandjaitan. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -Keterlibatan narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dalam jaringan peredaran narkotika masih juga sulit dibendung.

Meski berada di dalam penjara, napi mencari celah untuk bisa meraup pundi uang dengan tetap menjalankan bisnis narkoba.

Para pengguna narkoba pun mencari segala cara agar bisa tetap mengkonsumsi barang haram tersebut di dalam tahanan.

Melihat fenomena itu, anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan ikut angkat bicara.

Oknum Napi Rutan Salemba Masih Jalankan Bisnis Narkotika, Pengamat Minta Menkumham Bertindak Tegas

Pengumunan PSBB oleh Anies Baswedan Dituding Penyebab Anjloknya IHSG, Begini Respon Wagub DKI

Ia meminta mereformasi pemasyarakatan agar hal ini tak menjadi lingkaran setan.

"Saya sudah lihat sendiri bahwa kondisi dalam Rutan ataupun Lapas sangatlah kumuh. Perbandingan jumlah sipir dan penghuni Lapas pun sangat timpang. Alhasil pergerakan narapidana seakan tak terkendali, dan pengawasan menjadi lumpuh," kata Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan kepada wartawan, Rabu (9/9).

Akibat minimnya pengawasan, Hinca menyebut, membuat para bandar yang ada di dalamnya bisa bergerak bebas.

Hal itulah yang akhirnya terjadi di rutan Salemba kemarin dengan adanya napi yang membuat pabrik ekstasi dan napi yang over dosis.

"Makanya lakukan reformasi seluruhnya. Kemarin karutan dan kepala keamanan sudah, lanjutkan hingga ke tingkat kepala kantor wilayah dan Kadiv PAS," ujarnya.

Dikatakan Hinca, selama puluhan tahun dan hingga saat ini, didalam lapas dan rutan selalu membiarkan bandar besar bertemu setiap hari dengan pecandu.

Sempat Bantu Nella Kharisma Tampil di Televisi, Kini Inul Daratista Justru Dapat Balasan Menyedihkan

Bahkan, dengan banyaknya oknum petugas yang terlihat, membuat hal ini semakin merajalela dan mereka semakin bebas.

"Secara tidak langsung, sistem ini sudah membentuk pasar baru dan bukannya menyembuhkan, malah membuat kronis tingkat peredaran," terangnya.

Hinca menambahkan, selama ini juga, pihaknya sudah memberikan solusi yang disampaikan berulang kali disampaikan dalam banyak rapat bersama menkumham.

Pihaknya meminta untuk segera melakukan pendataan lalu pisahkan para napi bandar dan pengguna.

"Kami juga minta optimalisasi lapas Nusakambangan untuk menjadi rumah pembinaan para bandar," tuturnya.

Hinca menambahkan, Komisi III DPR RI juga meminta untuk memasang alat penghilang sinyal atau Jamming di seluruh lapas.

Matikan komunikasi mereka, karena peredaran ada dalam genggaman telepon para bandar yang masih bisa menikmati fasilitas tersebut.

Said Didu Prihatin Anies Baswedan Diserang Buzzer hingga Dijegal Pemerintah Pusat terkait PSBB Total

"Harus digarisbawahi, siapapun penanggungjawab sebuah lapas, penyakit yang timbul selalu itu-itu saja. Tidak berubah," tandasnya.

Seperti diketahui, sejumlah masalah yang terus-menerus terjadi di lingkungan Rumah Tahanan (Rutan) seolah menjadi pekerjaan rumah yang begitu sulit diselesaikan.

Terakhir, beberapa kasus yang menimpa tahanan di Rumah Tahanan Salemba.

Seorang narapidana Rumah Tahanan (Rutan) Salemba meninggal dunia setelah hilang kesadaran. 

Kejadian ini bermula ketika napi kasus narkotika bernama Hendra Saputra (28), mengalami kejang-kejang di kamar tahanannya pada Minggu (6/9/2020).

Petugas kemudian melarikannya ke ke RS Pengayoman, Cipinang, Jatinegara, Jakarta Timur, namun nyawa pria ini tak dapat tertolong dan meninggal sekira pukul 06.40 WIB.

 Pengiriman Narkotika Secara Online menjadi Tren Selama Pandemi

 Oknum Napi Video Call Sex dari Dalam Lapas padahal Kanwilkumham Riau dapat Predikat Bebas Korupsi

Saat itu, kondisinya sudah mengalami penurunan kesadaran.

Nyawanya pun tidak bisa diselamatkan.

Ia meninggal dunia diduga karena over dosis usai mengkonsumsi narkotika.

Sebelumnya, Satresnarkoba Polsek Sawah Besar membongkar praktik pembuatan pil ekstasi, yang dilakukan oleh salah satu napi Rutan Salemba di Rumah Sakit Swasta di Jakarta Pusat.

 Napi Kasus Narkotika Tewas di Rutan Salemba, Diduga Alami Over Dosis?

 Bosan di Rumah selama Pandemi Covid-19 Jadi Alasan Reza Artamevia Konsumsi Sabu

Dalam penggerebekan itu barang bukti berupa bahan baku ekstasi dan mesin pencetak berikut pil ekstasi siap edar berhasil diamankan.

Yang mencegangkan pelaku membuat pil ekstasi itu di ruang VVIP rumah sakit tersebut.

Kasat Narkoba Polrestro Jakarta Pusat AKBP Afandi mengatakan bahwa kasus ini bermula ketika jajaran kepolisian Polsek Sawah Besar mengamankan MW (36) sebagai kurir yang hendak mengantarkan sejumlah ekstasi.

 Tak Patuhi Protokol Kesehatan, Deklarasi KAMI Bisa Timbulkan Klaster Baru Penyebaran Covid-19

 Wamenhan Bilang Bela Negara Bukan Pendidikan Militer, tapi Mirip

Berdasarkan penangkapan itu dan dilakukan pengembangan lebih lanjut, MW mengakui jika barang haram itu di dapat oleh Ami Utomo (42) seorang warga binaan rutan Salemba.

"Jadi AU merupakan salah satu napi Salemba kasus narkoba atas kepemilikan 15.000 butir ekstasi. Ia ditahan 15 tahun penjara dan baru 2 tahun menjalani masa tahanan, tapi masih ada di rutan," kata Afandi, Kamis (20/8/2020).

Minta Yasona bertindak

Terkait rentetan peristiwa itu, Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah meminta Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly segera bertindak.

Inspektorat Kementerian harus segera melakukan pemeriksaan terhadap kepala kantor wilayah dan kepala divisi pemasyarakatan.

Hal itu untuk menyelamatkan citra Kementerian Hukum dan HAM yang sebelumnya terus diterjang berbagai isu negatif.

"Periksa dari bawah sampai ke kakanwil, hingga Kadiv PAS. Apa yang salah, kenapa narkoba terus muncul di rutan Salemba," katanya dihubungi wartawan, Senin (7/9/2020).

Dikatakan Trubus, keberadaan pabrik ekstasi di dalam rumah sakit dan dikendalikan oleh seorang narapidana, adalah persekongkolan aspirasi.

Untuk itu, ia meminta untuk mengevaluasi dengan mengganti dari tingkat sipir, hingga tingkat Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM (kanwilkumham) DKI.

 Rian DMasiv Prihatin Sejumlah Musisi Tersandung Kasus Narkoba

"Ini harus dievaluasi berjamaah, jangan hanya mentok sampai di kelapa rumah tahanan (rutan) Salemba sebagai penanggung jawab narapidana. Karena diatasnya juga masih ada, sehingga semua harus dievaluasi agar tak ada lagi kasus ini," ujar Trubus.

Dikatakan Trubus, kepala kanwilkumham DKI Liberty Sitinjak pasti tahu akan perkembangan yang ada di dalam lapas maupun rutan. Dimana semua tahanan yang keluar untuk berobat maupun hal lainnya sudah terpantau. "Apalagi napi itu sendiri, sudah didalam rumah sakit hampir dua bulan lamanya, pasti laporan itu sudah diterimanya," ujarnya.

Trubus menambahkan, karena kurangnya perhatian dari kepala kanwilkumham terhadap napi pembuat pabrik ekstasi, menimbulkan opini masyarakat, bahwa ia melindungi.

Meski memang yang bersangkutan baru menduduki kursi itu beberapa bulan belakangan ini, pastinya ia tahu akan kondisi yang ada.

 Musnahkan Ratusan Kilogram Sabu dan Ganja, BNN Selamatkan 1,5 Juta Generasi Muda Bangsa

"Jadi meski orang baru, memang dalam konteks pribadi ia tidak tahu tetapi dalam konteks sistem, dia mau tak mau, harus tahu," ungkapnya.

Trubus menilai, pabrik ekstasi yang ada di rumah sakit itu merupakan konspirasi tingkat tinggi. Karena semua itu tidak mungkin berjalan dengan baik bila tak ada yang melindunginya.

"Ya kita sama-sama tahu semuanya ini ada yang mengatur, ada aktor intelektualnya, siapa di lapangan, siapa yang menjadi jaringannya, dan siapa yang menjadi perantaranya. Jadi semua ini seperti gunung es, karena di belakang itu semua banyak," ungkapnya.

 Alasan BNN Mendesak Instansi Terkait Agar Narapidana Kasus Narkotika Dipidana Mati Segera Dieksekusi

Karena itu, sambung Trubus, ia meminta kepada menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly, harus segera melakukan penggantian hingga ke ujungnya. Karena selama ini orang-orang itu tetap di lingkaran masalah ini akan kembali muncul, makanya harus segera diputus mata rantainya.

"Hingga saat ini saya menilai, hal yang sangat krusial karena kesalahan di tingkat pengawasan yang lemah, sehingga monitoring dan evaluasi tidak berjalan dengan baik," pungkasnya. 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved