Revisi UU KPK
DPR Kompak Setujui Revisi UU KPK, KPK di Ujung Tanduk, 5 Poin Ini Diduga Bakal Lemahkan Tugas KPK
Dengan segala kejadian dan agenda yang terjadi belakangan ini, kami harus menyatakan kondisi saat ini bahwa KPK berada di ujung tanduk
Sementara itu, mengenai penyidik yang diatur dalam Pasal 45, UU yang saat ini berlaku menyebutkan bahwa penyidik KPK adalah yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
UU revisi mengatur lebih jelas ketentuan tersebut, bahwa penyidik diangkat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan penyidik pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
KPK Berada di Ujung Tanduk, Menolak Revisi UU KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi menolak revisi Undang Undang KPK. Apalagi jika mencermati materi muatan RUU KPK yang beredar, justru rentan melumpuhkan fungsi-fungsi KPK sebagai lembaga independen pemberantas korupsi.
“Dengan segala kejadian dan agenda yang terjadi dalam kurun waktu belakangan ini, kami harus menyatakan kondisi saat ini bahwa KPK berada di ujung tanduk,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo seperti dikutip situs KPK.go.id.
Pertama, tentang seleksi pimpinan KPK yang menghasilkan 10 nama calon pimpinan yang di dalamnya terdapat orang yang bermasalah. Hal seperti akan membuat kerja KPK terbelenggu dan sangat mudah diganggu oleh berbagai pihak.
Selanjutnya, hari ini Kamis, 5 September 2019, Sidang Paripurna DPR telah menyetujui revisi Undang Undang KPK menjadi RUU Insiatif DPR. Terdapat Sembilan Persoalan di draf RUU KPK yang beresiko melumpuhkan kerja KPK.
Sembilan hal tersebut adalah, independensi KPK yang terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, adanya pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR, pembatasan sumber penyelidik dan penyidik, penuntutan perkara korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara di tahap penuntutan dipangkas, ewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan, dan kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas.
• Lagi-Lagi Mobil Dinas Jokowi Mogok Saat Kunjungan Kerja: Ya Biasa, Sudah 10 Kali Mogok
Tak hanya RUU KPK, DPR juga tengah menggodok RUU KUHP yang akan mencabut sifat khusus dari Tindak Pidana Korupsi, sehingga keberadaan KPK terancam.
KPK menyadari DPR memiliki wewenang untuk menyusun RUU inisiatif dari DPR. Akan tetapi, KPK meminta DPR tidak menggunakan wewenang tersebut untuk melemahkan dan melumpuhkan KPK.
KPK juga menyadari RUU KPK inisiatif DPR tersebut tidak akan mungkin dapat menjadi undangundang jika Presiden menolak dan tidak menyetujui RUU tersebut. Karena undang-undang dibentuk berdasarkan persetujuan DPR dan Presiden.
Oleh karena itu KPK berharap Presiden dapat membahas terlebih dulu bersama akademisi, masyarakat dan lembaga terkait untuk memutuskan perlu atau tidaknya merevisi Undang Undang KPK dan format KUHP tersebut.
KPK percaya, Presiden akan tetap konsisten dengan pernyataan yang pernah disampaikan bahwa Presiden tidak akan melemahkan KPK.
• VW Kodok Listrik di Pameran IEMS 2019, Berawal dari Ide Mobil Ramah Lingkungan untuk Atasi Polusi
Apalagi saat ini Presiden memiliki sejumlah agenda penting untuk melakukan pembangunan dan melayani masyarakat. Polemik revisi UU KPK dan upaya melumpuhkan KPK ini semestinya tidak perlu ada sehingga Presiden Joko Widodo dapat fokus pada seluruh rencana yang telah disusun. Dan KPK juga mendukung program kerja Presiden melalui tugas Pencegahan dan Penindakan Korupsi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Poin Revisi UU KPK yang Diduga Bakal Lemahkan Pemberantasan Korupsi ", Penulis : Fitria Chusna Farisa
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/ilustrasi-kpk.jpg)