Omnibus Law

Serikat Pekerja Ancam Demo Terkait Omnibus Law, Baleg DPR RI: Patuhi Mekanisme PSBB

Elemen serikat buruh mengancam akan demo besar-besaran mendesak DPR untuk segera menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law khususnya klaster Cipta kerja

Penulis: Rangga Baskoro |
Warta Kota/Anggie Lianda Putri
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas di Baleg DPR, Senin (2/4/2020). Supratman Andi Agtas, Minggu (19/4/2020) mengatakan, berjanji akan mendengarkan suara buruh dalam pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Elemen serikat buruh mengancam akan melakukan demo besar-besaran mendesak DPR untuk segera menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law, khususnya klaster Cipta Kerja di tengah darurat wabah virus corona (Covid-19).

Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, berjanji akan mendengarkan suara buruh dalam pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Supratman mengaku jika Baleg tetap menghormati pendapat dari beberapa serikat pekerja.

“Masukan dari teman serikat pekerja, kami apresiasi. Kita sudah katakan berkali-kali pembahasan kluster ketanagakerjaan itu paling akhir. Jadi masih sangat jauh,” ujar Supratman, Minggu (19/04/2020).

Kata dia, DPR tetap menghormati hak-hak masyarakat atau serikat pekerja yang ingin demonstrasi menyampaikan pendapatnya. Termasuk rencana demo pada tanggal 30 April 2020.

 Wanita Ini Mengamuk Ketahuan Makan di Restoran Bandara, Kena Denda Rp 3 Juta Langgar PSBB

 CIUMAN di Singapura Langsung Denda Rp 6,5 Juta, Peringatan Hotman Paris Terkait Physical Distancing

 MENLU Amerika dan Inggris Peringatkan China untuk Terus Terang, Sebut Virus Corona dari Lab Wuhan

 WAKTU Berjemur di Jakarta yang Efektif Bukan Jam 09:00 atau 10:00, Ini Penjelasan Dokter Kulit RSCM

“Itu hak masyarakat untuk berserikat. Namun kita juga harus patuhi mekanismenya dalam menyampaikan pendapat tersebut. Terlebih saat ini ada PSBB (pembatasan sosial berskala besar), maka itu juga harus dipenuhi mekanismenya,” katanya

Baleg DPR RI dan seluruh fraksi, menurutnya terus menjalin komunikasi dengan pihak serikat-serikat buruh untuk mendapatkan masukan.

“Kami tahu bahwa kluster tenaga kerja ini yang paling banyak mendapatkan sorotan. Dari situ nanti akan ketahuan mana saja fraksi-fraksi yang benar-benar memperjuangkan hak-hak buruh. Kalau sekarang kan masih awal. DIM saja belum ada. Nah kalau tak ada DIM, lalu apa yang mau dibahas,” ucapnya

Menurutnya, pembahasan RUU Cipta Kerja di Badan Legislasi DPR RI, tetap akan dilanjutkan.

 Belasan Tahun Berkerja Nyaman di Konveksi, Kini Meyni Terancam PHK karena Pandemi Covid-19

Namun, diutamakan pembahasan kluster-kluster yang tidak menimbulkan kegaduhan.

“Omnibus Law itu ada banyak kluster. Sebelumnya kami di Baleg sudah sepakat untuk tetap membahas kluster-kluster yang tidak menimbulkan polemik di masyarakat terlebih dulu,” ujar Supratman.

Supratman juga menyatakan dalam 11 kluster di RUU Cipta Kerja tidak semuanya ditolak oleh publik.

Ada beberapa bahkan diterima dengan baik oleh masyarakat seperti permudahan pembentukan UMKM dan koperasi. Hal inilah yang akan lebih dulu dibahas.

 Relawan Sandiuno Salurkan Bantuan Sembako dan APD ke Masyarakat dan Rumah Sakit Terkait Covid-19

“Kita baru masuk pembahasan awal, masih menyusun jadwal. Saya di sini sifatnya hanya mengatur lalu lintas pembahasan dan masukan. Soal pembahasan lebih lanjut RUU ini, nanti tergantung dari fraksi-fraksi. Kalau mereka minta tunda bisa saja, tapi kalau minta lanjut ya silahkan saja,” katanya.

Namun sebelum melanjutkan pembahasan RUU, Supratman meminta agar setiap fraksi untuk melakukan uji publik seluas-luasnya guna menerima masukan sebanyak-banyaknya dari masyarakat.

Selanjutnya dari tahap ini akan muncul DIM (Daftar Inventaris Masalah).

DPD RI Tak Setuju RUU Omnibus Law Dibahas Saat Kondisi Pandemi Covid-19

Sementara itu, Komite I DPD RI memberikan pandangan terhadap rencana pembahasan RUU tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang akan dilakukan oleh DPR dengan Pemerintah.

Ketua Komite I DPD RI Agustin Teras Narang mengungkapkan, pihaknya berpandangan bahwa RUU ini banyak menyangkut dengan kepentingan daerah.

Maka sebagaimana amanat Pasal 22D UUD NRI 1945 ayat (2) yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, pembahasan terhadap RUU tentang Cipta Kerja ini harus dilakukan secara tripartit oleh DPR RI, Pemerintah dan DPD RI.

 DPD RI Soroti Pentingnya Pangan dalam Mengatasi Dampak Covid-19 di Daerah

 Sikap Politik Komite I DPD RI Soal Penggunaan Dana Desa untuk Cegah dan Tanggulangi Pandemi Covid-19

Teras Narang Menegaskan, Komite I DPD RI berkeberatan terhadap dilakukannya pembahasan RUU tentang Cipta Kerja di saat pandemi Covid-19, yang oleh Pemerintah sudah dinyatakan sebagai “Bencana Nasional” dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020.

"Kami mengusulkan agar Pembahasan RUU tentang Cipta Kerja ditunda terlebih dahulu sampai masa pandemi Covid 19 dinyatakan telah berakhir oleh Pemerintah," ujar Teras Narang di Jakarta, Kamis (16/4/2020)

Ia menambahkan, Komite I DPD RI menyarankan agar pada saat pandemi Covid-19 berlangsung, Pemerintah, DPR RI dan DPD RI untuk membuka dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan atau pemangku kepentingan untuk memberikan masukan terhadap isi dan muatan RUU tentang Cipta Kerja melalui sarana daring dan sebagainya, tentunya dengan memperhatikan social dan physical distancing.

 Pimpinan Komite I DPD RI: Jika Dana Desa Tidak Cair Segera, Sebaiknya Menteri Desa Diganti

"Komite I DPD RI melihat banyaknya jumlah peraturan pelaksana yang diamanatkan pembentukannya oleh RUU tentang Cipta Kerja (493 Peraturan Pemerintah, 19 Peraturan Presiden dan 4 Peraturan Daerah), menunjukkan tidak sensitifnya pembentuk undang-undang atas kondisi regulasi di Indonesia yang hyper regulasi," paparnya.

Selanjutnya, Komite I DPD RI berpandangan bahwa substansi pengaturan RUU tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

 Komite III DPD RI Tegaskan Materi Belajar dari Rumah Harus Sesuai Amanat UU Sisdiknas

Menurutnya, terdapat dua pasal dalam RUU tentang Cipta Kerja yang bertentangan dengan ketentuan hierarki peraturan perundang-undangan dan Putusan MK.

Seperti dalam Pasal 170 yang menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah dapat digunakan untuk mengubah UU.

Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 12 Tahun 2011 yang menyebut PP memiliki kedudukan lebih rendah dibanding UU, sehingga PP tidak bisa membatalkan/mengubah UU.

Selain itu, dalam Pasal 166 disebutkan bahwa Peraturan Presiden bisa membatalkan Perda. Hal itu bertentangan dengan Putusan MK No. 137/PUU-XIII/2015 terkait pengujian beberapa pasal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan pengujian/pembatalan Perda menjadi kewenangan konstitusional Mahkamah Agung.

 Sejumlah Daerah Lakukan Lockdown Lokal,DPD RI Minta Pemerintah Pusat Perkuat Koordinasi dengan Pemda

Komite I DPD RI juga mencermati bahwa RUU tentang Cipta Kerja banyak memuat frasa yang melakukan perubahan dan bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (5) UUD NRI Tahun 1945.

"RUU tentang Cipta Kerja akan menimbulkan terjadinya sentralisasi pemerintahan atau perijinan yang berpotensi merugikan daerah serta berdampak pada hilangnya semangat otonomi daerah yang merupakan tuntutan reformasi 1998 yang berakibat terjadinya amandemen UUD NRI tahun 1945," terangnya.

"RUU tentang Cipta Kerja telah menghilangkan makna Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam Pasal 91 pada ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda," tandas Teras Narang.  (abs/Vic)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved