Persaingan AS dan Cina Makin Meruncing, Menlu Akui Tak Mudah Perjuangkan Kepentingan Nasional

Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyampaikan perkembangan situasi politik mancanegara selama pandemi Covid-19.

Kompas.com
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyampaikan perkembangan situasi politik mancanegara selama pandemi Covid-19.

Retno mengatakan, persaingan yang ditunjukkan antara Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) semakin meningkat selama pandemi Covid-19 mewabah secara global.

Hal itu tercermin dari perang dagang dan situasi di Laut Cina Selatan.

Anies Baswedan: Pembangunan Kota Boleh Tertunda, Menyelamatkan Warga Justru Harus Semakin Mengganda

Demikian disampailkan Retno dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR, Senin (22/6/2020).

"Selama pandemi kami melihat persaingan antara AS dan RRT tidak makin berkurang, bahkan makin meruncing."

"Tingginya rivalitas antara lain tercermin perang dagang dan sanksi kepada perusahaan-perusahaan mereka."

Langgar Protokol Covid-19 Saat Pulang Kampung, MAKI Adukan Firli Bahuri ke Dewan Pengawas KPK

"Kemudian situasi di Laut Cina Selatan, kemudian penyikapan terhadap situasi di Hong Kong," kata Retno.

Retno mengatakan, persaingan yang makin tajam itu tidak jarang menyeret negara lain untuk ikut dalam rivalitas itu.

Sehingga, negara di dunia seolah-olah dihadapkan pada dua pilihan yang sulit.

PROFIL 5 Deputi Kantor Staf Presiden yang Dilantik Moeldoko, Salah Satunya Mantan Ketua KPU

Namun, bagi Indonesia, yang terpenting adalah kepentingan nasional yang terus terjaga.

"Bagi Indonesia, pilihannya adalah kepentingan nasional."

"Memang tidak mudah untuk tetap berdiri tegak dan tetap konsisten memperjuangkan kepentingan nasional."

Provinsi dengan Kasus Covid-19 Tinggi Juga Punya Banyak Penderita Demam Berdarah

"Namun sesulit apapun, hal ini harus terus dijalankan," tegasnya.

Sebelumnya, Dahnil Anzar Simanjuntak, Juru Bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan, Indonesia tidak akan terlibat dalam konflik di Laut Cina Selatan.

Jika, lanjutnya, Amerika Serikat dan Cina beserta aliansinya melakukan perang terbuka di wilayah yang berbatasan langsung dengan Indonesia tersebut.

Hal itu menjawab pertanyaan peserta diskusi terkait sikap Pemerintah Indonesia, apabila perang terbuka berlangsung di Laut Cina Selatan, menyusul situasi di wilayah tersebut yang kian meningkat belakangan ini.

 Apakah Indonesia Pakai Cara Herd Immunity untuk Atasi Covid-19? Ini Kata Jubir Jokowi

Hal itu disampaikan Dahnil dalam diskusi Forum Monitor Seri 4 yang diselenggarakan Monitor.id secara virtual, Kamis (18/6/2020).

"Kita kembali kepada undang-undang, tentu kita tak akan terlibat dalam konflik tersebut," kata Dahnil.

Selain karena pembukaan Undang-undang Dasar yang telah menegaskan sikap Indonesia dalam kancah dunia.

 Staf Khusus: Presiden Yakin Majelis Hakim akan Memutus Perkara Novel Baswedan Seadil-adilnya

Yakni, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dahnil juga menegaskan Indonesia sampai saat ini tidak memiliki pakta pertahanan dengan negara manapun.

Untuk itu, ia menegaskan sikap Indonesia dalam hal tersebut adalah bebas aktif.

 Kritik Pemerintah Tangani Covid-19, Rizal Ramli: Serba Tanggung, Akhirnya Survival of The Fittest

"Yang jelas, kita tidak akan jadi proksi, proksi manapun."

"Kita tidak punya keterkaitan dengan pakta pertahanan di manapun, dengan siapapun. Jadi kita bebas aktif terkait dengan itu," tutur Dahnil.

Dahnil juga mengatakan hubungan ekonomi Indonesia dengan Cina tidak membuat sikap Indonesia menjadi terikat.

 Warga Situbondo Klaim Temukan Obat Covid-19 dari Tempurung Kelapa, Pasien Bisa Sembuh dalam 3 Hari

Karena, Indonesia tidak memiliki pakta pertahanan dengan Cina atau negara manapun.

"Kalau ada misalnya yang katakan, kan kita banyak hubungan ekonomi yang besar dengan Cina? Tidak ada masalah."

"Itu kemudian tidak membuat kita terikat dan mengikat sikap kita harus ikut Cina dan atau Amerika," tegas Dahnil.

 Revisi UU Narkotika, Pengguna yang Dua Kali Ditangkap Bakal Direhabilitasi, Lebih dari Itu Dipidana

Dahnil menuturkan, Prabowo telah berupaya menjalin komunikasi dengan sejumlah Menteri Pertahanan di Asia Tenggara anggota ASEAN.

Agar, tidak menjadikan wilayah ASEAN sebagai medan perang dalam kaitan meningkatnya situasi keamanan di Laut Cina Selatan belakangan ini.

Dahnil mengatakan, upaya diplomasi pertahanan serupa juga tidak hanya dilakukan kepada negara-negara di kawasan Asia Tenggara anggota ASEAN.

 Aparat yang Panggil Warga Pengunggah Lelucon Gus Dur Ditegur, Begini Kisah Humor Tiga Polisi Jujur

Namun, juga dengan negara-negara yang tengah bersitegang di kawasan tersebut, yakni Cina dan Amerika.

Dahnil mengatakan, dalam upaya diplomasi pertahanan tersebut, pada intinya Prabowo mengajak negara-negara itu membangun collective security system (sistem keamanan kolektif) di kawasan Asia Tenggara.

"Jadi kita membangun solidaritas di satu sisi, di sisi lain kita juga memastikan pertahanan negara-negara itu kuat."

 PDIP: Semua Fraksi Setuju RUU HIP Inisiatif DPR, tapi di Publik Lepas Tangan dan Saling Menyalahkan

"Walaupun kita paham juga negara-negara kawasan punya keterkaitan dengan negara-negara yang sedang berkonflik."

"Tapi kita juga terus mengajak supaya jangan sampai kawasan kita itu jadi battle ground (medan perang)."

"Sehingga yang dibangun itu tadi, collective securty sistem," papar Dahnil.

 Sekjen MUI: Setelah RUU HIP, Omnibus Law Tidak Boleh Lolos Jadi Undang-undang

Dahnil mengatakan, dalam upaya diplomasi pertahanan tersebut, Indonesia tidak menggunakan sudut pandang balance of power atau keseimbangan kekuatan.

Karena, menurut Dahnil perspektif balance of power tersebut akan memunculkan persaingan kekuatan, bukan solidaritas dan perdamaian sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang.

"Beberapa hari ke depan juga beliau (Prabowo) akan bicara dengan banyak para Menteri Pertahanan itu, dalam rangka membangun collective security system."

 Anggaran Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Dipangkas Rp 540 M Akibat Covid-19, Dua Jembatan Tetap Dibangun

"Jadi yang dibangun itu atmosfernya adalah solidaritas, yang dibangun itu adalah perdamaian," terang Dahnil.

Dahnil juga mengatakan, situasi pandemi covid-19 yang melanda dunia saat ini di satu sisi merupakan peliang bagi Indonesia untuk membangun solidaritas dengan negara lain, dan mencegah perang terjadi, khususnya di Laut Cina Selatan.

Satu di antara caranya, menurut Dahnil, adalah dengan memaksimalkan peran di Perserikatan Bangsa-bangsa dalam rangka penanganan terhadap Covid-19.

 Kuasa Hukum Sebut Abu Rara Tak Sengaja Tikam Wiranto, tapi Kebetulan Saja Ada Pejabat di Situ

"Yang jadi tantangan kita kan sebenarnya kita punya lembaga institusi yang bertugas menjaga perdamaian, salah satunya adalah PBB."

"Maka peran kita di PBB itu harus dimaksimalkan terus."

"Bahkan tadi saya sebutkan di awal bagaimana Kemenlu mendorong global solidarity terkait Covid-19 untuk membangun solidaritas."

"Itu juga dalam rangka membangun kesadaran dunia, kesadaran global, jangan sampai kemudian ketika kita dirundung oleh wabah, ditambah juga dengan perang," cetus Dahnil. (Chaerul Umam)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved