Ijazah Jokowi

Jimly Asshiddiqie Sambut Usulan Faizal Assegaf Mediasi Kasus Ijazah Palsu Jokowi

Komisi Percepatan Reformasi Polri mendorong mediasi untuk kasus dugaan ijazah palsu Jokowi yang menyeret Roy Suryo Cs

Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Dian Anditya Mutiara
YouTube InewsTv
REFLY AKTIVIS SEJATI - Ketua Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian RI, Jimly Asshiddiqie menjelaskan pihaknya dalam kapasitas mendengar dan menerima pengajuan dari sejumlah kelompok dan elemen masyarakat saat audiensi dengan mereka di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, Rabu (19/11/2025), dimana salah satu pihak adalah pakar hukum tata negara Refly Harun dan kawan-kawan serta Roy Suryo Cs. Jimly menilai Refly Harun adalah pejuang dan sosok aktivis sejati selain sebagai pakar hukum tata negara. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Komisi Percepatan Reformasi Polri mendorong usulan proses mediasi terkait polemik tuduhan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo.

Kasus ini diketahui menyeret delapan tersangka mulai dari Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar hingga Tifauziah Tyassuma atau dr Tifa.

Usulan ini muncul saat Komisi menerima audiensi kritikus politik Faizal Assegaf di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2025).

Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, mengatakan pihaknya menyambut baik masukan yang mendorong penyelesaian melalui pendekatan restorative justice.

"Muncul ide-ide antara lain misalnya Pak Assegaf tadi mengusulkan, bagaimana bisa tidak mediasi? Oh bagus itu, coba tanya dulu mau enggak mereka dimediasi, baik pihak Jokowi dan keluarga maupun pihak Roy Suryo dkk, mau enggak dimediasi?" ucap Jimly.

Baca juga: Roy Suryo Jalani Pemeriksaan Kedua Polda Metro Jaya, Belum Ada Penahanan

Jimly menjelaskan, perkara serupa sebelumnya juga pernah diproses melalui jalur perdata. 

Karena itu, bukan tidak mungkin jalur mediasi juga ditempuh dalam proses pidana apabila seluruh pihak mencapai kesepakatan.

Menurutnya, mekanisme mediasi sejalan dengan semangat restorative justice sebagaimana diatur dalam KUHP dan KUHAP terbaru.

“Syaratnya, Rismon dan kawan-kawan harus bersedia dengan segala konsekuensinya kalau terbukti sah atau tidak sah. Itu masing-masing harus ada risiko,” tegas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Kasus Ijazah Palsu Bukan Hal Baru

Jimly menyoroti persoalan ijazah palsu bukan fenomena baru di Indonesia. 

Ia mencontohkan pada 2004 banyak kasus serupa ditemukan, bahkan terkait syarat pencalonan legislatif.

“Kasus ijazah palsu itu banyak sekali. Tahun 2004 syarat caleg saja masih SMP. Kami usulkan dinaikkan ke SMA, tapi tetap saja banyak yang bermasalah,” ungkapnya.

Pada Pilkada 2024, Mahkamah Konstitusi juga menangani tujuh perkara terkait dugaan ijazah palsu dari total 40 perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah.

Ia menilai persoalan ini menunjukkan lemahnya sistem administrasi pendidikan dan dokumen publik di Indonesia.

Baca juga: Dokter Tifa Samakan Usahanya Bongkar Dugaan Ijazah Palsu Jokowi dengan Kisah Perjuangan Diponegoro

“Jadi intinya saudara, kami tidak menolak membicarakan kasus ijazah palsu, cuma kita bicarakan untuk mencari solusi. Tetapi orang yang sudah tersangka, harap dimaklumi kami tidak bisa menerima ya, ini soal etika,” ucap Jimly.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved